Sunset Policy Jilid II Dipercaya Tambah Penerimaan Pajak
Berita

Sunset Policy Jilid II Dipercaya Tambah Penerimaan Pajak

Melalui program ini, pemerintah akan menghapus sanksi berupa bunga atas wajib pajak yang membetulkan surat pemberitahuan (SPT) namun berakibat kurang bayar.

FAT
Bacaan 2 Menit
Kantor Pusat Ditjen Pajak. Foto: SGP
Kantor Pusat Ditjen Pajak. Foto: SGP
Target penerimaan negara dari sektor pajak yang besar membuat pemerintah mencari cara agar target tersebut bisa tercapai. Salah satunya, dengan menerapkan program reinventing policy on tax administration tahun 2015 atau disebut dengan sunset policy jilid II. Melalui program ini, pemerintah akan menghapus sanksi berupa bunga atas wajib pajak yang membetulkan surat pemberitahuan (SPT), namun berakibat kurang bayar.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Sigit Priadi Pramudito, mengatakan kebijakan sunset policy jilid II ini mulai berlaku pada 1 Mei 2015. Menurutnya, kebijakan ini berbeda dengan kebijakan sunset policy tahun 2008 lalu. Saat itu, krisis dunia mengakibatkan kepada penerimaan negara dari sektor pajak menjadi buruk. Namun, kebijakan kali ini bertujuan agar target penerimaan pajak yang besar dapat tercapai.

“Kita yakin sunset policy ini berhasil. Target tahun ini penerimaan pajak ini dapat tumbuh 30 persen,” kata Sigit di Jakarta, Selasa (5/5).

Ia tak menampik, selama ini tiap tahun pertumbuhan penerimaan pajak masih rendah. Padahal idealnya tumbuh hingga 15-17 persen pertahunnya. Sigit percaya, dengan adanya kebijakan ini maka pertumbuhan dapat mencapai 5-10 persen tiap tahun. Bukan hanya itu, menurutnya, kebijakan ini juga tak akan membebani masyarakat atau wajib pajak.

“Kebijakan ini sangat ramah sama wajib pajak. Apalagi belum lama ini kita ketemu dengan pengusaha properti dari REI, mereka sangat antusias dengan kebijakan ini karena tidak akan memberatkan mereka,” kata Sigit.

Untuk awalnya, lanjut Sigit, tahun 2015 menjadi tahun pembinaan dalam menjalankan kebijakan ini. Atas dasar itu, ia berharap, kebijakan ini dapat diterima oleh seluruh wajib pajak. Ia tidak ingin kebijakan ini malah menjadi momok menakutkan bagi masyarakat dan wajib pajak.

Anggota Komisi XI DPR Nurdin Tampubolon menyambut baik kebijakan ini. Menurutnya, kebijakan ini dilaksanakan agar potensi penerimaan negara dari sektor pajak bisa lebih meningkat lagi. Pada APBN Tahun 2015 telah ditetapkan bahwa penerimaan negara sebesar Rp1989 triliun.

Dari angka itu, porsi dari sektor pajak sebesar Rp1295 triliun, yakni hampir 70 persen dari total penerimaan negara. Namun, lanjut Nurdin, hingga kuartal pertama 2015 target belum tercapai. Bahkan, jika dibandingkan dengan kuartal pertama tahun lalu, pencapaian tahun ini lebih rendah.

“Jika diteruskan tanpa strategi jitu, penerimaan negara akan berkurang sehingga APBN bisa defisit lagi. Kalau defisit di atas tiga persen dari PDB, berarti negara suda dalam keadaan tidak aman,” tutur Nurdin.

Menurutnya, dalam melaksanakan kebijakan ini jangan sampai timbul moral hazard, sehingga dapat mempengaruhi kinerja dari para wajib pajak. Nurdin berharap, kebijakan ini dapat dilaksanakan dengan menghasilkan win-win solution bagi wajib pajak maupun pemerintah.

Dari sisi wajib pajak, adanya kebijakan ini diharapkan tidak membuat rugi bisnis atau usaha. Sedangkan dari sisi pemerintah, kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara atau tercapainya target yang telah ditetapkan. “Jangan sampai pengaruhi kinerja para wajib pajak, justru ini meningkatkan pertumbuhan bisnis para wajib pajak,” katanya.

Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia, Mochamad Soebakir, mengatakan sunset policy jilid I tahun 2008 lalu merupakan amanat dari Pasal 37 A UU No. 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Perppu No. 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Atas dasar itu, sunset policy jilid II ini idealnya diatur juga dalam UU.

“Harusnya begitu, menurut kami. Untuk dilaksanakan tahun 2015 hal itu tidak mungkin karena mengubah UU dalam tempo delapan bulan, sangat sulit,” katanya.

Lantaran belum ada landasan hukum dari UU, Soebakir menyarankan agar sunset policy jilid II tak usah dilaksanakan. Ia menilai, jika kebijakan itu tetap dipaksa untuk dilaksanakan maka hasilnya bisa jauh dari harapan. Jika pemerintah tetap ingin melaksanakan sunset policy jilid II ini, ia mengusulkan agar kebijakan tersebut diubah dengan dilaksanakannya amanat Pasal 36 UU No. 6 Tahun 1983 tentang KUP.

Pasal itu berbunyi bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau menghpauskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan yang terhutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya, serta mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar.

“Tata cara pengurangan, penghapusan atau pembatalan utang pajak tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK),” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait