Revisi UU, Hapus Monopoli Bioskop
Berita

Revisi UU, Hapus Monopoli Bioskop

KPPU telah siapkan draf revisi jika revisi diinginkan.

CR-11
Bacaan 2 Menit
KPPU telah siapkan draf revisi jika revisi diinginkan. Foto: SGP
KPPU telah siapkan draf revisi jika revisi diinginkan. Foto: SGP

Monopoli bioskop bukan lagi isu baru di Indonesia. Beberapa waktu yang lalu, Monopoly Watch melaporkan Group 21 atas dugaan praktik monopoli bioskop dan distribusi film impor. Oleh karena itu, regulasi mengenai persaingan usaha harus direvisi.

 

Menurut seorang kritikus film Eric Sasono, praktik monopoli terjadi karena tidak adanya aturan struktural. Terutama mengenai hubungan kekerabatan antara kepemilikan afiliasi bioskop dengan distributor. Yaitu, impor film asing yang dapat menimbulkan adanya integrasi vertikal yang diatur dalam UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

 

“Undang-undang ini harus direvisi. Pasalnya, di dalamnya hanya diatur mengenai perilaku pelaku usaha. Sedangkan aturan strukturalnya tidak dijelaskan dalam undang-undang ini,” ungkapnya di Jakarta, Selasa (20/12).

 

Dia menunjuk Pasal 26. Disebutkan, bahwa seorang pemilik sebuah perusahaan dilarang menjabat sebagai direksi di perusahaan lain yang memiliki keterkaitan erat dalam bidang atau jasa. Namun, lanjut Eric, bagaimana jika dua orang yang berkerabat bekerjasama dalam usaha yang saling keterkaitan. Hal ini dia nilai akan menjadi permasalahan dalam monopoli bioskop di Indonesia.

 

Eric menuturkan, patut dicurigai integrasi vertikal. Yaitu, antara pemilik Group 21 dengan distributor film impor dikhawatirkan memiliki hubungan kekerabatan.

 

Menurutnya, jika Group 21 memang memiliki hubungan vertical dengan importir film,  maka akan mematikan pesaing mereka karena memanfaatkan alat film impor untuk menentukan dan mengarahkan pasar.

 

Namun, integrasi vertikal yang sempat dicurigai dilakukan oleh Group 21 ternyata tidak terbukti. Pada tahun 2003, pihak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan bahwa bioskop yang memiliki cabang kurang lebih 128 bioskop di seluruh Indonesia ini tidak terbukti melakukan praktik monopoli bioskop dan distribusi film impor, integrasi vertikal, ataupun penyalahgunaan posisi dominan.

Tags: