Pasca terbit putusan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang mencopot Anwar Usman dari jabatan Ketua MK akibat polemik putusan 90/PUU-XXI/2023, ternyata masih berbuntut panjang. Pasal 169 huruf q UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum hasil dari putusan 90/PUU-XXI/2023 diuji kembali oleh mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama (Unusia), Brahma Aryana. Sayangnya, permohonan tersebut kandas sebagaimana dituangkan dalam Putusan No.141/PUU-XXI/2023.
“Amar putusan, mengadili, dalam provisi, menyatakan permohonan provisi tidak dapat diterima. Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan No.141/PUU-XXI/2023 di Gedung MK, Rabu (29/11/2023) kemarin.
Dalam petitumnya, Brahma Aryana selaku pemohon meminta MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU No.7/2017 sebagaimana telah diubah maknanya dalam putusan MK No.90/PUU-XXI/2023 terhadap frasa ‘atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu termasuk pemilihan kepala daerah’ bertentanggan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai ‘atau berpengalaman sebagai kepala daerah pada tingkat provinsi yakni Gubernur dan/atau Wakil Gubernur’.
Dalam pertimbangan putusan, hakim konstitusi Daniel Yusmic P Foekh mengutip pertimbangan putusan MKMK No.2 Tahun 2023 yang menegaskan Majelis Kehormatan MK tidak memberikan penilaian bahwa putusan 90/PUU-XXI/2023 adalah cacat hukum. Tapi justru menegaskan putusan itu berlaku secara hukum dan memiliki sifat final dan mengikat.
Baca juga:
- MK Tolak 3 Permohonan Uji Syarat Usia Minimal Capres-Cawapres, PSI: Kami Kecewa
- Putusan Syarat Capres-Cawapres Dinilai Langgar Asas Erga Omnes
- Buka Pintu Syarat Capres-Cawapres, Putusan MK Dianggap Melampaui Batas Kewenangan
Oleh karenanya, MKMK dalam putusan tersebut menyatakan tidak berwenang menilai putusan 90/PUU-XXI/2023. Selain itu Pasal 17 ayat (6) dan ayat (7) UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman tidak dapat diberlakukan dalam putusan perkara pengujian UU terhadap UUD 1945 oleh MK. Daniel menyebut MK tidak dapat dan tidak mungkin menentukan batasan usia minimal capres-cawapres
“Oleh karena itu, perubahan batasan usia minimal termasuk kemungkinan menentukan batasan usia maksimal untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah menjadi kewenangan pembentuk UU untuk menentukannya,” katanya.