Pemerintah Emoh Untungkan Advokat Asing
Utama

Pemerintah Emoh Untungkan Advokat Asing

Kalangan advokat Indonesia diminta memberi masukan terkait liberalisasi jasa konsultan hukum.

Oleh:
Leo Wisnu Susapto/Abdul Razak Asri
Bacaan 2 Menit
Ditjen AHU mulai bahas persiapan antisipasi liberalisasi jasa<br> konsultan hukum. Foto: Sgp
Ditjen AHU mulai bahas persiapan antisipasi liberalisasi jasa<br> konsultan hukum. Foto: Sgp

Kamis lalu (26/5), berdasarkan informasi yang diperoleh hukumonline, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenhukham) menggelar pertemuan dengan sejumlah kantor advokat. Pertemuan ini diadakan Kemenhukham untuk menjaring masukan dari kantor-kantor advokat terkait wacana liberalisasi jasa konsultan hukum.

Saat dikonfirmasi, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Aidir Amin Daud mengaku mengetahui acara pertemuan tersebut. “Direktur Perdata mewakili saya dalam pertemuan itu, karena saya membahas revisi UU Partai Politik di DPR,” ujarnya kepada hukumonline, Jumat (27/5).

Dihubungi terpisah, Direktur Perdata Ditjen AHU Sjafruddin membenarkan adanya pertemuan dengan sejumlah kantor advokat itu. “Pemerintah meminta masukan pelaku terkait liberalisasi sektor jasa, khususnya konsultan hukum,” dia menjelaskan.

Pemerintah, lanjut Sjafruddin, meminta kalangan advokat untuk melakukan persiapan matang dengan waktu cukup lama dalam rangka mengantisipasi liberalisasi sektor jasa terutama jasa konsultan hukum. Hal itu dilakukan karena pemerintah berpandangan, konsultan hukum di Indonesia yang paling tahu kelemahan dan kelebihan mereka sendiri. Sehingga, masukan kali ini akan menentukan sikap pemerintah terhadap kesepakatan menerapkan liberalisasi sektor jasa konsultan pada 2015 di ASEAN.

Sebelum dan setelah diterapkan, lanjutnya, lembaga yang bertanggungjawab akan liberalisasi sektor jasa konsultan hukum adalah Kemenhukham. Namun, masukan dari para pihak terkait tetap dianggap penting. “Karena pemerintah tidak mau dinilai sok tahu jika jasa konsultan hukum dibuka secara luas,” paparnya.

Masukan dari pelaku diharapkan mempengaruhi keputusan pemerintah membuka pintu liberalisasi jasa konsultan hukum. “Kita tidak mau keputusan kita nanti malah menguntungkan advokat asing,” tegasnya.

Tim pengawas
Mengenai data advokat asing yang mendapat izin dari Menhukham berpraktik di Indonesia, Direktur Perdata AHU mengutarakan, “Jumlahnya sudah hampir 50.”

Mereka, lanjutnya menyebar di 23 kantor konsultan hukum. Jumlah advokat asing di masing-masing kantor konsultan hukum berbeda-beda. “Ada yang satu hingga maksimal lima advokat asing. Karena ada ketentuan perbandingan, jika satu kantor mempekerjakan lima advokat lokal, maka bisa ada satu advokat asing.”

Mengenai aturan tentang advokat asing, diatur dalam Keputusan Menteri Nomor M.11-HT.04.02 Tahun 2004 yang menggantikan Kepmen No M.01-HT.04.02 Tahun 1997, 14 Juli 1997 tentang Penggunaan Ahli Hukum Warga Negara Asing oleh Kantor Konsultan Hukum Indonesia.

Lalu, untuk memastikan Kepmenhukham itu terealisasi, Sjafruddin mengutarakan pihaknya membentuk Tim Pemantauan Advokat Asing. Fungsi tim itu juga dioptimalkan di antaranya untuk memastikan kualitas advokat asing yang dipekerjakan oleh kantor advokat Indonesia tidak lebih rendah dari advokat lokal.

Sjafruddin mengaku mendengar sejumlah praktik advokat asing yang menyalahi aturan. Misalnya, hanya datang beberapa jam saja ke Indonesia lalu balik ke negaranya. Tindakan mengelabui seperti itu tidak dapat diberi sanksi oleh Ditjen AHU. “Hanya ditindak karena melanggar ketentuan imigrasi oleh lembaga yang berwenang,” sebutnya.

Jangan dijajah
Iswahjudi A Karim dari KarimSyah, salah seorang advokat yang hadir dalam pertemuan di Kemenhukham, menuturkan bahwa liberalisasi jasa konsultan hukum tidak dapat dielakkan lagi. Untuk itu, advokat Indonesia harus menyiapkan diri menghadapi ekspansi advokat asing dari negara-negara ASEAN lainnya.

Dalam pertemuan di Kemenhukham, kata Iswahjudi, berkembang beragam usulan. Misalnya, ada yang mengusulkan agar aturan advokat asing yang berlaku sekarang dipertahankan. Artinya, advokat asing yang akan berpraktik di Indonesia harus berafiliasi dengan kantor advokat Indonesia.

Selain itu, lanjut Iswahjudi, ada juga yang mengusulkan agar model joint venture dapat diterapkan antara kantor advokat asing dengan kantor advokat Indonesia. Untuk usulan yang satu ini, Iswahjudi berpendapat joint venture dapat saja diterapkan tetapi harus disertai pembatasan.

“Porsi kantor advokat asing jangan lebih dominan dari kantor advokat lokal, karena kalau dominan kita akan berada di posisi terjajah oleh asing,” ujarnya saat dihubungi hukumonline, Senin (30/5).

Tags: