Kebijakan Performance Bond Berguna Melindungi Buruh Migran
Berita

Kebijakan Performance Bond Berguna Melindungi Buruh Migran

Melalui performance bond, pengguna TKI wajib membayar uang jaminan kepada asuransi. Jika pengguna melanggar perjanjian kerja, uang jaminan itu dicairkan untuk TKI.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

(Baca juga: ASEAN Sepakati Konsensus Perlindungan Buruh Migran).

KBRI Singapura juga menerbitkan Kartu Pekerja Indonesia di Singapura (KPIS), kartu khusus bagi pekerja sektor domestik atau penata laksana rumah tangga (PLRT) itu sudah dilengkapi dengan barcode sehingga bisa dipindai lewat telepon pintar. Kartu itu sudah dilengkapi dengan fasilitas pengaduan yang bisa diakses melalui aplikasi.

Jumlah pekerja migran Indonesia di Singapura menurut Ngurah cukup besar. Sampai 11 April 2018 tercatat jumlahnya 106.825 pekerja migran Indonesia di sektor domestik, 29.515 anak buah kapal, dan 19.547 di sektor formal. Perselisihan ketenagakerjaan yang dihadapi buruh migran Indonesia di Singapura kasusnya lebih sedikit daripada negara penempatan lain.

Selain itu Ngurah menyoroti kebijakan direct hiring atau perekrutan langsung buruh migran yang diterbitkan pemerintah Singapura. Kebijakan ini menurut Ungurah menjadi salah satu penyebab meningkatnya persoalan pekerja migran Indonesia di Singapura. Kebijakan direct hiring membuka peluang bagi pengguna untuk merekrut langsung pekerja migran tanpa melalui perusahaan penyalur (PJTKI/PPTKIS).

Program Manajer Advokasi HAM ASEAN HRWG, Daniel Awigra, mengatakan kebijakan performance bond ini memberikan perlindungan ketenagakerjaan bagi buruh migran dengan cara diasuransikan. Tapi kebijakan ini jangan dijadikan alat pembenar bagi pengguna untuk tidak memenuhi kewajibannya kepada buruh migran. Sekalipun telah diasuransikan, pengguna wajib menjalankan segala kesepakatan yang tertuang dalam kontrak kerja. “Kebijakan ini jangan sampai membuat pengguna malah melakukan tindakan sewenang-wenang kepada buruh migran dan tidak menjalankan kontrak kerja,” ujarnya.

Pria yang disapa Awi itu mendorong agar pemerintah Singapura dan Indonesia untuk melakukan sosialisasi terhadap kebijakan performance bond. Kemudian menjamin agar buruh migran mampu mengakses kebijakan itu secara mudah. Jangan sampai buruh migran kesulitan melakukan klaim sehingga uang jaminan itu tidak bisa dicairkan.

Mengenai kebijakan direct hiring, Awi mengatakan hal ini berkaitan dengan perkembangan teknologi informasi dan kemampuan buruh migran Indonesia. Direct hiring ini hanya menyederhanakan proses perekrutan buruh migran menjadi lebih efisien karena tidak melalui perantara atau agen. Bagi buruh migran yang menduduki jabatan profesional kebijakan direct hiring ini tidak jadi soal karena sektor formal biasanya sudah memiliki perlindungan yang cukup baik.

Tapi berbeda dengan buruh migran yang bekerja di sektor informal seperti penata laksana rumah tangga atau domestik, Awi menekankan perlindungannya harus dijamin sekalipun mereka direkrut secara langsung tanpa melalui agen. Perlindungan itu meliputi proses sebelum sampai sesudah penempatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk melindungi buruh migran yang direkrut langsung yakni KBRI yang ada di negara penempatan harus melakukan sertifikasi terhadap calon pengguna.

“Melalui cara itu kebijakan direct hiring hanya bisa dilakukan oleh pengguna yang sudah mengantongi sertifikasi. Ini penting untuk perlindungan buruh migran Indonesia,” pungkas Awi.

Tags:

Berita Terkait