Rekomendasi Perbaikan Kinerja Legislasi DPR di bidang Pemberantasan Korupsi
Terbaru

Rekomendasi Perbaikan Kinerja Legislasi DPR di bidang Pemberantasan Korupsi

Kendati sulit di sisa masa satu tahun terakhir, tapi anggota dewan harus menitikberatkan fungsi legislasi pada penguatan pemberantasan korupsi. Caranya dengan segera membahas dan mengundangkan tunggakan RUU yang menjadi suplemen penegak hukum dalam pemberantasan korupsi.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Kinerja legislasi DPR memang terus menjadi sorotan karena masih jauh dari harapan publik. Setidaknya memperbaiki dalam hal kuantitas dan kualitas produk legislasi yang dihasilkan DPR. Antara lain dengan mengubah cara pandang anggota dewan soal kepentingan produk legislasi lebih dikedepankan kebutuhan publik, bukan partai politik.

“Selama ini orientasi anggota dewan praktis hanya memenuhi keinginan partai politik tanpa berperan sebagai tempat penyalur aspirasi masyarakat. Tiga tahun terakhir DPR berulang kali mendulang kritik karena kinerjanya jauh dari kata membanggakan,” ujar Peneliti Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhan melalui keterangannya, Senin (31/10/2022).

Baginya, fungsi yang melekat di tubuh institusi DPR, legislasi, pengawasan dan anggaran tak maksimal dimanfaatkan anggota dewan untuk mengatasi persoalan. Seperti halnya persoalan korupsi yang telah merajalela di berbagai sektor. Dia menilai sisa satu tahun terakhir di era pemerintahan Joko Widodo- Maruf Amin memang sulit, tapi anggota dewan harus berfokus terhadap memperbaiki kinerja legislasi dan penguatan pemberantasan korupsi.

Caranya dengan segera membahas serta mengundangkan tunggakan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang menjadi suplemen penegak hukum dalam memberantas korupsi. Seperti RUU tentang Perampasan Aset; RUU tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal; dan Revisi UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Isu lain seperti pemilihan umum mendatang, DPR sebaiknya merevisi UU No.7 Tahun 2017 Pemilihan Umum (Pemilu). Setidaknya bertujuan membuat jeda waktu tertentu terhadap mantan narapidana korupsi yang hendak mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.

Sementara dalam lingkup fungsi pengawasan di tengah situasi merosotnya kinerja aparat penegak hukum, DPR diharapkan dapat memberikan saran dan kritik demi perbaikan citra penegakan hukum yang antikorupsi. Baginya, desakan tersebut bukan tanpa alasan. Sebab, belakangan anggota dewan lebih banyak pasif dan permisif terhadap kinerja penegak hukum yang menangani perkara korupsi.

“Sebut saja terkait KPK, alih-alih mengawasi kinerjanya, DPR malah lebih banyak melayangkan pujian yang seringkali tak berdasar,” bebernya.

Menurutnya, komitmen antikorupsi terhadap kepolisian dan kejaksaan seringkali dipertanyakan masyarakat. Baginya, penguatan integritas anggota legislatif pun menjadi satu isu yang tak kunjung dapat diselesaikan. Seperti yang paling tampak soal kepatuhan melaporkan harta kekayaan kepada KPK. Padahal, perintah agar melaporkan harta kekayaan bersumber dari UU, sehingga setiap anggota dewan wajib mematuhinya.

Tags:

Berita Terkait