Jakarta Monorail Dimohonkan Pailit oleh Mantan Advokatnya
Berita

Jakarta Monorail Dimohonkan Pailit oleh Mantan Advokatnya

Dasarnya tagihan biaya jasa hukum yang tak dibayar Jakarta Monorail. Sang klien ini enggan membayar karena ada masalah dengan jasa hukum advokatnya.

Kml/Sut
Bacaan 2 Menit
Jakarta Monorail Dimohonkan Pailit oleh Mantan Advokatnya
Hukumonline

 

Kita membantu memberi konsultasi hukum, sudah dua tahun kita tagih dan mereka tidak mau bayar. Lebih parahnya lagi mereka berusaha membatalkan kontrak dengan menggugat kami ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur ujar Adi.

 

Kontraknya jelas bahwa pembayaran harusnya setiap bulan, tapi kita tahu mereka tidak punya uang. Jadinya kita tunggu sampai ada uang turun tutur Adi. Lalu menurutnya, setelah hubungan advokat-klien berakhir, PT JM menolak membayar dan kantor Adi digugat.

 

Dalam gugatan PT JM, kantor Adi disalahkan karena nasehat yang mereka berikan. Padahal kita tidak pernah bertindak sebagai arranger tuturnya. Lazimnya dalam transaksi keuangan, arranger membantu menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan transaksi keuangan itu, sekaligus mencarikan investor.

 

Adi mengaku kantornya ditunjuk sebagai konsultan hukum, antara lain dalam Joint Venture Agreement antara PT Indonesia Transit Central dan Omnico Singapore Pte Ltd, keduanya pemegang saham PT JM. Mereka juga ditunjuk untuk  menyiapkan draf dan melakukan review atas Master Agreement on Jakarta Monorail Project Development dan Financing Agreement  antara PT JM dan Global Petrochem Holding Pte Ltd, serta menyiapkan dokumen Financing Agreement (perjanjian pembiayaan).

 

Teguh Rahardjo, kuasa hukum kantor Adi dalam permohonan pailit ini, menganggap pailit adalah jalan terbaik. Karena kantor Adi sudah cukup lama sudah melakukan pekerjaan dan tidak dibayar. Kita juga sudah sempat melakukan somasi ujar Teguh. Somasi ini, dari isi permohonan pailit, dikirimkan pada 4 dan 30 April 2007.

 

Teguh menambahkan, dengan mengajukan pailit akan terlihat keadaan PT JM yang sebenarnya, hingga sekarang masalah pembiayaan PT JM belum jelas. Menurutnya, permohonan ini juga dapat membuktikan, PT JM tidak mau melakukan kewajiban yang kecil, bahkan sebelum dia beroperasi.

 

Ini paling efektif begitu tutur Teguh menyangkut permohonan. Wanprestasi atau yang lain tidak terlalu tepat. (Kita akan melihat responnya dulu pungkasnya.

 

PT JM siap-siap

Terhadap permohonan ini  Direktur PT JM Sukmawati Syukur mengaku sangat tidak senang dan menyatakan akan bersiap-siap. Kita mau lihat apakah Pengadilan Niaga tega memailitkan kita, kalau tega silahkan menanggung utang kita juga ujarnya.

 

PT JM juga mengaku tidak mau membayar tagihan karena ada masalah dengan jasa hukum kantor Adi. Mereka menyatakan berniat membayar tagihan setelah ada financial closing (pengucuran dana pembiayaan). Alasannya, menurut Sukmawati ada gentlement agreement diantara para advokat PT JM, bahwa legal fee baru akan dibayar setelah financial closing. Dan hal ini juga disetujui kantor Adi.   

 

Ia juga tak habis pikir kenapa kantor Adi memailitkan PT JM. Lawyer dimana-mana punya tagihan. Tidak ada yang memailitkan kliennya tandasnya.

Cukup banyak masalah yang mendera PT Jakarta Monorail (PT JM). Pembiayaan proyek perusahan yang berdiri sejak 2004 ini terhambat, proyek kereta langitnya pun masih berupa tiang-tiang pemancang. Masalah bertambah ketika firma hukum Adi Prasetyo & Partners, sebuah persekutuan perdata, mendaftarkan permohonan pailit terhadap PT JM kepada Pengadilan Niaga Jakarta 10 September 2007 lalu.

 

Permohonan pailit ini diajukan karena PT JM tidak membayar legal fee (biaya jasa hukum) kepada kantor Adi. Dalam permohonan pailit, legal fee itu dirinci menjadi biaya jasa konsultasi, kekurangan penggantian biaya perjalanan ke Dubai, dan success fee yang belum dibayarkan sejak April 2005 hingga Agustus 2006. Total jendral jumlahnya mencapai US$ 740.000, dan Rp1.196.935.100.   

 

Utang sekitar dua miliar ini, menurut Adi, merupakan akumulasi tagihan dari tiga kontrak jasa konsultasi. Masing-masing kontrak jatuh tempo pada 31 Agustus 2005, 28 Februari 2006, dan 31 Desember 2006.

 

Adi yakin syarat pailit seperti adanya dua kreditur, satu utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih, yang dapat dibuktikan secara sederhana sudah terpenuhi. Hal tersebut dapat dibuktikan secara sederhana karena tagihan dalam bentuk invoice ujarnya. Dokumen permohonan mencantumkan PT JM pernah mengakui adanya utang ini dalam salah satu suratnya ke Adi. 

 

PT Jakarta Monorail juga memiliki kreditur lain, diantaranya PT Adhi Karya (yang juga pemegang saham PT JM), salah satu konsultan proyek Mott McDonald, dan Gusnelia Tartiningsih, seorang penerjemah tersumpah, yang juga partner di kantor Adi.

Tags: