Mengulas Penerapan Asas Retroaktif dalam KUHP Nasional
Utama

Mengulas Penerapan Asas Retroaktif dalam KUHP Nasional

Penerapan retroaktif menggunakan asas lex favorio atau penggunaan sanksi berdasarkan hukuman teringan.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit

Kemudian UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.Sedangkan, retroaktif semu diterapkan ketika ada proses perubahan UU lama menjadi baru.  Dia mencontohkan kondisi ini terjadi saat penerapan KUHP yang baru. ”Ada UU di tengah jalan diganti atau diubah ketika proses berjalan menurut UU lama pidana dan baru,” ujarnya.

Penerapan retroaktif menggunakan asas lex favorio atau penggunaan sanksi berdasarkan hukuman teringan. Jika dalam UUU 1/2023 alias KUHP Nasional  sanksi pada suatu tindak pidana lebih ringan maka aturan lama tidak berlaku. ”Jika ada UU baru pilihlah yang meringankan. Asas lex favorio ini masih dipertahankan dalam KUHP,” jelas Ali.

Kemudian, dalam KUHP baru retroaktif ini berlaku pada terdakwa. Pemberlakuan retroaktif ini diatur detil dalam Pasal 3 UU KUHP baru. Setidaknya Pasal 3 UU 1/2023 mengatur enam hal. Pertama, dalam hal terdapat perubahan peraturan perundangan sesudah perbuatan terjadi, diberlakukan peraturan perundang-undangan yang baru. Kecuali, ketentuan peraturan perundang-undangan yang lama menguntungkan bagi pelaku dan pembantu tindak pidana.

Kedua, dalam hal perbuatan yang terjadi tidak lagi merupakan tindak pidana menurut peraturan perundangan yang baru, proses hukum terhadap tersangka atau terdakwa harus dihentikan demi hukum. Ketiga, dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (2) diterapkan bagi tersangka atau terdakwa yang berada dalam tahanan, tersangka atau terdakwa dibebaskan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan.

Keempat, dalam hal setelah putusan pemidanaan berkekuatan hukum tetap dan perbuatan yang terjadi tidak lagi merupakan tindak pidana menurut peraturan perundangan yang baru, pelaksanaan putusan pemidanaan dihapuskan. Kelima, dalam hal putusan pemidanaan telah berkekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (4), instansi atau pejabat yang melaksanakan pembebasan merupakan instansi atau pejabat yang berwenang.

Keenam, pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) tidak menimbulkan hak bagi tersangka, terdakwa, atau terpidana menuntut ganti rugi. Ketujuh, dalam hal setelah putusan pemidanaan berkekuatan hukum tetap dan perbuatan yang terjadi diancam dengan pidana yang lebih ringan menurut peraturan perundangan yang baru, maka pelaksanaan putusan pemidanaan disesuaikan dengan batas pidana menurut peraturan perundangan yang baru.

Tags:

Berita Terkait