Sembilan Puluh Persen Laporan Dugaan Korupsi Berasal dari Masyarakat
Berita

Sembilan Puluh Persen Laporan Dugaan Korupsi Berasal dari Masyarakat

Penghargaan kepada masyarakat yang berhasil membongkar kasus korupsi masih minim. Padahal, banyak kasus korupsi dapat diungkap berkat laporan masyarakat, dengan resiko digugat balik oleh terlapor.

CRN
Bacaan 2 Menit
Sembilan Puluh Persen Laporan Dugaan Korupsi Berasal dari Masyarakat
Hukumonline

 

Emerson menambahkan, laporan masyarakat banyak yang tidak ditindaklanjuti oleh penegak hukum dengan alasan kurang bukti. Padahal, masyarakat mempunyai keterbatasan untuk memperoleh bukti-bukti lanjutan, tidak seperti penegak hukum yang memang diberikan wewenang untuk itu. Lagi pula, korupsi bukan delik aduan. Laporan masyarakat bisa berfungsi sebagai pintu gerbang penyidikan dugaan korupsi yang dilaporkan, cetusnya.      

 

Sementara itu, Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johan Budi SP menjelaskan terbongkarnya kasus korupsi, khususnya yang diusut oleh KPK bisa terjadi karena dua hal, yaitu karena adanya informasi yang dicari dan diperoleh KPK sendiri dan informasi atau pengaduan yang berasal dari masyarakat.

 

Namun, Johan mengaku hingga kini KPK belum pernah memberikan penghargaan, baik berupa piagam maupun premi sebagaimana dimaksud dalam PP Nomor 71 Tahun 2000.  Hingga kini di KPK belum ada satu pun yang dapat piagam atau premi, aku Johan.

 

Berbeda dengan KPK, lembaga Kejaksaan pernah memberikan piagam penghargaan kepada masyarakat yang membantu terbongkarnya kasus korupsi. Penghargaan tersebut diberikan Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat kepada Forum Peduli Sumatera Barat pada tahun 2004, sebagai kasus pelapor kasus korupsi yang dilakukan anggota DPRD Sumatera Barat.

 

PP Nomor 71 Tahun 2000, senjata makan tuan

Menurut Emerson, semula, adanya PP Nomor 71 Tahun 2000 diharapkan dapat membantu upaya pemberantasan korupsi. Tapi yang terjadi justru sebaliknya, masyarakat menjadi enggan melapor karena kekhawatiran digugat balik oleh pihak yang dilaporkan.  PP itu menjadi senjata makan tuan, karena kita yang melapor, kadang kita juga yang dituntut balik, jelasnya.

 

Selain itu, perlindungan hukum yang diberikan oleh penegak hukum terhadap pelapor juga belum maksimal. Padahal PP itu juga memerintahkan adanya perlindungan hukum terhadap pelapor, tambah Emerson.  

 

PP Nomor 71 Tahun 2000

 

Pasal 5

(1) Setiap orang, Organisasi Masyarakat, atau Lembaga Swadaya Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) berhak atas perlindungan hukum baik mengenai status hukum maupun rasa aman.

(2) Perlindungan mengenai status hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diberikan apabila dari hasil penyelidikan atau penyidikan terdapat bukti yang cukup yang memperkuat keterlibatan pelapor dalam tindak pidana korupsi yang dilaporkan.

(3) Perlindungan mengenai status hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga tidak diberikan apabila terhadap pelapor dikenakan tuntutan dalam perkara lain.

 

Pasal 6

(1) Penegak hukum atau Komisi wajib merahasiakan kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor atau isi informasi, saran, atau pendapat yang disampaikan.

(2) Apabila diperlukan, atas permintaan pelapor, penegak hukum atau Komisi dapat memberikan pengamanan fisik terhadap pelapor maupun keluarganya.

 

 

Hal inilah yang menurut Emerson membuat pengaturan peran serta masyarakat dalam PP tersebut menjadi tidak maksimal. Hanya di atas kertas saja, sebab konteksnya riilnya diabaikan, tukasnya.

 

ICW sendiri pernah menjadi pelapor dalam kasus korupsi di tubuh Radio Republik Indonesia. Kasus ini dilaporkan ICW kepada KPK pada tahun 2004. Kasus ini sendiri telah ditindaklanjuti KPK dan telah disidang di Pengadilan Tipikor pada tahun 2006 yang lalu.

 

Faktanya, hingga kini ICW pun belum pernah mendapat premi yang 2/1000 itu. Prosedurnya tidak serta merta, kita masih harus mengurus ke beberapa instansi untuk mendapatkan premi itu. Dan memang kita (ICW) juga tidak minta (premi) itu ya, ungkap Emerson.

 

Sesuai PP Nomor 71 Tahun 2000, premi diberikan oleh Jaksa Agung atau pejabat yang ditunjuk kepada pelapor, setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Besar premi tersebut paling banyak 2/1000 (dua permil) dari nilai kerugian keuangan negara yang dikembalikan. Piagam penghargaan diberikan oleh Kejaksaan, Kepolisian, atau KPK kepada pelapor, setelah perkara dilimpahkan ke Pengadilan Negeri. Ketentuannya diatur tersendiri dengan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

 

Masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Begitulah ketentuan Pasal 41 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999. Oleh Pemerintah, peran serta masyarakat tersebut diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2000.

 

Pasal 7 PP ini menyebutkan bahwa setiap orang, organisasi masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat yang telah berjasa dalam usaha membantu upaya pencegahan atau pemberantasan tindak pidana korupsi berhak mendapat penghargaan berupa piagam atau premi.

 

Namun, hampir enam tahun paska berlakunya PP tersebut, baru sedikit anggota masyarakat yang telah menerima penghargaan itu. Betulkah peran serta masyarakat masih minim dalam pemberantasan korupsi? Atau sebaliknya banyak kasus korupsi yang berhasil dibongkar justru berkat peran serta masyarakat?. 

 

Menurut Emerson Yuntho, Koordinator bidang Monitoring Peradilan Indonesian Corruption Watch (ICW), sebanyak 90 persen kasus korupsi di Indonesia justru dapat dibongkar berkat laporan masyarakat. Semua kasus korupsi yang berhasil dibongkar rata-rata berasal dari laporan masyarakat, bisa disebut 90 persen. Di ICW pun lebih begitu, sekitar 95 persen dari laporan masyarakat, akunya.

Tags: