Stasiun TV di Indonesia Disinyalir Langgar UU Penyiaran
Berita

Stasiun TV di Indonesia Disinyalir Langgar UU Penyiaran

Tumbuhnya industri pertelevisian di Indonesia akhir-akhir ini merupakan fenomena menggembirakan. Sayangnya, sampai saat ini sebagian besar stasiun TV tersebut disinyalir melanggar UU Penyiaran.

Zae
Bacaan 2 Menit
Stasiun TV di Indonesia Disinyalir Langgar UU Penyiaran
Hukumonline
Hal tersebut diungkapkan oleh tokoh pendidikan Indonesia, Arief Rahman Hakim, saat menyampaikan pendapatnya soal pertelevisian di Indonesia. "Apa yang saya katakan ini baru kecenderungan saja. Karena kalau saya menuduh telah melanggar, tentu saya harus juga menyampaikan bukti-buktinya," ujar Arief dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR di Gedung MPR/DPR (30/06).

Moralitas dan nilai agama

Selain dua pasal yang disebutkan Arief, pasal lain dalam UU Penyiaran yang juga disinyalir telah dilanggar oleh stasiun TV adalah Pasal 5 huruf b yang menegaskan bahwa arah penyiaran untuk menjaga dan meningkatkan moralitas, agama dan jati diri bangsa. "Saya kesulitan menentukan standar nilai moralitas tayangan televisi, apalagi untuk disesuaikan dengan standar moralitas anak-anak didik saya," tegasnya.

Soal nilai-nilai agama, Arief mengutip Pasal 36 yang mewajibkan penyiaran selain mengandung isi hiburan, juga mengamalkan nilai-nilai agama dan kebudayaan Indonesia. Sayangnya menurut Arief, program hiburan yang ada sekarang belum mengamalkan nilai-nilai keagamaan. "Tidak ada kedekatan antara dua nilai tersebut dalam tayangan-tayangan TV,"  tutur pemerhati pendidikan ini.

Selanjutnya Arief menyebutkan beberapa pasal lain yang menurutnya dilanggar oleh stasiun televisi Indonesia. Antara lain, Pasal 37 soal bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar, Pasal 46 soal iklan, Pasal 40 ayat (4) soal relai siaran, dan Pasal 55 soal sanksi.

Selain Arief, kritik terhadap pertelevisian Indonesia juga disampaikan oleh Ketua Persatuan Artis Musik Melayu Indonesia (PAMMI), Rhoma Irama. Dia menyambut gembira stasiun TV yang sudah mulai menyiarkan tayangan dangdut yang sopan. Namun di sisi lain Roma menyayangkan masih ada stasiun TV yang menyiarkan tayangan dangdut yang erotis dan sensual.

Kritik senada juga disampaikan oleh anggota MUI, Zakiah Derajat, yang menyoroti tayangan yang mempertontonkan aurat. Sedangkan tokoh dunia anak Seto Mulyadi menyorot tayangan TV yang belum bisa disebut memberikan perlindungan terhadap anak. "Padahal salah satu hak anak-anak yang paling dasar adalah hak untuk mendapatkan perlindungan," ujarnya.

Akan mematuhi

Menanggapi kritikan dan masukan-masukan tersebut, Direktur Utama Trans TV Ishadi SK menyatakan terima kasih dan penghargaannya atas semua saran yang dilontarkan. "Meski saat ini kami sedang mengajukan juducial review terhadap UU Penyiaran, tetapi kami menerima dan mematuhi ketentuan yang ada pada UU Penyiaran," tegas Ishadi.

Lebih jauh Ishadi mengakui, pihaknya mungkin belum sempurna dalam mematuhi semua ketentuan dalam UU Penyiaran tersebut. Namun demikian, kata Ishadi itu disebabkan UU Penyiarannya sendiri yang belum sempurna. Menurutnya, empat rencana peraturan pelaksanaan UU Penyiaran yang sampai sekarang belum selesai disusun.

Hal yang sama juga dikemukakan Ketua Asosiasi Televisi Swasta Seluruh Indonesia (ATVSI), Nurhadi. Ia mengucapkan  banyak berterima kasih atas masukan-masukan kepada insan pertelevisian. Dia berharap semua pihak mengerti bahwa meski masih banyak kekurangan di sana-sini, bukan berarti pihaknya tidak bekerja untuk memperbaiki hal tersebut.

"Mudah-mudahan harapan-harapan bapak dan ibu bisa terealisasi meski tidak semua. Karena kami juga harus menghadapi kenyataan-kenyataan yang ada di dunia pertelevisian," jelas Nurhadi.

Hadir dalam rapat dengar pendapat itu para perwakilan stasiun-stasiun televisi yang ada di Indonesia, tokoh masyarakat, dan perwakilan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Menurut Arief, hampir semua stasiun TV dalam tayangannya cenderung melanggar ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UU No. 32 Tahun 2002  tentang Penyiaran. UU Penyiaran sendiri berkedudukan sebagai pedoman bagi kegiatan penyiaran di Indonesia.

Mengenai sinyalemen pelanggaran UU Penyiaran oleh stasiun TV, Arief menyebutkan misalnya ketentuan dalam Bab 2 Pasal 2, yang mengatur asas, tujuan, fungsi dan arah penyiaran Indonesia, khususnya soal etika. "Saya masih melihat bahwa tayangan-tayangan yang ada sekarang belum memperhatikan etika yang berlaku di masyarakat Indonesia," ucapnya.

Ketentuan lain dalam UU Penyiaran yang dilanggar TV, urai Arif adalah Pasal 3 yang menegaskan bahwa tujuan penyiaran adalah untuk terbinanya jati diri bangsa. "Saya bingung menentukan jati diri bangsa mana yang hendak dibangun oleh stasiun TV sebagai lembaga penyiaran melalui tayangan-tayangannya," ujarnya lirih.

Halaman Selanjutnya:
Tags: