Ujian Advokat Digelar Serentak Di 18 Kota
Utama

Ujian Advokat Digelar Serentak Di 18 Kota

Ujian susulan rencananya akan diselenggarakan sekitar bulan April-Juni 2006.

Rzk
Bacaan 2 Menit
Ujian Advokat Digelar Serentak Di 18 Kota
Hukumonline

 

Selain keterlambatan, pelaksanaan ujian advokat di Jakarta juga diwarnai oleh beberapa teknis administratif yang mengakibatkan sejumlah peserta urung mengikuti ujian. Sebut saja kasus yang dialami seorang peserta bernama Gama (nama samaran). Peserta yang mendapatkan gelar Sarjana Hukum (SH) dari Universitas Indonesia ini harus rela menerima kenyataan pahit di-diskualifikasi sebagai peserta ujian.

 

Gama dinyatakan ditolak sebagai peserta ujian karena dianggap belum menyerahkan ijazah yang dilegalisir. Atas tuduhan ini, dia membela diri bahwa dirinya sudah menyerahkan ijazah dilegalisir. Hanya saja, Gama mengakui dia menyerahkan kepada Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), organisasi advokat tempat ia mendaftar, dua jenis salinan (fotocopy) ijazah, versi bahasa Indonesia yang tidak dilegalisir dan versi bahasa Inggris yang dilegalisir.

 

Menurut penjelasan salah seorang panitia, ijazah yang diajukan Gama ditolak karena panitia hanya mengakui ijazah yang dilegalisir dan harus dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan penulusuran hukumonline, persyaratan peserta ujian advokat yang terpampang di situs Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) secara tegas memang mewajibkan peserta untuk menyerahkan satu lembar fotocopy ijazah S1 berlatarbelakang pendidikan tinggi hukum yang telah dilegalisir. Namun, tidak disebutkan bahwa ijazah yang dipersyaratkan harus berbahasa Indonesia.

 

Menurut sumber hukumonline di PERADI, keharusan mengajukan ijazah dalam versi bahasa Indonesia memang tidak tertera di pengumuman. Namun, PUPA secara internal menetapkan kebijakan untuk mengakui ijazah yang telah dilegalisir dan dalam bahasa Indonesia.

 

Kami akan mempertimbangkan untuk mengikutsertakan mereka (yang bermasalah, red.) dalam ujian susulan, ujar Thomas menanggapi adanya kasus batalnya beberapa peserta mengikuti ujian karena alasan yang bersifat administratif. Namun, untuk mengikuti ujian susulan, Thomas mensyaratkan peserta bermasalah yang berjumlah sekitar 7 (tujuh) orang ini harus mampu memenuhi persyaratan administratif yang telah ditetapkan.

 

Ujian susulan yang menurut Thomas rencananya akan diselenggarakan sekitar April atau Juni ini merupakan ujian yang diadakan sebagai respon atas protes 38 orang peserta Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) yang diselenggarakan Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI). Dimana melalui surat, mereka mempertanyakan nasib mereka dan teman-teman mereka lainnya yang tidak jelas karena belum memperoleh sertifikat PKPA sehingga tidak bisa mengikuti ujian.

 

Outsourcing  

Terlepas dari beberapa masalah 'kecil' yang ada, penyelenggaraan ujian advokat, menurut pengamatan hukumonline, memang cukup terorganisir dengan rapi. Kesimpulan ini misalnya dapat diindikasikan dari penyediaan petunjuk-petunjuk informasi, baik dalam bentuk tulisan maupun keberadaan petugas, yang cukup membantu peserta ujian.

 

Pujian terhadap kinerja PUPA juga dilontarkan oleh sejumlah peserta yang dihubungi hukumonline seusai ujian. Wati, misalnya, memuji kinerja PUPA yang begitu rapi dan terorganisir ketika membantu peserta mengarahkan ke tempat duduk masing dan ketika pembagian soal.

 

Hal senada juga disampaikan Coky yang memuji ketegasan panitia dalam menegakkan aturan selama ujian berlangsung. Sayangnya, panitia beberapa kali membuat pengumuman yang mengganggu konsentrasi peserta yang sedang mengerjakan soal, tambahnya.

 

Penyelenggaraan yang relatif rapih ini mungkin tidak terlepas dari keputusan PUPA untuk memanfaatkan jasa dari pihak luar (outsourcing) untuk membantu penyelenggaraan ujian. Thomas mengatakan PUPA memutuskan untuk melakukan outsourcing dengan menunjuk sebuah yayasan yang bergerak di bidang pendidikan. Sayangnya, dia menolak untuk menyebutkan nama yayasan yang dimaksud dengan dalih untuk tetap menjaga obyektivitas ujian.     

 

Panitia akhirnya memilih yayasan ini dengan pertimbangan penawaran harga mereka lebih cocok, selain itu kami juga pernah bekerja sama dengan mereka ketika ujian pengacara praktek masih diselenggarakan oleh MA, tahun 2002 lalu, kata Thomas, menjelaskan alasan dipilihnya yayasan yang dimaksud. Dia juga menginformasikan untuk membiayai lembaga outsourcing ini, PERADI/PUPA mengeluarkan biaya sekitar Rp700 juta.

'Audisi' tahap terakhir untuk menjadi advokat Indonesia, akhirnya terselenggara juga secara serentak di 18 kota di seluruh Indonesia (4/1). Sejauh ini, semua dari daerah-daerah sudah diinformasikan -karena kita selalu kontak- berjalan dengan baik, kata Ketua Panitia Ujian Profesi Advokat (PUPA) Thomas Tampubolon ditemui di sela-sela pelaksanaan ujian. 

 

Berdasarkan pemantauan hukumonline, di Jakarta, kedatangan 2.744 peserta dari total 6.500 di seluruh Indonesia ke lokasi ujian di Lapangan Tennis Indoor, Gelora Bung Karno Senayan -apalagi sebuah hotel bintang lima di bilangan Senayan juga tengah menggelar acara pernikahan pebulutangkis terkenal dengan seorang anak pejabat- telah mengakibatkan kemacetan yang cukup parah.

 

Kemacetan tersebut pada akhirnya mengakibatkan perjalanan sejumlah peserta menuju lokasi ujian menjadi terhambat, sehingga proses registrasi ulang peserta sempat diwarnai kericuhan-kericuhan kecil. Alhasil, pelaksanaan ujian yang dijadwalkan akan dimulai tepat pukul 09.00 pun akhirnya molor hampir 30 menit.

 

Keterlambatan ternyata tidak hanya menjadi 'kerikil' pelaksanaan ujian di Jakarta saja, di beberapa kota lain seperti Surabaya, menurut Thomas, hal serupa juga terjadi. Thomas berdalih kendala seperti ini terjadi semata-mata karena ini adalah ujian advokat perdana.

 

Sebagaimana diketahui, setelah berlakunya UU No. 18/2003 tentang Advokat, penyelenggaraan ujian advokat diserahkan sepenuhnya kepada organisasi advokat. Sementara sebelum UU No. 18/2003 berlaku, ujian diselenggarakan oleh Mahkamah Agung (MA) yang ditandai dengan keluarnya Surat Keputusan Pengadilan Tinggi (SKPT).

Tags: