Inpres Moratorium Mengecewakan Publik
Utama

Inpres Moratorium Mengecewakan Publik

Menyimpan potensi konflik antar lembaga dan masyarakat di tingkat lapangan.

Oleh:
Leo Wisnu Susapto
Bacaan 2 Menit
Inpres Moratorium banyak miliki celah untuk menambah kerusakan<br> hutan. Foto: Ilustrasi (Sgp)
Inpres Moratorium banyak miliki celah untuk menambah kerusakan<br> hutan. Foto: Ilustrasi (Sgp)

Belum juga berusia sehari, Instruksi Presiden No 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut menuai kritik. Publik menduga Inpres ini adalah produk hukum ramah pengusaha dan jauh dari tujuan penyelamatan hutan.

 

Peneliti ICEL, Giorgio ketika dihubungi, Jumat (20/5) menyatakan, “Ditinjau konteks agenda penyelamatan hutan, produk hukum ini tidak maksimal.”

 

Menurutnya, Inpres ini banyak memiliki celah untuk menambah kerusakan hutan. Dia menguraikan, Inpres menyatakan moratorium diberlakukan pada hutan primer dan hutan gambut. Padahal, ada 12 juta hektare (ha) lahan gambut berada di kawasan hutan sekunder.

 

Dia juga menduga, karena belum mendapat penjelasan tentang peta indikatif dalam lampiran Inpres, moratorium juga melingkupi taman nasional. Padahal, tanpa moratorium, taman nasional memang sudah dilindungi.

 

Pria yang akrab disapa Jojo ini mengkritik perintah Presiden pada Menteri Kehutanan dalam Inpres. Secara khusus Menhut diharuskan menunda penerbitan izin baru hutan alam primer dan lahan gambut yang ada di hutan konservasi. “Ini aneh, seharusnya tidak ada izin pemanfaatan hutan konservasi,” ungkapnya.

 

Jojo juga menyayangkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Kementerian Pertanian tidak termasuk instansi yang diberi peran. Pasalnya, pada 19 Mei 2011 atau sehari sebelumnya, keluar Peraturan Presiden No.28 Tahun 2011 tentang Penggunaan Kawasan Hutan Lindung untuk Penambangan Bawah Tanah.

 

Publik, ujar Jojo, dibuat bingung dengan terbitnya dua peraturan yang hampir sama. “Mana yang diacu?” tanyanya.

Tags: