Batavia Terbukti Wanprestasi Terhadap GMF
Utama

Batavia Terbukti Wanprestasi Terhadap GMF

Batavia Air terbukti wanprestasi dan berutang sebesar AS$ 1,191 juta terhadap Garuda Maintenance Ficilities AeroAsia. Dari tujuh pesawat yang diletakkan sita jaminan, hanya empat yang berhasil di eksekusi.

Mon
Bacaan 2 Menit
Batavia Terbukti Wanprestasi Terhadap GMF
Hukumonline

 

Sebelumnya, GMF dan Batavia menandatangani perjanjian Long Term Agreement pada 16 April 2003. Perjanjian itu kemudian diamandemen dengan Long Term Aircraft Maintenance Agreement pada 5 September 2006. Berdasarkan perjanjian itu, Batavia Air meminta GMF untuk melakukan perawatan dan perbaikan mesin pesawat, penjualan spare part, penyewaan tools, dan penggunaan tenaga kerja GMF. Nilai kontraknya adalah AS$ 1,191 juta. Namun hingga jatuh tempo dan digugat ke pengadilan, Batavia tak jua membayar kewajibannya pada GMF.

 

Dalam jawabannya, Batavia mengakui berutang namun membantah tudingan ingkar janji. Pasalnya, Batavia sebenarnya memiliki itikad baik untuk membayar utang secara bertahap sesuai dengan kemampuan Batavia. Namun GMF menolak tawaran itu. Hal itu sesuai dengan notulensi rapat Batavia dan GMF pada 27 Agustus 2008. Selain itu, menurut Batavia GMF sendiri belum menyelesaikan claim engine 857854.

 

Menurut majelis hakim, perjanjian pokok Batavia dan GMF telah dilaksakan sesuai dengan item order pekerjaan dan telah jatuh tempo. Jika tidak dibayar maka berdasarkan Pasal 1243 jo Pasal 1238 KUHPerdata, Batavia terbukti wanprestasi. Apalagi Batavia sendiri mengakui adanya utang. Bukti tersebut merupakan bukti yang sempurna dan tergugat wajib memenuhi kewajiban sebesar AS$ 1,191 juta.

 

Usai bersidang, kuasa hukum Batavia, Samuel L. Tobing, tidak bersedia memberikan komentar pada hukumonline. Sementara kuasa hukum GMF, Aridarmo Subagio menyatakan puas atas putusan hakim. Pertimbangan hakim sudah sangat tepat, ujarnya saat dihubungi melalui telepon. Menurutnya, GMF berhasil membuktikan Batavia wanprestasi berdasarkan bukti yang diajukan ke persidangan antara lain berupa perjanjian dan tagihan.

 

Mengenai pengurangan sita jaminan dari tujuh menjadi empat pesawat, Aridarmo menyatakan tidak keberatan. Tidak ada masalah, mudah-mudahan dengan empat pesawat sudah cukup untuk menutup utang Batavia ujarnya.

PT Garuda Maintenance Facilities AeroAsia (GMF) kembali memenangkan gugatan terhadap PT Metro Batavia (Batavia Air). Maskapai penerbangan lokal itu terbukti wanprestasi terhadap GMF atas perjanjian perbaikan dan perawatan mesin pesawat. Majelis hakim yang diketuai Sugeng Riyono menghukum Batavia untuk membayar utang kepada GMF sebesar AS$ 1,191 juta, plus  bunga enam persen per tahun. Tuntutan penggugat sangat wajar dan adil sehingga petitum (tuntutan) itu harus dikabulkan, ujar Sugeng saat membacakan putusan, Rabu (22/4) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

 

Meski demikian, tuntutan ganti rugi immateriil yang diajukan GMF sebesar AS$ 200 juta ditolak majelis hakim. Tuntutan itu dinilai sangat berlebihan. Menurut majelis hakim yang beranggotakan Panji Widagdo dan Reno Listowo, ganti rugi yang adil adalah AS$ 500 ribu.

 

Selain itu, majelis hakim juga menyatakan sah sita jaminan empat pesawat Batavia Air. Pesawat Boeing 737-200 yang disita terbukti milik Batavia dan tidak dalam agunan ke pihak ketiga. Pesawat tidak termasuk barang yang dilarang disita dan praktik peradilan membutuhkan sehingga untuk menghindari putusan illusioner (sia-sia) majelis hakim menetapkan sita jaminan, imbuh Sugeng.

 

Dalam penetapan sita jaminan 4 Maret 2009 lalu, majelis hakim meletakkan sita jaminan terhadap tujuh buat pesawat. Penyitaan pesawat sendiri sempat terhambat. Ketika eksekusi sita jaminan, juru sita Pengadilan Negeri Tanggerang hanya menemukan empat pesawat Batavia.

Halaman Selanjutnya:
Tags: