Akhirnya, DPR Setujui RUU Anti-Terorisme Jadi UU
Utama

Akhirnya, DPR Setujui RUU Anti-Terorisme Jadi UU

Dalam draf mulai mengatur soal masa perpanjangan penangkapan, penahanan, kriminalisasi baru mulai persiapan, pelatihan militer, hingga jaminan bagi hak-hak korban mendapatkan restitusi, kompensasi, pelayaan medis yang menjadi tangung jawab negara.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Kemudian, bila dalam draf RUU yang diberikan pemerintah mengatur pasal “Guantanamo”, maka dalam draf UU yang disahkan pun menghapus keberadaan pasal tersebut. Dalam pasal guantanamo menempatkan seseorang di tempat dan lokasi tertentu selama 6 bulan dalam rangka untuk pencegahan yang semula diatur Pasal 43A RUU Anti Terorisme.

 

UU ini menambahkan ketentuan penangkapan dan penahanan tersangka kasus terorisme mesti dilakukan dengan menjunjung prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM). Dengan kata lain, setiap terduga terorisme diperlakukan secara manusiawi. “Tidak disiksa, tidak diperlakukan secara kejam, dan tidak direndahkan martabatnya sebagai manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (3) UUD Tahun 1945,” ujarnya.

 

Lebih lanjut, anggota Komisi III DPR ini mengatakan UU ini mengatur tindak pidana terorisme yang diatur mesti dianggap bukanlah tindak pidana politik. Bahkan dapat diekstradisi atau dimintakan bantuan timbal balik. Langkah tersebut sesuai UU No. 5 Tahun 2006 tentang Pengesahan Konvensi Internasional Pemberantasan Pengeboman oleh Teroris.

 

Bagi korban aksi terorisme pun diatur. Bila dalam UU 15/2003 hanya mengatur mengenai kompensasi dan restitusi, tetapi dalam UU yang baru mengatur pemberian hak. Yakni berupa medis, rehabilitasi psikologis, psikososial, santunan bagi korban meninggal dunia, pemberian kompensasi dan restitusi. “Semuanya menjadi tanggung jawab negara,” ujarnya.

 

Terkait pencegahan, mulai kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi dan deradikalisasi sebagiamana diatur Pasal 43A, 43B, 43C dan 43D. Sementara dalam praktik penanganan aksi terorisme pun dilakukan pengawasan yang dibentuk dan terdiri dari anggota dewan di parlemen. Sementara ketentuan pelibatan TNI dalam pelaksanaanya diatur dalam peraturan presiden.

 

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly berpendapat dengan disahkannya RUU tersebut menjadi UU, maka dapat menjadi payung hukum untuk mengatasi berbagai modus aksi terorisme di tanah air dan internasional. Menurutnya, dengan UU yang baru menyempurnakan legislasi dalam pemberantasan terorisme yang bertujuan meminimalisir tindak pidana terorisme di Indonesia.

 

Dalam praktik penanganan terorisme, memang tak dapat dihindarkan dari hak asasi manusia (HAM). Karena itu, sepanjang pembahasan RUU dilakukan secara hati-hati dan tidak memberi ruang bagi pihak asing dan menghindari terjadinya intervensi. Menurutnya, dalam UU juga mengatur bentuk kriminalisasi baru. Yakni penyelenggaraan pelatihan militer  dalam maupun di luar negeri hingga dengan cara mempersiapkan dan mengikuti perang, dapat terjerat dengan UU.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait