PSHK: Perpanjangan Masa Jabatan Kades Potensi Korupsi Lebih Tinggi
Utama

PSHK: Perpanjangan Masa Jabatan Kades Potensi Korupsi Lebih Tinggi

Rencana perpanjangan masa jabatan kepala desa dinilai menabrak semangat pembatasan kekuasaan dalam prinsip negara hukum di Indonesia.

Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit

“Hal ini menunjukan dengan rentang masa jabatan yang saat ini berlaku sepanjang 6 tahun sudah tercipta perilaku koruptif dan potensinya akan semakin tinggi jika masa jabatan diperpanjang,” tegasnya.

Lebih lanjut Ramadhan menilai desakan perpanjangan masa jabatan kades menjadi 3 periode seolah abai fakta sejarah. Pasalnya semakian panjang masa jabatan seseorang, maka berpotensi abuse of power. Karenanya menjadi penting pembatasan masa jabatan sebagai langkah preventif agar tidak lagi terulang kades tersandung kasus korupsi.

Baginya, dari aspek politik perpanjangan masa jabatan kades patut ditengarai cerminan politik transaksional menuju Pemilu 2024. Sebab, presiden dan DPR sebagai pihak yang memiliki kewenangan legislasi. Makanya menjadi berdasar bila wacana tersebut menjadi bentuk politik transaksional. Sebab, sulit menemukan argumen rasional dari usulan perpanjangan masa jabatan kades.

Dia menilai praktik pilkades yang dianggap cara terbaik dalam berdemokrasi sedari level pemerintahan bawah, maka perpanjangan jabatan menunjukan inisiatif memangkas mekanisme tersebut dari pemegang kekuasaan. Baginya terdapat keterkaitan wacana perpanjangan masa jabatan kades dengan usulan tiga periode jabatan kepala negara yang tak pernah surut dorongan tersebut.

“Tuntutan perpanjangan masa jabatan para kepala desa membuktikan bahwa karena bola liar wacana perpanjangan masa jabatan presiden tidak dihentikan dengan tegas, maka justru dicontoh oleh struktur kepemimpinan pada level paling bawah,” ujarnya.

Lebih berperilaku koruptif

Direktur Pembinaan Peran Serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kumbul Kusdwijanto Sudjadi menjelaskan, hingga saat ini tata kelola di desa masih jauh dari harapan. Buruknya tata kelola dan minimnya partisipasi masyarakat membuat desa saat ini menjadi salah satu ‘lahan’ tindak pidana korupsi. 

Mengutip survei Badan Pusat Statistik (BPS), disebutkan masyarakat desa lebih berperilaku koruptif daripada masyarakat perkotaan. Data 2021 menunjukkan perilaku koruptif masyarakat desa berada di angka 3,83. Catatan ini diperkuat oleh data KPK dimana sejak 2015-2022 terdapat sebanyak 601 kasus korupsi di desa dengan jumlah tersangka 686 orang.  

Tags:

Berita Terkait