Pimpinan DPR Diminta Tegas Sikapi DPR Tandingan
Berita

Pimpinan DPR Diminta Tegas Sikapi DPR Tandingan

Jika pimpinan diam, seolah membenarkan keberadaan DPR tandingan.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Pimpinan DPR Diminta Tegas Sikapi DPR Tandingan
Hukumonline
Perseteruan antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) masih terus berlangsung. Sikap mosi tidak percaya KIH terhadap DPR pimpinan Setya Novanto berujung dibentuknya DPR tandingan. Malahan disaat DPR melakukan rapat paripurna, DPR tandingan melakukan hal yang sama. Seolah dipecundangi, DPR pimpinan Setya Novanto diminta bersikap tegas.

Anggota DPR Benny K Harman geram. Dalam rapat paripurna, Benny meminta sikap tegas dari pimpinan DPR. Dia menilai tidak adanya sikap tegas dari pimpinan DPR, seakan-akan memperbolehkan adanya DPR tandingan. Padahal dalam sistem ketatanegaraan tak mengenal adanya DPR tandingan.

Benny mengatakan, meski KIH membentuk pimpinan DPR tandingan dengan Ketuanya yakni Ida Fauziyah, namun hal itu dilandasi mosi tidak percaya lima fraksi yang tergabung dalam KIH. Kelima fraksi itu adalah PDIP, PKB, PPP, Hanura dan Nasdem.

“Apa sikap pimpinan terhadap mosi tidak percaya yang disebut oleh KIH. Saya harap paripurna ini mengambil sikap tegas,” ujarnya dalam rapat paripurna, Selasa (4/11).

Politisi partai demokrat itu berpandangan pemilihan pimpinan mesti melalui mekanisme yang konstitusional, termasuk dilakukan sumpah oleh lembaga yang berwenang, Mahkamah Agung. Menurutnya, pemilihan pimpinan DPR terpilih Setya Novanto, Fadli Zon, Fahri Hamzah, Agus Hermanto dan Taufik Kurniawan telah dilakukan secara sah menurut ketentuan dan prosedur yang berlaku.

“Karena kita pilih melalui sistem Tatib dan UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3),” katanya.

Mantan Ketua Komisi III DPR itu mengatakan, secara de facto dan de jure, lima pimpinan DPR terpilih telah mendapat pengakuan dari pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Begitu pula telah mendapat pengakuan dari seluruh lembaga negara. Berdasarkan alasan itulah Benny mendesak agar pimpinan DPR mengambil sikap tegas terhadap DPR tandingan.

“Jadi kami mohon disikapi dan diambil keputusan bahwa kita tegas menolak adanya kelompok sempalan,” ujarnya.

Anggota DPR lainnya Yandri Susanto megamini pandangan Benny. Menurutnya, dualisme pimpinan DPR mesti disikapi dengan tegas. Sikap tegas bisa ditunjukkan dengan tidak memberikan ruang kepada DPR tandingan.

Politisi Partai Amanat Nasional itu mengatakan, sikap diam pimpinan DPR seolah membenarkan keberadaan DPR tandingan. Padahal, jelas telah melecehkan lembaga parlemen. “Ini seolah dua –duanya (DPR tandingan dan DPR pimpinan Setya Novanto) benar. Pimpinan harus tegas, dan sampai kapan barang ini selesai. Kita sudah mulai bekerja jangan diperkeruh suasana,” ujarnya.

Anggota DPR lainnya, Titiek Soeharto membenarkan ucapan mantan Presiden Abdurahman Wahid biasa disapa Gus Dur. Menurutnya, ucapakan mendiang Gus Dur bahwa DPR sebagai taman kanak-kanak benar adanya. Ia menilai DPR tandingan versi KIH telah menciderai DPR sebagai lembaga negara yang mewakili rakyat.

“Saya terkejut dengan (DPR) tandingan. Apa kata Gus Dur benar, DPR taman kanak-kanak,” ujarnya.

Politisi Golkar yang terpilih sebagai Wakil Ketua Komisi IV itu berpandangan sikap DPR tandingan menghambat kinerja dewan sebagai lembaga pengawasan, legislasi, dan anggaran.

“Kenyataanya tidak seperti itu. di seberang sana (KIH) mengambat kerja parlemen,” ujarnya.

Putri mendiang mantan Presiden Soeharto itu berharap KIH dapat bersikap legowo terkait kekalahan di parlemen. Soalnya, pihak partai yang tergabung dalam KMP pun menerima kekalahan di pemerintahan. Ia pun berharap elit partai politik turun gunung untuk mencairkan situasi politik menjadi kondusif, khususnya di parlemen.

“Kalau semua ada tandingan nanti ada RT tandingan. Apalagi kita sebagai wakil rakyat beri contoh yang baik,” katanya.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan prosedur pemilihan pimpinan alat kelengkapan dewan telah dilakukan tanpa melanggar prosedur dan aturan. Ia mengakui pemicu dari adanya DPR tandingan akibat KIH tak mendapat jatah kursi pimpinan di alat kelengkapan dewan.

Dikatakan Fahri, dalam pemilihan pimpinan alat kelengkapan dewan diatur dalam Tatib DPR soal quorum fraksi dan quorum anggota komisi. Jika dalam quorum anggota komisi tidak tercapai, maka rapat diskor. Setelah itu dicabut dan dilanjutkan rapat. Jika telah memenuhi quorum fraksi, maka dapat diambil keputusan.

Menurut Fahri, negosiasi soal pimpinan komisi telah dilakukan antar kedua kubu. Sayangnya, tidak menemui titik temu dengan mekanisme musyawarah mufakat. Namun mekanisme voting bukanlah cara yang haram. “Mekanisme voting diambil karena harus ada keputusan. Kenapa pemilihan presiden diambil voting, karena kalau diambil musyawarah susah makanya voting,” pungkasnya.
Tags: