Praktisi Dukung SEMA tentang Dokumen Elektronik
Utama

Praktisi Dukung SEMA tentang Dokumen Elektronik

MA menjadikan kelengkapan dokumen elektronik sebagai prosedur tetap untuk pemberkasan perkara kasasi dan PK.

Mys/Ihw
Bacaan 2 Menit
Penggunaan dokumen elektronik sebagai prosedur tetap<br>pemberkasan kasasi dan PK didukung kalangan praktisi. Foto: Sgp
Penggunaan dokumen elektronik sebagai prosedur tetap<br>pemberkasan kasasi dan PK didukung kalangan praktisi. Foto: Sgp

Mahkamah Agung tengah mensosialisasikan Surat Edaran No. 14 Tahun 2010 kepada panitera/sekretaris empat lingkungan peradilan seluruh Indonesia. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) ini mengatur tentang Dokumen Elektronik Sebagai Kelengkapan Permohonan Kasasi dan Peninjauan Kembali. Melalui SEMA ini Mahkamah Agung menjadikan kelengkapan dokumen elektronik sebagai prosedur tetap pemberkasan dari pengadilan pengaju ke Mahkamah Agung.

 

Untuk perkara perdata, perdata khusus, perdata agama, peradilan tata usaha negara, dan pajak dokumen elektronik yang harus disertakan pengadilan pengaju adalah putusan pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding. Lalu, untuk perkara pidana, pidana khusus, dan pidana militer, dokumen elektronik bukan hanya menyertakan putusan pengadilan tingkat pertama dan banding, tetapi juga surat dakwaan jaksa.

 

Dalam SEMA, Mahkamah Agung menyatakan dokumen elektronik tersebut menjadi kelengkapan bundel B. “Apabila dokumen elektronik tersebut tidak disertakan dalam berkas, Mahkamah Agung akan menyatakan berkas tersebut tidak lengkap dan dikembalikan ke pengadilan pengaju”. Meskipun sudah ditandatangani Ketua MA Harifin A Tumpa pada akhir tahun 2010, kebijakan ini mulai diterapkan pada 1 Maret mendatang.

 

Ketua Dewan Pengurus PBH PERADI, Ahmad Fikri Assegaf, menyambut baik SEMA No. 14 Tahun 2010. “Itu langkah tepat dan perlu disambut,” ujarnya kepada hukumonline.

 

Salah satu masalah utama dalam proses peradilan adalah ketiadaan transparansi. Masyarakat sulit mengakses dokumen. Selama putusan tahun masyarakat sulit mengakses putusan. Beberapa tahun belakangan Mahkamah Agung membuat terobosan lewat program transparansi. Kebijakan transparansi malah sudah diterapkan Mahkamah sebelum Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik terbit.

 

Melalui SEMA No. 14 Tahun 2010, Fikri berharap ada efisiensi penanganan perkara sehingga pencari keadilan bisa mengetahui perkembangan kasusnya di pengadilan, dan bagi aparat pengadilan sistem dokumen elektronik bisa membantu.

 

Advokat Firman Wijaya juga melihat protap dokumen elektronik seperti tertuang dalam SEMA sebagai langkah pas untuk mendorong penyelenggaraan peradilan yang cepat. Proses pengetikan putusan seringkali menjadi hambatan administrasi selama ini. Salinan putusan baru diterima para pihak dalam rentang waktu yang lama akibat pengadilan harus mengetik putusan. "Untuk alasan dimensi percepatan penanganan perkara, saya pikir SEMA ini cukup tepat," ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: