6 Catatan Koalisi Soal Putusan MK Tentang Uji Materi UU PSDN
Terbaru

6 Catatan Koalisi Soal Putusan MK Tentang Uji Materi UU PSDN

Putusan MK tersebut tidak konsisten dengan amanat konstitusi, demokrasi, dan HAM. MK mengakui definisi ancaman dalam UU PSDN kabur dan menciptakan ketidakpastian hukum, tapi MK tidak membatalkan ketentuan itu. Selain itu, pandangan polisi adalah bagian masyarakat sipil adalah sesat pikir.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

MK telah memutus perkara uji materi UU No.23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN) untuk Pertahanan Negara yang teregister dalam Nomor 27/PUU-XIX/2021. Pada intinya putusan yang dibacakan Senin (31/10/2022) itu menyatakan seluruh dalil permohonan tidak bertentangan dengan UUD NKRI Tahun 1945. Sebagaimana diketahui pemohon perkara tersebut adalah koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Imparsial, KontraS, Public Virtue Institute, PBHI Nasional, Gustika Jusuf Hatta, Ikhsan Yosarie, dan Leon Alvinda.

Peneliti Imparsial, Hussein Ahmad, mengatakan koalisi masyarakat sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyatakan putusan MK tersebut tidak konsisten dengan amanat konstitusi, demokrasi dan HAM. Setidaknya ada 6 catatan koalisi terhadap putusan itu. Pertama, MK tidak konsisten antara pertimbangan dengan putusan yang diambil serta dalam beberapa pertimbangan gagal memahami maksud konstitusi.

Baca Juga:

Dalam pertimbangannya MK mengakui bahwa definisi ancaman dalam UU PSDN kabur dan menciptakan ketidakpastian hukum. Namun demikian, alih-alih membatalkan pasal tersebut, MK justru memerintahan pembentuk UU untuk merevisi pengaturan tersebut melalui revisi UU PSDN yang telah masuk Prolegnas yang sejatinya tidak dibenarkan dalam konteks hukum.

Kedua, MK menyatakan dalam hal penetapan Komponen Candangan Manusia, Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Buatan (SDB) dan Sarana dan Prasaranan Nasional (SARPRASNAS) harus demokratis dan menghormati HAM. Argumentasi MK itu benar, tapi MK seolah takut menyatakan penetapan sepihak yang dapat dilakukan oleh Menteri Pertahanan (Menhan) sebagaimana diatur dalam UU PSDN adalah keliru, tidak demokratis, dan berpotensi melanggar HAM.

“Bagaimana mungkin penetapan sepihak Menhan tanpa adanya kesukarelaan oleh pemilik SDA, SDB, dan SARPRASNAS tanpa adanya mekanisme penolakan dapat dikatakan demokratis dan sesuai dengan HAM,” kata Hussein ketika  dikonfirmasi, Senin (31/10/2022).

Ketiga, pertimbangan MK yang menyatakan bahwa UU PSDN sudah mengakomodir prinsip Consentious Objection karena pemerintah tidak mewajibkan warga negara mengikuti komponen cadangan (komcad) adalah ngawur dan sama sekali tidak paham pokok permasalahan. Hussein menegaskan UU PSDN tidak mewajibkan warga negara untuk mengikuti Komcad, tapi beleid itu tidak memberikan mekanisme penolakan (prinsip Consentious Objection) bagi warga negara apabila telah mengikuti Komcad dan malah terhadap Consentious Objector (Komcad) justru diancam dengan hukuman pidana.

Tags:

Berita Terkait