Langkah pemerintah dengan menerbitkan kebijakan menghentikan ekspor mineral mentah sudahlah tepat. Sebab mendukung implementasi kebijakan hilirasi. Karenanya, aturan dan rencana yang sudah ditetapkan perlu dijalankan dengan komitmen agar sesuai dengan target yang diinginkan.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia, Daymas Arangga dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertajuk ‘Untung Rugi Larangan Ekspor Mineral Mentah’, Senin (12/5/23). “Ya kalau bicara kebijakan hilirisasi, salah satunya yang kita lihat adalah larangan ekspor. Ini sebuah dukungan untuk program hilirisasi,” ujarnya.
Namun demikian, bagi Daymas pemerintah perlu melakukan kajian lebih lanjut yang komprehensif dalam melakukan pelarangan terhadap berbagai jenis mineral mentah. Pasalnya terdapat beberapa jenis mineral tidak memiliki prospek yang cemerlang layaknya nikel dan bauksit. Adapun hal yang perlu dipertimbangkan oleh pemerintah dalam melakukan pelarangan ekspor terkait karakteristik hingga potensi pasar masing-masing mineral.
Daymas mengambil contoh Republik Demokrasi Kongo yang melakukan hilirisasi terhadap kobalt namun berjung kandas. Padahal pihaknya melihat hilirisasi nikel Indonesia dapat menjadi contoh sukses untuk negara lain. Baginya, Indonesia perlu melihat pengalaman Republik Demokrasi Kongo.
“Mereka itu memberlakukan hilirisasi untuk kobalt, namun ini tidak terlalu berhasil. Karena itu perlakuannya perlu dibedakan antara mineral satu dan mineral yang lain,” katanya.
Baca juga:
- Larangan Ekspor Mineral Mentah Berisiko Dihadang Kepentingan Asing
- Melihat Untung Rugi Kebijakan Larangan Ekspor Mineral Mentah
Daymas melihat kebijakan hilirisasi yang dikeluarkan pemerintah sudah terlambat. Padahal Indonesia sudah berpuluh-puluh tahun mengekspor mineral mentah dan selama itu pula tidak mendapatkan nilai tambah. Apalagi disadari sumber daya mineral sejatinya tidak pernah bertambah produksinya karena tidak terbarukan. Malahan kian berkurang sumber daya alam yang dihasilkan.