Perempuan Harus Berani Speak Up di Lingkungan Profesional Hukum
Terbaru

Perempuan Harus Berani Speak Up di Lingkungan Profesional Hukum

Menurut Isti, seorang perempuan harus mempunyai keberanian untuk speak up dalam hal masalah pekerjaan, termasuk menolak dan mengatakan tidak terhadap pekerjaan di luar job desk dan kemampuan yang dimiliki.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Perempuan Harus Berani Speak Up di Lingkungan Profesional Hukum
Hukumonline

Seorang yang bergelut di dunia profesional hukum, terdapat tantangan tersendiri. Terutama bagi para perempuan yang bekerja sebagai seorang In-House Counsel (IHC) di perusahaan-perusahaan pada industri yang didominasi kalangan laki-laki.

Honestly speaking, di dunia konstruksi itu tahu sendiri mostly laki-laki. Tantangannya amat berat. Karena pertama perempuan, kedua saya di supporting division,” ungkap In-House Counsel Shimizu Corporation Isti Dyah Kusumawati saat berbincang dengan Hukumonline secara daring, Jum’at (14/4/2023).

Untuk mengatasi tantangan tersebut, Isti membagi “resep” untuk menghadapi tantangan dan rintangan yang bakal dihadapi. Pertama dan paling utama, perempuan harus bisa berani dan percaya diri. Hal ini penting mengingat kebanyakan perempuan terlalu memikirkan banyak hal (overthinking) yang berujung pada mempertanyakan kapabilitas diri sendiri.

Baca Juga:

Perempuan juga harus dibiasakan untuk mulai memberi afirmasi positif terhadap diri sendiri. Dengan membuat perbincangan dengan diri sendiri dan bisa pula dengan berkawan bersama teman-teman yang dapat membangun kapasitas diri menjadi lebih baik lagi dan percaya diri.

“Kalau di In-House kita ada (beberapa organisasi profesional hukum). Ikut deh. Kalau gak mau ikut yang seperti itu karena berbayar, ajak kenalan saja dan bertukar pikiran (dengan anggota-anggotanya saja). Menurut saya (masalah) berani atau tidak berani ngomong-nya mungkin dari pribadi ya, harus dilatih (dibiasakan, red),” ujarnya.

Hal lain yang perlu diberikan perhatian ialah mengenai time management. “Kalau saya pakai planning. Mau ngapain hari ini, minggu depan? Semua di-planning. Ketika kita mau cuti, kita cuti (jangan melakukan pekerjaan). Kita harus bedakan urgent dengan penting. Kalau penting, tapi tidak urgent, masih bisa say no. Kita harus bisa ngatur waktu dan say no. Apalagi ketika dihadapkan dengan pekerjaan yang berada di luar job desk yang dimiliki.”

Tags:

Berita Terkait