Menyoal Kemungkinan PK Atas PK
Berita

Menyoal Kemungkinan PK Atas PK

Usaha PK TPM atas perkara terpidana mati kasus Bom Bali Amrozi kandas sudah. Bagir Manan mewanti, tidak ada lagi PK kedua buat Amrozi. Benarkah tidak dibenarkan double PK?

NNC
Bacaan 2 Menit
Menyoal Kemungkinan PK Atas PK
Hukumonline

 

Saat ditanyai lagi tentang temuan multi PK yang masih acap terjadi di MA, Bagir mengatakan, ia menjawab seperti itu lantaran ditanyai wartawan saja. Ditanyai begitu ya saya jawab memang ketentuan Undang-undang seperti itu, katanya enteng.

 

Ditemui di ruang kerjanya,  Rabu (12/9), Kepala Biro Hukum dan Humas Nurhadi mengatakan, PK lebih dari sekali memang justru marak terjadi beberapa waktu sebelum UU Kekuasaan Kehakiman (UU No 4/2004) muncul. Kalau  itu karena kesalahan administrasi jelas tidak mungkin. Sebab, pemeriksaan memori di Judex Factie pasti tidak mungkin terlewat, jelas Nurhadi.

 

Sementara menurut Pengajar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta Chaerul Huda mengatakan, sebaiknya memang PK bisa dilakukan sepanjang novum ditemukan. Kalau PK ditutup, hak pencari keadilan mau dikemanakan. Kalau misalnya dia memang menemukan fakta baru yang pernah terlewat dan belum pernah diungkap pada PK sebelumnya, kan hilang hak mendapat kebenaran materiil, ujarnya.

 

Menurut Pengajar Hukum Acara Perdata Universitas Indonesia Yoni A Setyono, PK atas PK justru menimbulkan ketidakpastian hukum. Sebab ketika perkara sudah melewati satu kali PK, ia sudah menempuh jalur upaya hukum luar biasa. Kalau tidak dibatasi seperti itu, perkara nggak selesai-selesai, nanti tidak ada kepastian hukum, ujarnya. Itulah kenapa, setelah beberapa kejadian PK atas PK yang isinya bertentangan dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum, pembentuk Undang-undang lalu membikin ketentuan yang melarang PK atas PK, pungkasnya.

 

Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan mengatakan tidak  ada lagi Peninjauan Kembali (PK) bagi Amrozi. Cukup sudah sekali, Undang-undang melarang adanya PK atas PK, ujar Bagir pada sebuah perhelatan di Denpasar Bali. Tetapi ketika KUHAP tidak mengatur hak jaksa mengajukan PK, Ketua MA justru menyatakan dukungannya.

 

Payung hukum yang dimaksud Bagir tak lain adalah Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 23 ayat (2)  UU tersebut disebutkan, Terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali. Namun terlanjur menjadi kebiasaan, Achmad Michdan pun saat dihubungi hukumonline menyatakan hendak mengajukan PK kedua atas penolakan PK pertamanya.

 

Pernyataan Bagir di depan wartawan di Pulau Dewata tersebut sempat menimbulkan respon dari Komisi Yudisial (KY). Anggota KY koordinator bidang Pengawasan Hakim Irawady Joenoes menganggap pernyataan Ketua MA tidak seperti apa yang terjadi di lapangan. Benar Ketua MA mengatakan hanya ada satu kali PK menurut Undang-undang. Tapi realitas yang kami temukan lain, ujarnya lewat saluran telepon, Selasa (11/9).

 

Dari laporan yang diterima KY, lanjutnya, ada sekitar lima laporan yang substansi persoalan menyangkut perkara PK atas PK. Laporan ini bukan surat kaleng, identitasnya jelas, alamat jelas, perkara yang dipersoalkan juga jelas.  Jadi pernyataan Ketua MA itu inkonsisten dengan kenyataan di lapangan. Bahkan ada perkara yang PK sampai tiga kali, beber Irawady.

 

Namun mantan jaksa itu mengaku, laporan adanya multi PK tersebut belum sempat dicek ulang ke MA, apakah benar register perkara yang dilaporkan tersebut berisi persoalan si pelapor ataukah bukan. Kami juga belum tahu, apakah ini kesengajaan hakim ataukah hanya sebatas kesalahan administrasi, tambahnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: