Aturan Verifikasi Parpol Inkonstitusional
Utama

Aturan Verifikasi Parpol Inkonstitusional

Meski aturan kewajiban verifikasi Parpol dibatalkan tidak secara otomatis setiap Parpol berhak mengikuti Pemilu 2014 jika tidak lolos parliamentary threshold.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
MK nyatakan syarat verifikasi Parpol inkonstitusional. <br> Foto: Sgp
MK nyatakan syarat verifikasi Parpol inkonstitusional. <br> Foto: Sgp

Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan pengujian Pasal 51 ayat (1) UU No 2 Tahun 2011 tentang Perubahan UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik yang dimohonkan 24 partai kecil. Tergabung sebagai pemohon antara lain PPD, Partai Demokrasi Pembaruan, Partai Patriot, PBB, PDS, PKPI, Partai Matahari Bangsa, PNBK, PIB, Partai Pengusaha dan Pekerja indonesia, Partai Pelopor, Partai Indonesia Sejahtera, Partai Pemuda Indonesia, Partai Kasih Demokrasi Indonesia, dan Partai Penegak Demokrasi Indonesia  

 

“Pasal 51 ayat (1), Pasal 51 ayat (1a) sepanjang frasa ‘verifikasi partai politik sebagaimana dimaksud ayat (1)’, Pasal 51 ayat (1b), Pasal 51 ayat (1c) UU Parpol bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai hukum mengikat,” ucap Ketua Majelis MK Moh Mahfud MD di ruang sidang Gedung MK Jakarta, Senin (4/7).

 

Sebagaimana diketahui, Pasal 51 ayat (1) UU Parpol itu mewajibkan kepada para pemohon untuk mengikuti tahap verifikasi dalam tenggang waktu 2,5 tahun sebelum Pemilu 2014. Para pemohon menilai pasal ini sengaja dibuat untuk mempersulit atau meniadakan parpol baru atau parpol kecil untuk mengikuti Pemilu 2014 mendatang.

 

Aturan itu juga dinilai menghambat kebebasan masyarakat mendirikan parpol sebagai corong demokrasi. Misalnya, setiap parpol harus memiliki kepengurusan di 100 persen provinsi, 75 persen kabupaten/kota, dan 50 persen kecamatan. Akibatnya, jika syarat verifikasi itu tidak dipenuhi, maka partai yang bersangkutan tak mendapatkan status badan hukum baru.

    

Para pemohon berpendapat mereka sebenarnya telah berbadan hukum pada saat mengikuti Pemilu 2009. Merujuk pada Pasal 8 ayat (2) UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif, para pemohon juga dijamin untuk enjadi peserta pemilu berikutnya. Karena itu, 24 Parpol yang tak lolos ambang batas parlemen (parliamentary threshold) itu meminta MK membatalkan Pasal 51 ayat (1) karena bertentangan dengan Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

 

Dalam pertimbangan putusannya, Mahkamah menyatakan kewajiban mengikuti verifikasi mempunyai akibat hukum terhadap eksistensi para pemohon sebagai parpol yang berbadan hukum. Artinya, para pemohon akan kehilangan status badan hukumnya jika tidak lolos verifikasi. “Ini akan melanggar kepastian hukum yang telah dijamin undang-undang sebelumnya,” kata hakim konstitusi Muhammad Alim.

 

Menurut Mahkamah, perlindungan parpol yang telah berstatus badan hukum yang diberikan UU No 2 Tahun 2008 dan UU No 10 Tahun 2008 telah dihilangkan oleh Pasal 51 ayat (1) UU Parpol itu. Parpol yang gagal mendudukkan wakilnya di lembaga perwakilan tidak serta merta kehilangan status badan hukum dan tetap memiliki hak konstitusional untuk mengikuti pemilu berikutnya dengan memenuhi syarat yang ditentukan.

 

Dengan demikian akan tetap terjamin hak berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat yang dimiliki anggota sebuah parpol. Eksistensi parpol yang berbadan hukum juga akan terjamin, meskipun gagal menempatkan kadernya di lembaga perwakilan dalam suatu masa pemilu. Hal ini juga untuk menghindari adanya musim pendirian parpol pada saat menjelang pelaksanaan Pemilu.

 

Kuasa hukum para pemohon, Didik Supriyanto mengatakan putusan MK ini menegaskan bahwa para pemohon tetap berbadan hukum dan bisa mengikuti pemilu sesuai persyaratan dalam UU Pemilu yang baru. “Cuma kita berpesan kepada pembuat undang-undang, ternyata mereka telah salah membuat undang-undang ini yang bertentangan dengan UUD 1945,” kata Sekjen Dewan Presidium Forum Persatuan Nasional itu usai pembacaan putusan.

 

Didik berharap UU Pemilu yang baru nanti tidak melakukan kesalahan yang sama. “Katanya, dalam draf RUU Pemilu hanya sembilan parpol yang lolos parliamentary threshold yang berhak ikut Pemilu 2014, yang tidak lolos nggak boleh ikut pemilu. Jangan sampai pasal itu masuk dalam UU Pemilu yang baru,” ujarnya mengingatkan. “Jika pasal itu masuk akan kita gugat lagi karena jelas-jelas diskriminasi.”

 

Direktur Litigasi Kemenkumham Mualimin Abdi mengingatkan meski aturan kewajiban verifikasi dibatalkan tidak secara otomatis parpol gurem berhak mengikuti Pemilu 2014. Mereka tetap diwajibkan lolos parliamentary threshold yakni minimal memperoleh 13 atau 14 kursi di DPR. “Misalnya, PBB tidak lolos parliamentary threshold dalam Pemilu 2009, tidak secara otomatis bisa ikut Pemilu 2014 meski verifikasi tidak perlu,” kata Mualimin.

 

Menurutnya, putusan MK hanya menegaskan bahwa parpol yang telah memenuhi electoral threshold sesuai syarat yang ditentukan Pasal 315 UU No 10 Tahun 2008 tidak perlu verifikasi lagi. Sebab, persyaratan verifikasi itu sangat berat.

 

“Dengan dihapusnya aturan verifikasi ini, maka setiap Parpol yang tak lolos parliamentary threshold bisa ikut Pemilu 2014 dengan cara menggabungkan diri dengan parpol lain agar memenuhi parliamentary threshold,” tambahnya.

 

Tags: