Kewenangan Mendagri Sebagai Penentu Batas Wilayah Digugat
Berita

Kewenangan Mendagri Sebagai Penentu Batas Wilayah Digugat

Bila mengacu pada konstitusi, maka kewenangan menentukan batas wilayah secara teknis ada di tangan Gubernur. Konstitusi menyatakan Pemerintah Daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Ali
Bacaan 2 Menit
Kewenangan Mendagri Sebagai Penentu Batas Wilayah Digugat
Hukumonline

 

Safrin mengakui bila dilihat dari Peta Bumi Indonesia, desa tersebut memang masuk ke dalam wilayah Tanah Bumbu. Tapi, Safrin tak lupa membeberkan sebuah fakta sejarah. Meski desa itu berada di wilayah Tanah Bumbu -dahulunya Kota Baru-, namun pelayanan publik dilakukan oleh Pemkab Banjar.

 

Selama kurang lebih 40 tahun penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Banjar, ungkap Safrin.

 

Menurut Safrin, persoalan ini mirip dengan kasus Pulau Sipadan-Ligitan di Mahkamah Internasional. Meski secara geografis Sipadan-Ligitan berada di Indonesia, namun pelayanan publik secara administrastif justru bertahun-tahun dilakukan oleh Malaysia. Sehingga Malaysia dianggap lebih berhak memiliki Sipadan-Ligitan.

 

Apalagi, klaim Safrin, masyarakat desa tersebut lebih memilih menginduk ke Banjar dibanding ke Tanah Bumbu. Mereka minta masuk ke Banjar, ujarnya. Secara geografis, letak desa tersebut juga lebih dekat ke Banjar. Kalau berjalan kaki ke Ibukota Tanah Bumbu mereka harus menghabiskan waktu satu minggu, tambahnya.

 

‘campur tangan' Gubernur

Gubernur Kalimantan Selatan akhirnya turun tangan menyelesaikan sengketa wilayah ini. UU Pemda memang menyatakan bila ada sengketa wilayah maka Gubernur wajib menengahi. Lalu keluar SK Gubernur Kalsel No. 3 Tahun 2006 tentang Penetapan Batas Daerah antara Kabupaten Banjar dengan Kabupaten Tanah Bumbu. Desa yang diperebutkan itu akhirnya menjadi milik Kabupaten Banjar.

 

Bupati Tanah Bumbu rupanya merasakan dirugikan dengan lahirnya SK Gubernur Kalsel ini. Ia pun menguji SK tersebut ke Mahkamah Agung (MA). MA memutuskan SK Gubernur itu tidak sah. Dalam pertimbangannya, para hakim agung mengatakan yang menentukan batas wilayah di lapangan adalah Mendagri, bukan Gubernur. MA menunjuk Pasal 6 ayat (4) UU No. 2 Tahun 2003 sebagai dasar hukumnya.

 

Karenanya, Bupati Banjar hendak menghabisi Pasal 6 ayat (4) tersebut. Pasalnya, bila mengacu pada konstitusi, seharusnya yang berhak menentukan batas wilayah adalah Gubernur. Ia menunjuk Pasal 18 UUD 1945. Pemerintah Daerah (baik Provinsi, Kabupaten maupun Kota) mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, sebut Safrin.

 

Karenanya, Safrin berpendapat Pasal ini justru memotong kewenangan Gubernur yang sesungguhnya. Kewenangan Gubernur dipotong oleh Mendagri, jelasnya. Menurutnya, Mendagri seharusnya tak perlu lagi ikut campur terhadap penentuan batas wilayah kabupaten.

 

Perkara ini memang bisa menjadi menarik. Safrin menegaskan bila permohonan ini dikabulkan maka bisa menjadi yurisprudensi untuk daerah yang lain. Kalau dikabulkan. Kita telah mengembalikan kewenangan Gubernur yang dipotong oleh Mendagri, tegasnya.

 

Safrin boleh saja berharap banyak. Namun, tugas yang mesti dilaluinya masih banyak. Tugas terdekat adalah memperbaiki permohonan ini menjadi lebih jelas dan lengkap. Majelis Panel Hakim Konstitusi yang dipimpin oleh Akil Mochtar serta beranggotakan Maria Farida Indrati dan Achmad Sodiki mencatat beberapa cacat dalam permohonan. Salah satunya, kerugian konstitusional pemohon yang masih sumir.

Persoalan batas wilayah hasil pemekaran suatu daerah kembali menimbulkan masalah. Muaranya pun lagi-lagi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sudah belasan bahkan puluhan perkara mampir di MK terkait pemekaran wilayah. Kali ini perkara datang dari pulau Borneo. Kepala Daerah Kabupaten Banjar mengajukan pengujian UU No. 2 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Balangan di Provinsi Kalimantan Selatan.

 

Bupati Banjar memang tak turun tangan langsung. Ia menugaskan Safrin Noor dkk dari Bagian Hukum Setda Banjar agar permohonannya ini dikabulkan. Mereka pun telah hadir dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di MK, pagi ini, Senin (13/10).

 

Dalam permohonannya, Bupati Banjar Khairul Saleh meminta agar Pasal 6 ayat (4) UU No. 2 Tahun 2003 dinyatakan bertentangan dengan konstitusi. Pasal itu berbunyi Penentuan batas wilayah Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Balangan secara pasti di lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. Kewenangan Mendagri inilah yang sesungguhnya digugat oleh pemohon.

 

Asal muasal persoalan ini berawal dari pemekaran Kabupaten Kota Baru yang berbatasan dengan Kabupaten Banjar. Salah satu bentuk pemekaran Kota Baru adalah Kabupaten Tanah Bumbu. Lalu, timbul persoalan mengenai batas wilayah. Di wilayah perbatasan antara Tanah Bumbu dengan Banjar terdapat Desa Paramasan Kecamatan Sungai Pinang. Desa inilah yang menjadi rebutan antara Tanah Bumbu dan Banjar.   

Tags: