Ketatnya Kebijakan Moneter Tingkatkan Rasio Modal BI
Berita

Ketatnya Kebijakan Moneter Tingkatkan Rasio Modal BI

Rasio kecukupan modal BI hingga akhir tahun lalu tercatat Rp73,7 triliun atau meningkat 5,87 persen dari tahun sebelumnya.

FAT
Bacaan 2 Menit
Ketatnya Kebijakan Moneter Tingkatkan Rasio Modal BI
Hukumonline
Bank Indonesia (BI) menyatakan, ketatnya kebijakan moneter yang dilakukan pada tahun lalu berakibat positif bagi keuangan bank sentral. Direktur Departemen Keuangan Intern BI Ahmad Hidayat mengatakan, ketatnya kebijakan moneter tersebut mampu mendorong surplus keuangan bank sentral di tahun 2013 mencapai Rp37,4 triliun.

Hingga akhirnya, lanjut Ahmad, surplus tersebut menambah rasio kecukupan modal BI sebesar 5,87 persen, atau pada akhir tahun lalu, rasio kecukupan modal BI tercatat sebesar Rp73,7 triliun. Menurutnya, jumlah tersebut masih terbilang aman bagi kecukupan modal bank sentral.

"Rasio modal BI naik lagi 5,87 persen menjadi Rp73,7 triliun," kata Ahmad di Jakarta, Jumat (23/5).

Ia menuturkan, sepanjang periode 2009-2011, laporan keuangan BI tercatat mengalami defisit. Misalnya pada 2009, keuangan BI mengalami defisit Rp1 triliun. Sedangkan pada 2010 tercatat defisit Rp21 triliun. Lalu pada tahun 2011 BI merugi hingga Rp25 triliun.

"Tetapi kondisi ini lumrah. Ibaratnya dulu cost of fund rendah, kemudian BI harus melakukan intervensi untuk menahan penurunan rupiah, maka dolar AS (Amerika Serikat) kami jual, sehingga, secara accounting kami merugi," katanya.

Namun, pada tahun 2012, keuangan BI mengalami surplus sebesar Rp5,82 triliun. Dan pada akhir 2013, surplus tersebut terus meningkat hingga sebesar Rp37,4 triliun. Menurutnya, surplus tersebut disebabkan meningkatnya jumlah penerimaan di 2013 menjadi Rp71,11 triliun dari sebelumnya Rp40,04 triliun di tahun 2012. Sedangkan, jumlah beban mengalami pertumbuhan yang melambat dari Rp31,94 triliun di tahun 2012 menjadi Rp28,92 triliun di 2013.

Ia menegaskan, meningkatnya rasio kecukupan modal BI tersebut lantaran pelaksanaan serangkaian kebijakan moneter yang dilakukan di tahun 2013. "Laporan keuangan BI ini merupakan cerminan dari pelaksanaan kebijakan moneter di 2013. Pada 2013 lalu ada tekanan terhadap kurs, sehingga depresiasi (rupiah) cukup dalam," katanya.

Sementara itu, Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengatakan, kondisi laporan keuangan BI tersebut merupakan laporan yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Bahkan, laporan keuangan tahunan BI tahun 2013 tersebut memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

"Opini BPK itu WTP sudah 10 tahun," katanya.

Terkait adanya surplus, Agus melihat bukanlah sesuatu yang menjadi target BI. Menurutnya, tiap tahun BI menargetkan agar stabilitas harga dan menjaga inflasi terus bisa dilakukan. Menurutnya, surplus bisa saja terjadi setelah BI mengeluarkan kebijakan-kebijakannya selama tahun 2013 yang dibarengi dengan melemahnya rupiah.

"Tujuan kita jaga stabilitas harga dan menjaga inflasi, tetapi kalau kebijakan-kebijakan kita yang diambil kemudian menghasilkan kondisi surplus besar, itu dalam banyak hal sangat mungkin karena kondisi rupiah melemah," katanya.

Ia mengatakan, menurunnya surplus pada 2009, 2010 dan 2011 lantaran nilau tukar rupiah pada saat itu kuat. Akibatnya, terjadi tekanan sehingga surplusnya rendah. "Yang ingin saya sampaikan, ini tujuan utama kita untuk stabilisasi harga, untuk kendalikan inflasi. Sedangkan dampak outcome pada hasil keuangan itu adalah lebih dari dampaknya," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait