Adu Strategi Komisi I dan Menkominfo
Kasus MoU Microsoft

Adu Strategi Komisi I dan Menkominfo

Dua amunisi telah disiapkan Menkominfo untuk melanjutkan MoU dengan Microsoft. Merevisi Keppres Pengadaan Barang/Jasa dan jalan kompromi. Komisi I pasang target agar MoU itu ditinjau ulang.

Lut
Bacaan 2 Menit
Adu Strategi Komisi I dan Menkominfo
Hukumonline

 

Menurut Yusrron, MoU bukanlah sebuah perikatan perjanjian. Jika benar belum memiliki kekuatan hukum, MoU ini bukanlah sesuatu yang luar biasa untuk terlalu dibesar-besarkan. Namun, masalah ini tetap harus dipersoalkan agar pemerintah waspada bahwa ada celah-celah hukum dari MoU itu yang membahayakan, tandasnya.

 

Dua Langkah Alternatif

Sementara itu, Staf Ahli Menkominfo Alexander Rusli menegaskan bahwa pihaknya tengah menyiapkan dua langkah alternatif berkaitan dengan MoU tersebut.

 

Alternatif pertama, dengan merevisi Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Keppres tersebut, menurut Alex sudah dilrevisi 6 kali. Lima kali di antaranya untuk memberikan landasan hukum terkait penunjukkan langsung. Jadi, Tidak ada perubahan signifikan, hanya memberikan payung hukum saja terutama payung hukum untuk MoU dengan Microsoft ini, tandasnya.

 

Lainnya, bisa disebut sebagai jalan kompromi yakni dengan memparalelkan pelaksanaan MoU dengan open source yang saat ini tengah dikembangkan melalui IGOS (Indonesia Goes Open Source). Nantinya, kata Alex, MoU ini akan tetap dilaksanakan. Seiring dengan hal itu, tambah Alex, Menkominfo akan menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) yang mewajibkan semua produk elektronik yang masuk ke Indonesia wajib dilengkapi dengan driver untuk software open sources.

 

Draft Permen-nya sudah selesai. Ada satu masalah yang masih diperdebatkan yakni soal bentuk hukumnya. Apakah akan dikeluarkan bersamaan dengan Permendag atau seperti standar dari BSN (Badan Standarisasi Nasional, red), paparnya.

 

Gagasan adanya dua langkah alternatif itu dibenarkan oleh Menkominfo Sofyan Djalil. Ide itu sangat bagus. Tujuannya agar kita tidak bergantung pada satu platform (software) saja. Tapi kita tetap netral, ujar Sofyan.

 

Keinginan Menkominfo yang akan merevisi Keppres No. 80 Tahun 2003 itu sudah diprediksi sejak awal oleh Faisal Basri dalam beberapa kesempatan. Ia juga menyesalkan kebijakan pemerintah yang selalu berkutat pada vendor policy.

 

Ini betul-betul suatu keanehan yang hampir ajaib. Seharusnya negara membuat strategi atau kebijakan informasi dan teknologi informasi yang komprehensif. Yang tujuannya untuk membenahi infrastruktur IT yang masih amburadul. Ini malah ngurusi vendor policy. Saya bingung, pemerintah macam apa ini, tandasnya.

 

Marzuki Darusman, anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar menilai bahwa langkah merevisi Keppres tersebut merupakan kebiasan buruk Menkominfo. Masak anak dari sebuah regulasi yang keliru lalu induknya yang diubah. Dari dulu ia selalu begitu. PP yang keliru mengenai penyiaran malah dipertahankan. Sebaliknya, UU Penyiaran yang akan diubah. Saya nggak mengerti, falsafah hukum apa yang dianutnya, tandasnya.

 

Mantan Jaksa Agung ini menekankan bahwa Komisi I akan memintahkan agar MoU ini ditinjau ulang. Kita tidak apriori. Namun, jika Menkominfo ngotot dan tidak merevisi MoU ini secara memuaskan, kita akan melakukan penekanan agar MoU itu ditinjau ulang. Wong biang keroknya ada di pemerintah kok, tandasnya.

 

Dukungan

Sedikit dukungan disampaikan oleh Kepala Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik Bappenas Agus Rahardjo. Ia menyatakan, jika pemerintah tetap ingin melanjutkan MoU dengan Microsoft maka perlu disiapkan payung hukumnya. Yang paling mudah, lanjutnya, tentu saja dengan merevisi Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

 

Hanya saja, Agus mengingatkan, untuk mengeluarkan Keppres penunjukkan langsung itu syaratnya banyak. Kalau ada pekerjaan yang memerlukan penunjukkan langsung pasti presiden mempunyai pertimbangan kenapa pekerjaan ini harus dilakukan penunjukkan langsung. Pada prinsipnya, Pemerintah boleh melakukan penunjukkan langsung tapi harus memenuhi beberapa kriteria, paparnya.

 

Kriteria itu di antaranya terkait dengan kondisi darurat karena terjadi bencana alam. Sudah dipastikan bahwa pengadaan barang dan jasa dilakukan tanpa melalui lelang. Contohnya saat terjadi bencana tsunami. Itungannya biasanya dilakukan belakangan. Setelah diaudit oleh BPKP, baru dibayar oleh pemerintah, katanya.

 

Penunjukkan langsung bisa dilakukan jika ada pemegang hak paten yang tidak ada alternatif untuk barang tertentu. Di Indonesia, tidak pernah dilakukan tender untuk pengadaan listrik. Tarif itu resmi ditentukan pemerintah. Tarif PLN tidak pernah dilakukan tender karena memang tidak ada alternatif, jelasnya.

 

Selanjutnya, penunjukkan langsung bisa dilakukan terkait dengan rahasia negara. Namun, Agus mencontohkan untuk pembelian senjata saja bukan termasuk rahasia negara. Yang dimaksud rahasia negara jika terkait dengan penempatan hingga pengembangan yang dilakukan TNI untuk melengkapi peralatan militer tersebut.

 

Terakhir, yang boleh dilakukan penunjukkan langsung kalau nilainya kecil dan tidak layak untuk dilakukan lelang. Misalnya di bawah Rp 50 juta. Di luar itu, kalau kita ingin melakukan penunjukkan langsung harus ada payung hukumnya, tandasnya.

 

Selama ini, Keppres No. 80 Tahun 2003 itu sudah direvisi 6 kali. Lima kali di antaranya untuk memberikan landasan hukum terkait dengan penunjukkan langsung. Misalnya, begitu keluar pada November 2003, tidak lama kemudian ada dilakukan revisi terkait dengan penunjukkan langsung untuk melakukan reevaluasi penilaian terhadap harta peninggalannya BPPN. Jadi, konsultannya boleh ditunjuk langsung.

 

Revisi kedua terkait dengan Pilkada yang dilakukan pada periode Juni-Juli 2005. Revisi ketiga, untuk penanganan bencana di Aceh. Karena kondisinya mendesak dan darurat maka untuk mendesain rumah boleh dilakukan penunjukkan langsung. Khusus untuk revisi keempat, ada hal-hal lain yang memerlukan pengaturan lebih detil.

 

Untuk revisi kelima, terkait dengan perpanjangan proses rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh. BRR Aceh itu berakhir pada Juli 2006, diperpanjang hingga Desember 2006. Selanjutnya revisi keenam, lagi-lagi memberikan kewenangan untuk melakukan penunjukkan langsung untuk pelaksanaan Pilkada di NAD.

 

Jadi, Biasanya, pemerintah jika ingin melakukan penunjukkan langsung akan mempersiapkan payung hukumnya dulu. Demikian juga dengan MoU ini. Jika ingin selamat ya harus ada payung hukumnya, tandasnya.

Sehari menjelang 'pertarungan' Komisi I DPR RI dengan Menteri Komunikasi Informasi (Menkominfo) yang rencananya digelar pada Rabu (24/1), dua kubu saling menyiapkan strategi.

 

Dari informasi yang diperoleh Hukumonline, Menkominfo telah mengerahkan seluruh jajarannya guna menghadapi 'pertarungan' itu. Target pun telah dicanangkan: Memorandum of Understanding (MoU) dengan Microsoft harus tetap dilanjutkan!

 

Di Komisi I DPR juga tak kalah serunya. Salah satu yang mencolok adalah soal jadwal 'pertarungan' tersebut. Sedianya, jadwal sudah ditentukan Rabu (24/1) pukul 09.00 WIB. Agendanya membahas RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

 

Namun, karena dianggap tidak akan fokus dan tidak memiliki kekuatan hukum jika mempersoalkan MoU Microsoft hanya sekedar lewat, jadwal itu pun ditambah. Alhasil, jadwal Rabu (24/1) pukul 09.00 WIB dengan agenda RUU ITE dibatalkan. Sebagai gantinya, ‘pertarungan' dengan Menkominfo akan digelar malam harinya pukul 18.30 WIB. Kita ingin fokus dan betul-betul ingin membedah MoU tersebut secara detil, tandas Wakil Ketua Komisi I dari Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi Yusron Ihza yang ditemui hukumonline di Komisi I DPR RI, Jakarta, Selasa (23/1).

 

Yusron menambahkan, selama ini di Komisi I berkembang pendapat yang berbeda mengenai MoU tersebut. Ada yang berpendapat bahwa MoU tidak memiliki kekuatan hukum. Ada juga yang menganggap MoU ini sudah merupakan perjanjian jual beli. Makanya, Kita ingin mendudukkan masalah ini sejelas-jelasnya, ujarnya.

Tags: