UU Lalu Lintas 2009 Pertegas Konsep Tanggung Renteng
Berita

UU Lalu Lintas 2009 Pertegas Konsep Tanggung Renteng

Pengusaha mengambil untung dari kendaraan yang dibawa sopir. Mereka harus punya tanggung jawab. Sudah dianut pengadilan jauh sebelum UU Lalu Lintas 2009 lahir.

M-8/Mys
Bacaan 2 Menit
UU Lalu Lintas 2009 Pertegas Konsep Tanggung Renteng
Hukumonline

 

Ini berarti ada tanggung renteng antara pengusaha, pengemudi, dan perusahaan angkutan umum. Tanggung renteng adalah konsep hukum perdata yang menekankan tanggung jawab atas suatu kerugian berada di pundak beberapa orang sekaligus.

 

Menurut Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Condro Kirono, salah satu spirit yang hendak dibangun dalam UU LLAJ 2009 adalah rasa kebersamaan dan tanggung jawab. Dengan konsep ini, pengusaha tak lagi membiarkan sopirnya membawa kendaraan secara asal, dan membiarkan kendaraan yang belum laik jalan dikemudikan. Faktanya, kata Condro, pengusaha mendapatkan keuntungan dari kendaraan tersebut.

 

Membebani pengusaha tanggung jawab yang jelas membuat mereka berpikir dua kali baik terhadap kesejahteraan dan kesehatan sopir maupun kelaikan kendaraan. Ini untuk mendorong pemilik kendaraan umum punya rasa tanggung jawab terhadap operator atau awak-awaknya, kata Condro saat ditemui di sela-sela diskusi publik ‘Perlindungan Dasar Bagi Pengguna Moda Transportasi dan Pengguna Jalan Lainnya' di kampus Universitas Indonesia, Rabu (15/7).

 

Ungkapan senada disampaikan Menteri Perhubungan Jusman Syafii Jamal saat membuka Pekan Nasional Keselamatan Jalan Tahun 2009 pada 24 Juni lalu. Menurut Jusman, untuk menjaga keselamatan di jalan butuh sinergi dari semua pihak dan dilakukan secara berkesinambungan. Upaya menekan dan mencegah angka kecelakaan di jalan, Jusman melanjutkan, harus terus dilakukan. Maklum, taksiran Perserikatan Bangsa Bangsa sendiri, tidak kurang dari 1,2 juta orang per tahun meninggal akibat kecelakaan di jalan raya, atau 3.288 per hari. Itu pula sebabnya PBB melansir program Improving Global Road Safety.

 

Kekhawatiran meningkatnya jumlah korban kecelakaan bukan tanpa dasar. Pada 2009 terjadi 19 ribu kasus kecelakaan. Bandingkan sekitar 18 ribu kasus yang terjadi setahun silam. Cuma, dari sisi fatalitas, Menteri Perhubungan menengarai ada tren penurunan. Pada 2006 silam tercatat sekitar 36 ribu orang meninggal dunia akibat kecelakaan di jalan raya, 19 ribu orang diantaranya melibatkan pengendara sepeda motor.

 

Berapapun angka pasti kecelakaan lalu lintas dan berapa jumlah kerugiannya, yang jelas di mata Lisman Manurung, anggota Dewan Transportasi Jakarta, setiap resiko kecelakaan sebaiknya ditanggung banyak pihak. Tidak hanya pengemudi yang menjadi penyebab. Pengusaha juga ikut bertanggung jawab, ujar pengamat kebijakan publik itu.

 

Putusan pengadilan

Berdasarkan penelusuran hukumonline, sebenarnya konsep tanggung renteng pengusaha dan sopir atas kecelakaan sudah diakomodir dunia peradilan. Dalam putusan bernomor 1288 K/Pid/1986, Mahkamah Agung pernah menerapkan pasal 1365 jo 1367 KUH Perdata sehingga pengusaha ikut dibebani kewajiban membayar ganti rugi kepada korban kecelakaan yang diakibatkan sopir.

 

Perkara ini merujuk pada kasus kecelakaan beruntun antara sedan Corona, dengan bus Jaya Utama dan truk di jalan raya Bojonegoro – Surabaya. Bus Jaya Utama menubruk sedan dari arah belakang, lalu menabrak truk dari arah depan. Meskipun tidak ada korban jiwa manusia, ketiga kendaraan mengalami kerusakan. Budiman, pemilik sedan Corona, terpaksa mengeluarkan biaya jutaan rupiah untuk memperbaiki mobilnya di bengkel resmi.

 

Polisi akhirnya memproses Sutrisno, pengemudi bus Jaya Utama. Lewat acara persidangan cepat, Sutrisno didakwa melanggar UU Lintas. Bersamaan dengan proses pidana terhadap Sutrisno, ada juga gugatan perdata. Gugatan itu diajukan oleh Budiman, si pemilik sedan Corona. Budiman menggugat sopir dan majikannya (pengusaha). Hakim akhirnya menggabungkan kedua perkara tersebut sesuai ketentuan pasal 98-99 KUHAP.

 

Di persidangan, terdakwa/tergugat mengajukan bukti Akta Kontrak/Perjanjian Kerja Bagi Hasil, yang isinya hasil pendapatan operasionalisasi bus Jaya Utama dibagi dengan prosentase tertentu antara sopir dan pengusaha pemilik kendaraan.

 

Hakim PN Bojonegoro akhirnya memutuskan bahwa Sutrisno terbukti bersalah dan dihukum dua bulan kurungan dengan masa percobaan empat bulan. Dalam perkara perdata, hakim juga mengabulkan gugatan penggugat, dimana Sutrisno dan pemilik kendaraan dihukum membayar ganti rugi Rp1,9 juta secara tanggung renteng.

 

Putusan pidana akhirnya berkekuatan hukum tetap karena Sutrisno tidak mengajukan banding. Oleh karena putusan pidananya sudah berkekuatan hukum tetap, maka merujuk pada pasal 99 ayat (3) KUHAP, maka putusan perdatanya pun inkracht. Permohonan kasasi dari pengusaha bus Jaya Utama dinyatakan tidak dapat diterima oleh majelis hakim agung dipimpin Syamsoeddin Aboebakar itu.

 

Ini berarti sebelum UU Lalu Lintas 2009 –bahkan sebelum UU pendahulu yakni UU No. 14 Tahun 1992 – pengadilan sudah mengakomodir tanggung renteng antara sopir dan pengusaha dalam kecelakaan lalu lintas. Meskipun, tentu saja, sifatnya kasuistik.

Pengusaha angkutan tak lagi bisa seenaknya berkilah bahwa kecelakaan kendaraan menjadi tanggung jawab sopir. Selama ini, sopirlah yang paling banyak dimintai tanggung jawab dalam hal terjadi kecelakaan di jalan raya. Tetapi kini, Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) kian mempertegas tanggung jawab bersama pengusaha dan sopir.

 

Berdasarkan pasal 234 UU LLAJ, pengusaha pemilik dan pengemudi dapat dimintai pertanggungjawaban bersama atas kerugian yang diderita penumpang atau pemilik barang atau pihak ketiga, meskipun kecelakaan itu disebabkan pengemudi. Meskipun kerusakan hanya pada fasilitas jalan atau perlengkapan jalan, pengusaha tetap bisa dimintai pertanggungjawaban. Bahkan, badan usaha perusahaan angkutan umum pun dapat dijatuhi sanksi jika terjadi kecelakaan. Pengusaha malah terancam sanksi pidana denda Rp1,5 juta jika tidak mengasuransikan awak kendaraan dan penumpang.

Halaman Selanjutnya:
Tags: