RUU Badan Usaha, Jalan Lain Menuju Kemudahan Berusaha
Utama

RUU Badan Usaha, Jalan Lain Menuju Kemudahan Berusaha

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Ditjen Administrasi Hukum Umum Kemenkumham menggelar seminar integrasi hukum untuk kemudahan berusaha.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

 

Kemudahan pendirian badan usaha melalui pengembangan sistem pelayanan satu pintu juga berkaitan dengan kebijakan pemerintah tentang beneficiary ownership yang dituangkan dalam Perpres No. 13 Tahun 2018. Perpres ini mengatur penerapan prinsip mengenali pemilik manfaat dari korporasi dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme.

 

(Baca juga: Perpres Beneficial Ownership untuk Cegah Praktik Pelarian Pajak)

 

Badan Usaha

Ditjen AHU Kementerian Hukum dan HAM sebenarnya bukan hanya memprioritaskan RUU Badan Usaha. Masih ada dua RUU lain yang dianggap penting dalam rangka kemudahan berusaha yakni RUU Jaminan Fidusia, dan RUU Kepailitan. Tetapi tampaknya RUU Badan Usaha mendapatkan perhatian kalangan akademisi karena akan ‘merangkum’ banyak peraturan perundang-undangan. Tim Ditjen AHU bahkan sudah berkunjung ke Universitas Leiden pada pertengahan November 2017. UGM Yogyakarta mendapatkan mandat menyusun Naskah Akademik dan draf RUU Badan Usaha.

 

Menyusun Naskah Akademik dan RUU Badan Usaha bukan pekerjaan gampang, yang salam satu dua hari selesai. Guru Besar Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Nindyo Pramono,  menjelaskan ketentuan mengenai badan usaha di Indonesia tersebar di beberapa perundang-undangan. Pendirian Perseroan Terbatas diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; Commanditaire Vennootschap (CV) diatur dalam Pasal 19-21 KUH Dagang; Firma diatur dalam Pasal 15-34 KUH Dagang; Maatschap dalam Pasal 1618-1652 BW (KUH Perdata); dan BUMN diatur dalam UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

 

Kompleksitas badan usaha juga tercermin dari pembagiannya. Ada badan usaha yang berbadan hukum seperti Perseroan Terbatas, Yayasan, Koperasi, dan perkumpulan; dan ada pula yang bukan berbadan hukum seperti Usaha Dagang (UD), Firma (Fa), da CV. Masing-masing badan usaha itu juga tunduk pada payung hukum yang beragam. Perseroan Terbatas yang menggeluti bidang perbankan misalnya, tak hanya tunduk pada UU Perseroan Terbatas, tetapi juga UU Perbankan.

 

(Baca juga: Bolehkah Sekutu Firma Berbisnis dengan Firmanya Sendiri?)

 

Selain tersebar di banyak payung hukum, sejumlah ketentuan badan usaha di Indonesia sudah ketinggalan zaman. Ketentuan mengenai CV, Firma, dan Maatschap yang berlaku saat ini adalah warisan era kolonial Belanda. Di Belanda sendiri sudah ada perkembangan pengaturan badan usaha dalam Nieuw Burgerlijk Wetboek. Bahkan berdasarkan informasi yang diperoleh Prof. Nindyo Pramono, ada keinginan kuat untuk mengatur CV sebagai badan hukum.

 

Perkembangan di lapangan itu, mau tidak mau, perlu diakomodasi dalam RUU Badan Usaha. Pelaksana Tugas Dirjen AHU, Cahyo Rahadian Muzhar mengatakan RUU ini diharapkan dapat memfasilitas tertib administrasi pendaftaran badan usaha. Dalam konteks itu pula dikembangkan pelayanan satu pintu pendaftaran alias one single submission. Dengan kata lain, RUU Badan Usaha membuat sistem perizinan badan usaha terintegrasi.

 

Aspek kepastian hukum juga menjadi perhatian penyusunan RUU Badan Usaha. RUU ini akan mengatur pendaftaran dan pendirian bagi CV dan firma. Aturan mengenai CV dalam KUH Dagang hanya dimuat dalam Pasal 19-21, sehingga pengaturannya minim. Pasal 22 dan 23 KUH Dagang menyebutkan setiap perseroan firma harus didirikan dengan akta otentik, tetapi ketiadaan akta demikian tidak dapat dikemukakan untuk merugikan pihak ketiga. Para pesero firma diharuskan mendaftarkan akta tersebut dalam register yang disediakan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri di daerah hukum kedudukan perseroan firma.

Tags:

Berita Terkait