Amandemen UUD 1945 Gagal, DPD Incar Revisi UU Susduk
Berita

Amandemen UUD 1945 Gagal, DPD Incar Revisi UU Susduk

Penolakan mayoritas fraksi di DPR bukan berarti ketidaksetujuan atas gagasan penguatan DPD.

Rzk
Bacaan 2 Menit
Amandemen UUD 1945 Gagal, DPD Incar Revisi UU Susduk
Hukumonline

 

Desain melemahkan

Peneliti Utama bidang Politik LIPI Syamsudin Haris mengatakan perubahan terhadap UU Susduk penting bagi penguatan DPD karena UU tersebut telah mendesain DPD semakin lemah. Menurut Syamsudin, UU Susduk seharusnya memuat aturan-aturan yang lebih operasional dari ketentuan Konstitusi. UU Susduk seharusnya memberi peluang supaya DPD bisa menyumbang kontribusi yang lebih dari sekedar memberikan masukan, ujarnya.

 

Dalam konteks proses legislasi, Pasal 22D ayat (2) menyatakan DPD ikut membahas RUU berkaitan dengan kepentingan daerah, serta memberikan pertimbangan atas RUU APBN dan yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. Namun, UU Susduk menjabarkan lebih detil bahwa pembahasan antara DPR dengan DPD hanya dilaksanakan pada pembicaraan tingkat I.

 

Pasal 136, Tatib DPR

(1)   Pembahasan Rancangan Undang-Undang dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan.

(2)   Dua tingkat pembicaraan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a.      Tingkat I dalam Rapat Komisi, Rapat Gabungan Komisi, Rapat Badan Legislasi, Rapat Panitia Anggaran, atau Rapat Panitia Khusus.

b.      Tingkat II dalam Rapat Paripurna.

 

 

Sependapat dengan Syamsudin, Makmur Amir mengatakan penguatan DPD dapat dilakukan tanpa menabrak aturan dalam Konstitusi. Pengajar Hukum Tata Negara (HTN) FHUI ini memandang dalam proses legislasi DPD seharusnya dapat memainkan peran yang signifikan apabila dilibatkan sejak awal hingga akhir proses pembahasan suatu RUU. Hanya saja, DPD tetap tidak bisa ikut dalam proses pengambilan keputusan akhir karena tidak memungkinkan menurut Konstitusi. 

 

Menyambut gagasan Makmur, Nusron mengatakan hal tersebut mungkin saja diterapkan. Hanya saja, Nusron tidak dapat memastikan apakah gagasan tersebut bisa langsung diterapkan dalam pembahasan RUU Susduk karena DPR harus tunduk pada aturan main dalam Konstitusi. Sekali lagi, penguatan DPD pada dasarnya oke selama itu tidak menabrak konstitusi, ujarnya.

 

Tekad Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menguatkan taji sudah benar-benar bulat. Walaupun jalur amandemen UUD 1945 sudah resmi kandas, DPD bersikap pantang mundur dan telah mempersiapkan strategi baru yakni dengan ‘membonceng' proses pembahasan RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD (Susduk). Seperti halnya gagasan amandemen UUD 1945, DPD menginginkan RUU Susduk yang diproyeksikan menggantikan UU No. 22 Tahun 2003 ini memuat ketentuan yang memberikan peran yang lebih besar kepada DPD, khususnya di bidang legislasi.

 

Kita menginginkan keterlibatan yang lebih lengkap sesuai dengan mandat DPD, tidak seperti sekarang yang hanya terbatas pada pembahasan tingkat I, tegas Sarwono Kusumaatmadja, Ketua Panitia Adhoc II DPD, dalam acara diskusi ‘Isu-isu Strategis Dalam Perubahan UU Susduk' (10/8).

 

Menurut Sarwono, RUU Susduk sekarang menjadi pilihan strategis karena DPD setidaknya dapat terlibat dalam proses pembahasannya. Dia memandang pelibatan DPD membahas RUU ini penting untuk memastikan agar kewenangan DPD yang sudah didesain begitu terbatas dalam Konstitusi tidak semakin terbatas. Selain itu, dominasi sikap fraksi yang mengekang anggotanya pun dapat diminimalisir karena DPD bisa mengawal prosesnya. Oleh karenanya, suara DPD harus didengar, harapnya.

 

Harapan yang dikemukakan Sarwono mendapat angin segar dari salah seorang anggota Pansus RUU Susduk Nusron Wahid. Anggota DPR dari F-PG ini menegaskan bahwa sebenarnya seluruh elemen DPR mendukung setiap gagasan penguatan lembaga perwakilan dalam kerangka check and balances, tidak terkecuali DPD. Penolakan mayoritas fraksi di DPR, menurut Nusron, jangan dipandang sebagai ketidaksetujuan atas gagasan penguatan DPD. Kita tidak mau ada lembaga zombi yang dibiayai oleh negara tetapi tidak memiliki otoritas yang kuat, tambahnya.

 

Hanya saja, dia mengingatkan koridornya tetap aturan Konstitusi. Artinya, selama belum amandemen maka upaya penguatan DPD melalui acara apapun akan dibatasi oleh Konstitusi. Untuk sementara yang bisa diakomodir oleh Pansus adalah dengan mengadakan bab khusus tentang hubungan antar lembaga. Di dalamnya akan diatur mekanisme check and balances antara DPR dan DPD, diantaranya dengan lebih melibatkan DPD dalam rapat-rapat DPR.

Tags: