MK Diminta Memperluas Kewenangan Pengadilan HAM Indonesia
Terbaru

MK Diminta Memperluas Kewenangan Pengadilan HAM Indonesia

Para pemohon meminta frasa “oleh warga negara Indonesia” dalam Pasal 5 UU Pengadilan HAM dinyatakan bertentangan atau tidak sesuai dengan prinsip HAM sebagaimana diatur Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 dan Pembukaan UUD 1945, sehingga harus dibatalkan.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Kuasa Hukum Pemohon dari Themis Indonesia Feri Amsari usai pendaftaran uji materi UU Pengadilan HAM di Gedung MK, Rabu (7/9/2022). Foto: Istimewa
Kuasa Hukum Pemohon dari Themis Indonesia Feri Amsari usai pendaftaran uji materi UU Pengadilan HAM di Gedung MK, Rabu (7/9/2022). Foto: Istimewa

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima pendaftaran permohonan uji materiil Pasal 5 UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (UU Pengadilan HAM), Rabu (7/9/2022) kemarin. Permohonan ini diajukan Mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman, Mantan Ketua KPK M. Busyro Muqoddas, serta Aliansi Jurnalis Independen Indonesia (AJI). Permohonan ini dikuasakan lembaga Themis Indonesia, LBH PP Muhammadiyah, dan LBH Pers yang tergabung dalam Tim Universalitas HAM.

Permohonan ini telah mendapatkan Akta Pengajuan Permohonan Pemohon (AP3) dengan No.87/PUU/PAN.MK/AP3/09/2022. Para pemohon menilai terjadi kekosongan hukum pada berbagai peristiwa pelanggaran HAM. Misalnya, kasus penganiayaan suku Rohingya, pelaku pelanggaran HAM tidak bisa diadili di Pengadilan Pidana Internasional (International Criminal Court) lantaran Myanmar tidak menjadi pihak yang menandatangani Statuta Roma. Hal tersebut berimplikasi pada pelaku kejahatan HAM di Myanmar dapat lolos dari jerat hukum.

Pasal 5 UU Pengadilan HAM berbunyi, “Pengadilan HAM berwenang juga memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan di luar batas teritorial wilayah negara Republik Indonesia oleh warga negara Indonesia”.

Nanang Farid Syam dari Themis Indonesia mengatakan pendaftaran permohonan uji materiil ini dilakukan sebagai upaya internasional yang dilakukan agar HAM dapat terjaga dengan baik serta Indonesia menjadi bersungguh-sungguh ketika menangani persoalan HAM.

“Masih banyak beberapa kasus pelanggaran HAM di masa lalu belum tuntas penyelesaiannya. Kita berharap kasus-kasus HAM berat di masa lalu bisa terselesaikan di Indonesia. Ada dua tujuan kami ke sini. Pertama, kejahatan HAM di dunia bisa diatasi (diadili) di Indonesia. Kedua, pelanggaran HAM berat di Indonesia dapat terselesaikan dengan tuntas oleh pemerintah,” ujar Sasmito Madrim, salah satu pemohon dari AJI, seperti dikutip dari laman resmi MK, Rabu (7/9/2022).

Sasmito berharap permohonan uji materiil Pasal 5 UU Pengadilan HAM ini dapat memastikan kejahatan HAM tidak lagi terjadi di seluruh negara lain di dunia termasuk di Indonesia. “Kita berharap melalui upaya hukum ini, penjahat HAM di Myanmar dan negara-negara lain di dunia itu ketika kunjung ke Indonesia bisa diadili di Indonesia,” harapnya.

Sementara itu, Feri Amsari dari Themis Indonesia selaku kuasa hukum menjelaskan permohonan ini sebagai bentuk penghormatan tuntutan pelanggaran HAM atas kasus Munir. Mengingat, Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang tegas menyatakan “setiap orang berhak mendapatkan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan Indonesia menjadi bagian dari perdamaian dunia dan penegakan hukum yang adil.

“Peran Indonesia dalam perlindungan HAM universal dapat dilakukan jika frasa ‘oleh warga negara Indonesia’ dalam Pasa 5 UU HAM dihapus oleh MK. Itu sebabnya para pemohon mengajukan dihapuskannya frasa itu di MK agar HAM warga negara Myanmar dan warga negara lainnya terlindungi,” kata Feri.

Feri mengingatkan dalam Pembukaan UUD 1945 Indonesia sendiri dituntut terlibat aktif melindungi (menjaga) ketertiban dunia, tapi sama sekali tidak berupaya memastikan pelaku pelanggaran HAM dapat diadili dalam lingkup teritorial hukum Indonesia jika kemudian pelaku memasuki wilayah tanah air.

Untuk itu, dalam petitum permohonannya, para pemohon meminta frasa “oleh warga negara Indonesia” dalam Pasal 5 UU Pengadilan HAM dinyatakan bertentangan atau tidak sesuai dengan prinsip HAM sebagaimana diatur Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 dan Pembukaan UUD 1945, sehingga harus dibatalkan. Sebab, gagasan HAM yang dianut Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 adalah HAM yang universal termasuk dalam proses penegakan hukumnya.

Tags:

Berita Terkait