Sengketa SKLN Di MK Menjadi Solusi Terbaik
Perseteruan MA-BPK

Sengketa SKLN Di MK Menjadi Solusi Terbaik

Setelah KY, BPK bisa menjadi seteru MA berikutnya. MK menyatakan siap untuk menjadi mediator ataupun menggelar sidang SKLN.

Rzk/NNC/Mon
Bacaan 2 Menit
Sengketa SKLN Di MK Menjadi Solusi Terbaik
Hukumonline

Badan Pemeriksa Keuangan

(BPK) memang layak dinobatkan sebagai newsmaker terhangat minggu ini. Ada dua alasan. Pertama, pemecatan salah seorang pejabat BPK yang menjadi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedua, yang terhangat adalah langkah BPK melaporkan Mahkamah Agung (MA) karena menolak biaya perkaranya diaudit. Untuk yang terakhir ini, pandangan sejumlah kalangan terbelah, sebagian ada yang menyayangkan aksi BPK ini sedangkan sebagian lainnya mendukung.

"Mumpung di bulan Ramadhan, hal-hal seperti ini mestinya dapat diselesaikan dengan cara-cara yang konstitusional, bukan damai dalam arti negatif," begitu komentar Ketua

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid, menanggapi polemik yang terjadi antara MA-BPK.

Hidayat menyayangkan sikap resistensi yang ditunjukkan oleh MA. Sebagai lembaga negara di bidang penegakan hukum, MA seharusnya memberikan teladan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, MA harus rela diaudit karena BPK adalah lembaga yang diberi mandat oleh undang-undang untuk memeriksa keuangan negara. "Lebih elegan kalau MA tunduk saja," imbuhnya.

Hidayat khawatir perseteruan ini akan menimbulkan dampak psikologis yang kurang baik terhadap masyarakat. Semakin banyak lembaga negara yang berseteru maka semakin turun tingkat kepercayaan masyarakat. "Masyarakat akan jadi apatis kalau lembaga negara saling melaporkan satu-sama lain seperti ini," tukasnya.

Lebih lanjut, Hidayat memandang salah satu pangkal permasalahan ini adalah pertentangan kewenangan yang masing-masing memiliki dasar hukum. BPK, sebagaimana telah diberitakan, merasa berwenang mengaudit biaya perkara dengan dasar UU No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak. Sementara, MA berlindung dibalik Pasal 121 dan Pasal 182-183 Het Herziene Indonesisch Regelement (HIR). "Kenapa tidak, dicoba diajukan judicial review agar aturannya jelas dan tidak bertentangan satu sama lain," usulnya.

Solusi lain yang dapat ditempuh, menurut Hidayat, adalah dengan membawa perseteruan ini ke Mahkamah Konstitusi sebagai sengketa kewenangan antar lembaga negara (SKLN). Dia memandang ini adalah solusi terbaik karena konstitusi telah memberi mandat kepada MK untuk memfasilitasi dan sekaligus memberikan jalan keluar atas sengketa antar lembaga negara.

Justifikasi SKLN

Sementara itu, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Teten Masduki menilai sikap yang ditunjukkan MA adalah bentuk arogansi kelembagaan yang berlebihan. Sepaham Ketua MPR, Teten berpendapat MA seharusnya menjadi role model (contoh) bagi penerapan prinsip-prinsip Good Governance melalui audit sistem keuangan. "Jika dia menolak berarti dalam MA ada persoalan dengan good governance-nya, dan itu patut kita sesalkan," ujar Teten.

Desakan agar perseteruan MA-BPK diselesaikan di MK, disambut baik oleh si mpunya lembaga.

Ditemui di ruang kerjanya Rabu (19/9), Ketua MK Jimly Asshiddiqie mempersilahkan apabila kedua lembaga yang bertikai ingin menyelesaikan masalahnya di MK. Berdasarkan Pasal 65 UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK, MA sebenarnya tidak dapat menjadi pihak dalam perkara SKLN. Namun, MK telah melakukan terobosan dengan menetapkan bahwa MA tidak dapat menjadi pihak dalam SKLN apabila berkaitan dengan putusan pengadilan.

"Untuk hal lainnya, seperti pengelolaan keuangan, administrasi, personalia, MA masih bisa masuk sebagai pihak yang berperkara," jelas Jimly.

Peraturan MK No. 08/PMK/2006

Pasal 2 ayat (3)

Mahkamah Agung (MA) tidak dapat menjadi pihak, baik sebagai pemohon ataupun termohon dalam sengketa kewenangan teknis peradilan (yustisial).

Namun begitu, Jimly berharap penyelesaian melalui SKLN dijadikan alternatif jalan terakhir. MA-BPK diharapkan bersedia bersikap dewasa, duduk bersama mencari jalan keluar yang terbaik bagi kedua lembaga. Untuk itu, Jimly menyatakan MK siap menjadi penengah atau mediator. "Saya mau menggaris bawahi di sini. Perselisihan antara kedua lembaga negara ini jangan dianggap sebagai sesuatu yagn negatif. Ini justru menjadi bahan pembelajaran dan pendewasaan masyarakat asal ada pemecahan masalah dengan cara rasional," pungkasnya.

 

Tags: