Pengguna SIAC Asal Indonesia Terus Meningkat, Bagaimana Nasib BANI?
Utama

Pengguna SIAC Asal Indonesia Terus Meningkat, Bagaimana Nasib BANI?

Pengusaha dan advokat Indonesia sebaiknya memasukkan memakai cara arbitrase dalam menyelesaikan konflik bisnis yang tengah dialaminya, dibandingkan dengan memakai jalur pengadilan.

Oleh:
CRZ
Bacaan 2 Menit
Pengguna SIAC Asal Indonesia Terus Meningkat, Bagaimana Nasib BANI?
Hukumonline

 

Selain itu, ditambahkan pula oleh Sean Tan yang menjadi salah satu pembicara dalam seminar tersebut, sebenarnya Indonesia dan Singapura telah meratifikasi Konvensi New York 1958 mengenai Arbitrase. Hal ini akan mempermudah masalah-masalah yang mungkin timbul nantinya, seperti eksekusi dan lain-lain, ujar Senior Partner dari Tan Kok Quan Partnership Law Firm tersebut.

 

Tidak jauh berbada dengan Henny dan Sean, advokat senior Arsul Sani pada acara tersebut bahkan menjelaskan bahwa keunggulan utama SIAC adalah berada di wilayah Asia Tenggara yang notabenenya sama dengan Indonesia. Ini masih ditambah keuntungan lain dimana para arbiternya berasal dari Asia Tenggara juga yang lebih mengerti kultur dan budaya bisnis yang ada di Indonesia. Namun, pada beberapa kasus ada juga pihak yang justru tidak mempergunakan SIAC ini untuk membantu menyelesaikan konflik, tukas Partner di Sani Aminoeddin & Partners itu.

 

Saat ditanyakan mengenai apa saja keuntungan lain dari menggunakan SIAC dibandingkan dengan arbitrase di negara lain, Arsul mengatakan setidaknya ada dua keuntungan yang diperoleh oleh para pihak yang bersengketa, yaitu biaya dan arbiternya. Dari segi biaya, jasa arbiternya masih tergolong murah dibandingkan dengan arbiter yang ada di Paris maupun London dan dari segi arbiternya, karena kebanyakan berasal dari asia, bahkan berasal dari Indonesia maka pemahaman atas keadaan bisnis di Indonesia dirasa cukup baik, ujar Corporate Director PT. Imawi Benjana tersebut.

 

Mengenai murahnya biaya yang diperlukan untuk menggunakan jasa arbiter SIAC di Singapura, menurut advokat Karam S. Parman,  hal tersebut memang sudah umum diketahui. Namun, Karam kurang mengerti mengapa dengan telah murahnya biaya arbiter maupun arbitraseyang ada di SIAC, tidak secara otomatis membuat para pengusaha yang mengalami konflik memilih cara rase untuk menyelesaikan masalahnya? This is wierd, tukas Senior Partner di Partner Tan Kok Quan Partnership Law Firm itu.

 

BANI Kurang Laku

Disinggung mengenai Eksistensi Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) di mata investor dan dunia usaha luar negeri, Arsul yang ditemui usai acara mengatakan bahwa counterpart yang menjalin kerjasama dengan pengusaha Indonesia kerap kali mempertanyakan apa itu BANI. Mereka kadang malah bertanya apa bedanya BANI dengan pengadilan biasa dalam hal lamanya penyelesaian kasus? kata Arsul.

 

Ditambahkan oleh Arsul bahwa dirinya tidak menampik pendapat yang mengatakan bahwa pengaruh kuatnya kepastian hukum yang diterapkan Singapura juga menjadi alasan kuat yang biasanya dipakai oleh para pengusaha maupun para lawyer dari luar untuk memakai SIAC ketimbang BANI. Arsul kemudian menceritakan bahwa biasanya Lawyer Indonesia terlebih dahulu menawarkan BANI kepada klien maupun counterpartnya untuk menyelesaikan sengketa. Ini bisa diterima, tapi bisa juga tidak, tegasnya.

 

Dijelaskan Arsul, saat counterpartnya orang asing yang memiliki bargaining position yang lebih kuat dan kurang mengenal atau memahami BANI, maka mereka biasanya menginginkan arbriter dan arbitrase dari negara yang sudah dikenal baik, seperti yang ada di New Yok, Paris, London. Sehingga penggunaan BANI sebagai secondary option biasanya malah membingungkan mereka, tukas Arsul.

 

Sehingga, untuk menjembatani perbedaan tersebut, menurut Arsul, biasaya ditawarkan pilihan arbitrase di negara yang lebih netral seperti Singapura. Meskipun orang tidak punya hubungan dengan Singapura, mereka mau saja berarbitrase di sana karena menganggap arbitrase Singapora solid. Sistem hukum Singapura yang mengatur arbitrase juga bagus, tegas Arsul lagi.

 

Di mata pengusaha dan lawyer di Indonesia, Singapura tampaknya tidak hanya digunakan oleh para koruptor asal Indonesia untuk menyelamatkan diri dari tuntutan hukum yang menjerat mereka. Namun, kini negara berlambang singa tersebut juga mulai tersohor sebagai tempat mencari keadilan oleh para pengusaha dalam menyelesaikan konflik bisnis yang tengah mereka hadapi, khususnya melalui jalur arbitrase.

 

Hal ini diamini oleh Henny Mardiani, Assistant Counsel Singapore International Arbitration Centre (SIAC). Berdasarkan statistik yang saya baca, pengguna arbitrase SIAC asal Indonesia dari tahun ke tahun memang cenderung meningkat, ujar Henny.

 

Ditemui usai acara mengenai SIAC Arbitration yang diselenggarakan oleh Indonesian Corporate Counsel Association (ICCA) di Hotel Sahid Jakarta hari ini (27/11), Henny mengatakan bahwa banyak hal yang menyebabkan pengusaha Indonesia memilih SIAC dibandingkan dengan arbitrase dari negara lain untuk menyelesaikan sengketa bisnis yang tengah mendera mereka. Salah satunya karena umumnya para arbiter yang ada di SIAC lebih memahami seluk beluk masalah yang biasanya dihadapi bila berbisnis dengan pengusaha Indonesia, jelas Henny.

Tags: