DPD Optimis Dimenangkan MK
Berita

DPD Optimis Dimenangkan MK

DPD berharap MK bisa mengakhiri dominasi parpol di parlemen. Pengamat politik mengatakan MK memiliki kewajiban membuat demokrasi lebih baik.

Her
Bacaan 2 Menit
DPD Optimis Dimenangkan MK
Hukumonline

 

Dengan memenangkan DPD, kata Arbi, MK tidak hanya mengakhiri dominasi Parpol. Lebih dari itu, MK juga akan membuat demokrasi berjalan lebih baik. MK punya kewajiban memulihkan demokrasi, tandasnya.

 

Terhina

Wakil Ketua DPD Laode Ida mengaku prihatin atas tanggapan pemerintah dalam beberapa kali sidang di MK. Tanggapan itu tidak hanya menghina pemohon, tapi juga para akademisi, ungkapnya.

 

Laode mencatat sudah empat kali pemerintah membuat pernyataan yang menyebut permohonan DPD hanya bersifat spekulatif, hipotetik dan berlebihan. Artinya, pemerintah tidak mengakui legal standing (kedudukan hukum) DPD. Sebab, bagi pemerintah, kerugian yang ditanggung DPD atas lahirnya UU Pemilu Legislatif baru sebatas wacana.

 

Meski demikian, Laode optimis permohonan judicial review ini akan membuahkan hasil positif. Seluruh pakar tata negara dari buyut sampai cucu mengatakan bahwa ada pertentangan dengan konstitusi, cetusnya. Persidangannya sendiri saat ini di MK telah memasuki tahap-tahap akhir. Kalau tak ada aral melintang, pembacaan putusan seharusnya dilakukan dalam 1-2 minggu ke depan. 

 

Direktur Parliament Watch Indonesia Hestu Cipto Handoyo menambahkan, UU Pemilu Legislatif sudah melenceng dari naskah akademik-nya. Padahal, naskah akademik merupakan acuan disusunnya sebuah undang-undang.

 

Menurut Hestu, apa yang tercantum di naskah akademik seharusnya diimplementasikan ke dalam pasal-pasal UU Pemilu Legislatif. Sebab, isi naskah akademik tersebut sudah selaras dengan norma yang dikandung konstitusi. Karena ada tawar-menawar, politik dagang sapi, akhirnya berubah, jelasnya.

Untuk kali kesekian, lembaga yudikatif menunjukkan superioritasnya atas lembaga legislatif. Dewan Perwakilan Daerah (DPD), sebagai salah satu lembaga legislatif, saat ini menggantungkan nasibnya kepada Mahkamah Konstitusi (MK) yang merupakan palang pintu terakhir pencari keadilan selain Mahkamah Agung (MA).

 

Nasib DPD bergantung kepada MK, kata pengamat politik Arbi Sanit, di Gedung DPD, Rabu (11/6). Selaku lembaga penafsir konstitusi, MK diharapkan memberi penafsiran yang menguntungkan DPD. Jika tidak, lembaga legislatif akan dimonopoli oleh orang-orang partai politik (parpol).

 

Arbi mengutarakan hal itu berkaitan dengan permohonan uji materiil UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif. Dalam permohonannya, DPD menyatakan bahwa Pasal 12 dan 67 UU tersebut bertentangan dengan Pasal 22C ayat (1) dan Pasal 22E ayat (4) UUD 1945.

 

Tuntutan DPD sebenarnya sederhana. Pasal 12 dan 67 UU Pemilu Legislatif semestinya mencantumkan ketentuan bahwa anggota parpol dilarang mencalonkan diri menjadi anggota anggota DPD. Selain itu, calon anggota DPD juga harus berasal dari daerahnya sendiri.

 

Namun tuntutan itu dicuekin pemerintah dan DPR. Dalam persidangan terakhir di MK kemarin, pemerintah ngotot tidak tidak ada pertentangan antara UU Pemilu Legislatif dengan konstitusi. Syarat domisili yang dikehendaki DPD, menurut pemerintah, justru bisa mengancam keutuhan NKRI.

 

Arbi menilai, sikap pemerintah tersebut hanya akan melanggengkan dominasi parpol dalam kancah perpolitikan Indonesia. Monopoli ini berbahaya, seperti halnya monopoli tentara di jaman Orde Baru, jelasnya.

Tags: