Gara-Gara Mogok, Ratusan Karyawan McDonald's Dipecat
Berita

Gara-Gara Mogok, Ratusan Karyawan McDonald's Dipecat

Perusahaan berdalih mogok kerja yang dilakukan karyawan tak tepat. Selain dilakukan di jam kerja, seharusnya isi tuntutan mogok ditujukan ke manajemen McD yang lama.

ASh
Bacaan 2 Menit
Gara-Gara Mogok, Ratusan Karyawan McDonald's Dipecat
Hukumonline

Gara-gara mogok sebulan dan dianggap mangkir kerja, 141 karyawan McDonald's –di bawah nama PT Rekso Nasional Food (RNF)- dipecat. Nasib itu menimpa Mirawati dan 140 karyawan McDonald's lainnya yang tersebar di wilayah Jabodetabek. Umumnya mereka bekerja sebagai crew dan crew trainer restaurant yang telah mengabdi berkisar 9 hingga 15 tahun di perusahaan jajanan ala Amerika itu. Guna memperoleh penetapan PHK, perusahaan mengugat Mirawati dkk ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta.

 

Legal and HR Coordinator RNF, Fredy Jhon Kainama menceritakan bermula dari adanya penjualan aset McD dari PT Bina Nusa Rama (BNR) ke RNF yang telah disosialisasikan pada 13 April 2009. Pengalihan ini direncanakan akan terealisasi pada 3 Juni 2009. Dalam sosialisasi itu, BNR dan RNF lewat Top Management Team (TMT) memberikan pilihan status kepada karyawan McD untuk bersedia bergabung atau tidak dengan manajemen baru yakni RNF.

 

Karyawan BNR yang memilih bergabung, kata Fredy, disyaratkan menandatangani transfer letter, sehingga segala hak normatif terakumulasi dan diakui secara sah oleh RNF. Sementara yang tak bersedia bergabung diminta membuat surat pernyataan. Lalu, karyawan bersangkutan akan diproses PHK sesuai ketentuan UU Ketenagakerjaan. Alhasil, rencana itu mendapat respon positif sebagian besar karyawan BNR yang tercatat sekitar 5000-an. Mirawati dkk termasuk kelompok karyawan yang siap bergabung dengan RNF dan telah menandatangani transfer letter.

 

Menurut Fredy, dalam UU Ketenagakerjaan dinyatakan jika terjadi pengalihan atau penggabungan, maka karyawan berhak untuk menentukan bergabung atau tidak dengan manajemen baru. “Sebenarnya status karyawan BNR tak berubah dan diakui sebagai karyawan tetap termasuk masa kerja berikut hak dan manfaat yang diperoleh sebelumnya. Sebenarnya tak ada masalah,” kata Fredy. “Saat Mirawati dkk menjalankan aktivitasnya, mereka tetap terima THR dari RNF dan hak-hak lainnya. Mana mungkin Anda baru kerja tiga bulan dapat THR?”

 

Namun, lanjut Fredy, ketika perusahaan menyodorkan surat pengunduran diri, seluruh karyawan menerima. Kecuali Mirawati dan 140 karyawan lainnya. Padahal, surat keterangan pengunduran diri itu hanya untuk mencairkan Jamsostek khususnya untuk program Jaminan Hari Tua (JHT). Permasalahannya, Mirawati dkk meminta hak yang sama dengan sebagian besar karyawan yang memilih tak bergabung dan di-PHK ketika mereka mendapatkan uang kompensasi sebesar dua kali ketentuan Pasal 156 UU Ketenagakerjaan. “Kasarnya, kalau saja dulu tahu dapat dua kali pesangon mendingan di-PHK daripada melanjutkan pekerjaan di manajemen baru,” katanya.

 

Terkait mogok kerja yang dilakukan karyawan pada 3 September hingga 1 Oktober 2009, menurut Fredy seharusnya ditujukan ke BNR. Pasalnya, Mirawati dkk sempat ‘menggugat’ BNR ke Sudinakertrans Jakarta Selatan dan anjurannya agar BNR membayar pesangon dua kali ketentuan Undang-Undang. Tetapi, belum memiliki kekuatan hukum karena belum menggugat ke PHI. “Mogok itu sebenarnya hal yang terpisah yang seharusnya ditujukan ke BNR yang tak mencairkan dua kali PMTK, bukan RNF. Jadi mogoknya keliru, kenapa mereka tak minta penetapan PHI?”

Tags:

Berita Terkait