Butuh ‘Pengakuan’, Komunitas Ojek Online Uji UU LLAJ
Berita

Butuh ‘Pengakuan’, Komunitas Ojek Online Uji UU LLAJ

Uji materi ini sebagai bagian menuntut masalah legalitas, regulasi, dan kemitraan (dengan pemerintah) demi memperjuangkan kejelasan, kesejahteraan status ojek online sebagai transportasi umum.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Hal ini sangat potensial menimbulkan kerugian bagi driver ojek online berupa ancaman, kehilangan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, rasa ketidakamanan, tidak ada perlindungan dari ancaman ketakutan akan gangguan mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan hidup diri sendiri dan keluaranya. Dan menimbulkan keresahan bagi pengguna jasa ojek online.

 

“Uji materi ini sebagai bagian menuntut masalah legalitas, regulasi, dan kemitraan (dengan pemerintah) demi memperjuangkan kejelasan, kesejahteraan status ojek online sebagai transportasi umum,” tegasnya.  

 

Karena itu, para pemohon menilai keberadaan Pasal 138 ayat (3) UU LLAJ secara nyata bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945. Mereka meminta agar Pasal 138 ayat (3) UU LLAJ ditafsirkan secara inkonstitusional bersyarat.  

 

“Menyatakan Pasal 138 ayat (3) UU LLAJ bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Angkutan umum orang dan/atau kendaraan bermotor beroda dua milik perorangan yang digunakan untuk angkutan umum orang dan/atau barang dengan dipungut bayaran yang memanfaatkan pengunaan aplikasi berbasis teknologi informasi dengan pemesanan secara online, untuk mengakomodasi kemudahan aksebilitas bagi masyarakat,” demikian bunyi petitum permohonannya.

 

Tak hanya itu, Yudi mendesak pemerintah agar serius menangani permasalahan ojek online. “Kami sudah berjuang selama empat tahun, tetapi belum sepenuhnya diperhatikan,” tambahnya. (Baca Juga: Revisi UU LLAJ Lebih Praktis Ketimbang Membuat UU Baru)

Tags:

Berita Terkait