Ini bukan berarti saya mengabaikan kemungkinan negatif dari bentuk perkawinan anak-anak, tapi pengaturan kebolehan usia muda untuk perkawinan ini perlu dilihat sebagai jalan keluar untuk masalah yang mereka hadapi.
Perlu diingat ada pengaturan bahwa dispensasi usia kawin sebelum batas 19 tahun dan 16 tahun pun melibatkan penilaian pengadilan. Yang penting tidak ada paksaan menikah kepada para mempelai.
Anda melihat bahwa peran negara untuk perkawinan telah cukup memadai dalam mencegah dampak buruk perkawinan anak-anak?
Begini, misalnya si anak ingin menikah lalu orangtua tidak setuju, kan tidak bisa. Atau sebaliknya, anaknya dipaksa menikah. Nah ini ada peran petugas pencatat perkawinan, Kantor Urusan Agama misalnya. Sebagai petugas negara mereka bisa memutuskan untuk tidak menikahkan. Negara punya ruang di sini. Dispensasi lewat pengadilan kan membuat hakim juga bisa memeriksa dulu bukti-buktinya sebagai pertimbangan.
Soal syarat sah perkawinan berdasarkan agama, mengapa urusan privat harus dikaitkan dengan agama? Bukankah Indonesia bukan negara agama?
Ini uniknya Indonesia. Memang ada ranah privat dalam perkawinan tetapi dikunci dengan norma agama dan kepercayaannya. Sehingga apapun kata agama jika diboleh maka boleh saja. Begitu juga sebaliknya. Jadi untuk agama mana saja.
Contohnya poligami dalam ajaran Hindu dibolehkan dengan para wanita yang saling bersaudara kandung. Dalam Islam ini dilarang. Tapi bagi umat Hindu, mereka sah melakukan perkawinan poligami semacam itu.