Produsen Baja Nasional Kembali Menjerit
Berita

Produsen Baja Nasional Kembali Menjerit

Membludaknya impor produk kawat dan paku dari Cina menunjukkan Permendag No. 21/M-DAG/PER/6/2009 belum efektif.

Yoz
Bacaan 2 Menit
Produsen Baja Nasional Kembali Menjerit
Hukumonline

 

Masuknya produk paku dan kawat dari Cina juga akan mengurangi jumlah produksi dalam negeri. Menurut perkiraan IISIA, produksi paku nasional akan turun sekitar 50-60 ribu ton. Dimana total produksi tahun lalu sekitar 76.628 ton per tahun. Asosiasi ini juga memperkirakan impor paku dan kawat akan naik 200 persen dibandingkan impor 2008 yang mencapai 33 ribu ton.

 

Ario menambahkan, pada umumnya para importir membeli dan menjual produk-produk tersebut tanpa faktur pajak. Hal ini tentunya sangat merugikan penerimaan pajak negara. Oleh karena itu, ia mengusulkan kepada Depdag dan Dirjen Pajak serta kepolisian dapat melakukan upaya kerjasama berupa sweeping ke distributor dan toko-toko grosir bahan bangunan yang disinyalir banyak menjual produk kawat dan paku impor selundupan. Disamping itu, ia menganjurkan agar pemerintah lebih mengawasi pemberian izin, yang sesuai dengan kebutuhan dalam negeri dan kemampuan industri dalam negeri dalam menyuplai paku dan kawat.

 

Sekedar mengingatkan, Permendag No. 21/M-DAG/PER/6/2009 merupakan peraturan verifikasi impor yang dibuat Depdag untuk menyempurnakan Permendag No. 08/M-DAG/PER/2/2009 tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja. Dikeluarkannya Peraturan No. 21/2009 tersebut, lantaran para pengusaha baja nasional mengeluh karena posisi bisnis mereka terancam dengan kedatangan produk impor asal Cina. Namun sayangnya, baru sebulan peraturan ini terbit pengusaha baja lokal kembali menjerit dengan alasan yang sama dengan sebelumnya.

Peraturan tata niaga impor besi dan baja yang diterbitkan Menteri Perdagangan melalui Permendag No.21/M-DAG/PER/6/2009 tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja pada 11 Juni lalu, dianggap belum efektif dalam membendung impor baja khususnya untuk produk kawat dan paku. Bayangkan, sedikitnya 2 ribu ton paku dan kawat impor melengang masuk melalui pelabuhan di Surabaya dan Semarang sepanjang Mei dan Juni 2009.

 

Ario N. Setiantono meradang setelah mengetahui sebanyak 90 persen produk kawat dan paku asal Cina masuk ke Indonesia. Ketua The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) ini mengaku kecewa dengan keputusan pemerintah yang dianggap terlalu mudah memberikan izin impor melalui mekanisme importir terdaftar (IT) dan importir produsen (IP).

 

Bukan itu saja yang membuat Ario kesal. masuknya produk kawat dan paku asal negeri tirai bambu itu membuat produsen lokal sulit untuk bersaing dalam menjual produknya. Soalnya, harga jual paku impor lebih murah dibandingkan harga paku lokal. Menurut Ario, saat ini harga jual paku impor sekitar Rp7.200 per kilogram (kg), sedangkan harga paku lokal dijual dengan harga Rp7.900-Rp8.000 per kg.

 

Kondisi tersebut, kata Ario, dikarenakan produsen kawat dan paku dari Cina mendapatkan subsidi dari pemerintah Cina berupa pengembalian pajak sebesar 11 persen. Ditambah lagi para importir paku yang melakukan praktek under in voicing atau menyelundupkan kawat dan paku dengan sistem borongan atau menggunakan nomor harmonized system (HS) yang tidak bayar bea masuk.  Kami meminta kepada Dirjen Bea Cukai untuk memperketat pengawasan terhadap produk baja terutama kawat dan paku, ujarnya.

 

Sekadar catatan, menurut data Departemen Perindustrian (Deperin), jumlah importir yang sudah mengajukan Rencana Impor Barang (RIB) mencapai 800 perusahaan. Sedangkan yang sudah mendapatkan izin sekitar 250 hingga 300 perusahaan. Per Maret 2009, RIB yang sudah disetujui Deprin mencapai 29.500 ton. "Impor itu bisa masuk setelah pilpres," kata Ario. Jumlah ini diyakini akan terus bertambah karena masih ada importir yang masih dalam proses mengajukan izin. Bahkan, terdapat dua perusahaan yang telah diberikan izin impor sebanyak masing-masing 10 ribu ton impor paku, tambahnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: