DPR Setujui Ratifikasi Dua Kovenan Internasional
Berita

DPR Setujui Ratifikasi Dua Kovenan Internasional

Sebelum pemerintah memproses dua kovenan ini sudah banyak ketentuan yang diserap dalam berbagai produk perundang-undangan Indonesia.

CR-2
Bacaan 2 Menit
DPR Setujui Ratifikasi Dua Kovenan Internasional
Hukumonline

 

Sementara, dalam pendapat akhirnya terhadap ratifikasi dua kovenan diatas, fraksi-PKS memberikan beberapa catatan. Antara lain Pasal I dua kovenan yang menyebutkan hak menentukan nasib sendiri sebaiknya tidak berlaku bagi upaya pemisahan diri dari NKRI. Selain itu, dua kovenan ini diharapkan menjadi bagian pertimbangan hukum dalam menerapkan kebijakan yang dapat berdampak pada pengurangan atau pelanggaran HAM seperti dalam kasus hak milik atas tanah.

 

Selanjutnya, F-PKS mengingatkan pada bagian II ICCPR telah sesuai dengan UU No.29/1998 tentang Ratifikasi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi. Namun Indonesia mereservasi ketentuan untuk tidak menerima kewajiban mengajukan sengketa ke Mahkamah Internasional, kecuali melalui kesepakatan negara yang bersengketa. Hal ini agar Indonesia tidak dibebani warga asing yang memiliki persoalan hukum di Indonesia. Untuk itu, fraksi F-PKS berpandangan pemerintah perlu melakukan langkah yang sama sebagaimana pada UU No.29/1998.

 

Mengenai pelaksanaan hukuman mati di Indonesia yang bertentangan dengan Pasal 6-7 ICCPR, fraksi tersebut menilai hal ini bukan pelanggaran atas hak hidup, bentuk kekejian ataupun tindakan tidak manusiawi. Namun perlu ditekankan bahwa penegakkan hukum di Indonesia masih membutuhkan hukuman yang memiliki efek jera, terutama untuk pemberantasan narkoba dan tindak pidana korupsi.

Seluruh fraksi DPR sepakat menyetujui dua RUU tentang Pengesahan Kovenan Internasional. Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda menyatakan dengan disetujuinya ratifikasi dua kovenan tentang International Covenant on Civil and Political Rights  (ICCPR) dan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) ini, maka Indonesia berpeluang menyesuaikan perundang-undangan secara harmonis dengan ketentuan internasional.

 

Meskipun demikian, lanjutnya, sebelum pemerintah memproses dua kovenan ini sudah banyak ketentuan yang diserap dalam berbagai produk perundang-undangan Indonesia.

 

Yang menambah kewajiban kita khususnya dengan meratifikasi kovenan tentang hak sipil dan politik maka kita juga mengikatkan diri pada satu bentuk pemantauan oleh masyarakat internasional terhadap implementasi kovenan ini. Jadi kita punya kewajiban secara berkala, seingat saya dua tahun, untuk membuat laporan implementasi kovenan ini terhadap komite HAM di PBB, papar Hassan di sela-sela rapat paripurna DPR, Jumat (30/09).

 

Ia menambahkan, laporan ke komite HAM PBB tersebut tidak berarti harus berbentuk pembahasan kembali kasus pelanggaran HAM. Pemantauan ini, kata dia, dimaksudkan agar negara-negara tertib melaksanakan ketentuan dan norma dalam kovenan. Jadi tidak membuka kesempatan masyarakat internasional membuka kembali kasus HAM, cetusnya.

Tags: