Penyelesaian Sengketa Batas Wilayah di Depdagri Terkatung-Katung
Berita

Penyelesaian Sengketa Batas Wilayah di Depdagri Terkatung-Katung

Pemohon menganggap sengketa batas wilayah di tingkat kabupaten/kota bisa lebih cepat diselesaikan bila ‘dipegang' oleh Gubernur. ubernur dianggap lebih mengetahui kondisi daerah ketimbang Mendagri.

Ali
Bacaan 2 Menit
Penyelesaian Sengketa Batas Wilayah di Depdagri Terkatung-Katung
Hukumonline

 

Akil mengatakan bila seandainya benar ada kerugian, maka seharusnya yang merasa dirugikan adalah Gubernur Kalsel, bukan Bupati Banjar. Pasalnya, kewenangan Gubernur Kalsel-lah yang diduga dipotong oleh Mendagri.

 

Safrin kembali menjelaskan kerugian konstitusional Bupati Banjar. Menurutnya, Bupati Banjar dirugikan secara konstitusional karena penyelesaian batas wilayah antar Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tanah Bumbu semakin terkatung-katung. Ada beberpa desa atau kecamatan yang menjadi rebutan Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tanah Bumbu.

 

Lebih lanjut, Safrin menjelaskan persoalan ini sebenarnya sudah diselesaikan dengan baik oleh Gubernur Kalsel melalui SK No. 3 Tahun 2006. Sayangnya, SK ‘penyelesaian sengketa' itu dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA). Para Hakim Agung berpendapat, mengacu pada UU No.2 Tahun 2003, penetapan batas wilayah bukan kewenangan Gubernur, melainkan Mendagri. Seharusnya persoalan ini selesai, sekarang jadi terkatung-katung, ujarnya saat menjelaskan kerugian konstitusional Bupati Banjar.

 

Safrin mengungkapkan empat tahun berlalu, Mendagri belum juga bisa menyelesaikan persoalan ini. Mereka (Pejabat Depdagri,-red) bilang persoalan batas wilayah bukan hanya menimpa Banjar dan Tanah Bumbu. Masih ada puluhan perkara daerah lain, tuturnya menceritakan percakapannya dengan pejabat Depdagri beberapa waktu lalu.

 

Berdasarkan informasi tersebut, Safrin beranggapan penyelesaian sengketa batas wilayah lebih tepat diselesaikan oleh Gubernur. Sehingga tak ada lagi kasus batas wilayah yang menumpuk di Depdagri. Lagipula, lanjutnya, Gubernur dianggap lebih memahami kondisi daerah dibanding Mendagri. 

 

Apakah harapan Safrin ini terwujud atau tidak memang masih akan menunggu putusan MK kelak. Namun, Akil buru-buru mengingatkan persoalan ini harus didudukan sebagai pengujian UU. MK tak memeriksa sengketa tapal batas, tegasnya. Menurut Akil, pergeseran wilayah dalam sebuah pemekaran merupakan keniscayaan.

 

Apalagi kebiasaan yang terjadi di Kalimantan, pembatasan wilayahnya menggunakan tanda-tanda alam seperti sungai atau gunung, kata hakim konstitusi yang berasal dari Kalimantan Barat ini.

 

Mahkamah Konstitusi (MK) diserbu para demonstran. Puluhan aktivis yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Daerah (AMD) menggelar orasi di luar Gedung MK. Mereka membawa beberapa tuntutan, salah satunya agar MK menolak pengujian UU No. 2 Tahun 2003. Beleid yang bertajuk UU tentang Pembentukan Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Balangan di Provinsi Kalimantan Selatan (UU Tanah Bumbu dan Balangan) itu memang tengah diuji di MK.

 

Meminta dengan tegas kepada Hakim Konstitusi di MK untuk menolak uji materil UU No.2 Tahun 2003 tentang Pemekaran Daerah Kabupaten Tanah Bumbu dan Balangan, ujar Ketua AMD Hadi, Selasa (28/10). Hadi mengatakan rakyat Tanah Bumbu dan Balangan akan menjadi pihak yang paling dirugikan apabila permohonan ini dikabulkan.

 

Di ruang sidang MK tampak kondisi sebaliknya. Pejabat Biro Hukum Setda Banjar Kalsel, Safrin Noor  tampak hadir mewakili pemohon, yakni Bupati Banjar Khairul Saleh. Persidangan masih mengagendakan pemeriksaan perbaikan permohonan. Sejumlah revisi dilakukan Safrin dkk agar bisa lebih meyakinkan para hakim konstitusi. Namun, meski perbaikan sudah dilakukan, Panel Hakim Konstitusi masih mencatat sejumlah cela yang masih muncul dalam permohonan.

 

Panel Hakim Konstitusi yang diketuai Akil Mochtar terkesan begitu teliti. Kesalahan ketik nama dalam permohonan ikut dipersoalkan. Hakim belum ‘menangkap' kaitan kerugian konstitusional pemohon yang berprofesi sebagai Bupati dengan Pasal 6 ayat (4) UU Kabupaten Tanah Bumbu dan Balangan yang sedang diuji. Yang paling penting, dimana kerugian Bupati Banjar?.

 

Sekedar mengingatkan, pemohon dalam permohonannya mempersoalkan konstitusionalitas Pasal 6 ayat (4) UU Kabupaten Tanah Bumbu dan Balangan itu. Ketentuan itu menyatakan penentuan batas wilayah Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Balangan ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. Pemohon menolak isi pasal ini. Menurutnya, bila mengacu pada konstitusi, seharusnya penentuan batas wilayah kabupaten/kota merupakan kewenangan Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat di daerah.

Tags: