Kendatipun Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional sudah resmi menjadi KUHP Nasional, namun masih saja terdapat kritikan dari publik, bahkan dunia internasional. KUHP produk nasional dianggap berpotensi kemunduran dalam hak asasi manusia. Salah satu pasal yang menjadi sorotan dunia internasional perihal pasal perzinaan yang berpotensi mengancam kunjungan wisatawan asing di bidang perhotelan dan wisata.
Juru Bicara Tim Sosialiasi KUHP Nasional, Albert Aries menampik berbagai tudingan tersebut. Menurutnya pasal kohabitasi alias perzinaan di luar pernikahan dalam KUHP Nasional sebagai delik aduan dan bersifat absolut. Dengan demikian, hanya pihak suami atau istri -bagi yang terikat perkawinan-, orang tua atau anak -bagi yang tidak terikat perkawinan- yang dapat membuat aduan. Dengan demikian, tak dapatnya pihak lain melapor membuat aduan, apalagi main hakim sendiri.
“Jadi tidak akan ada proses hukum tanpa pengaduan dari pihak yang berhak dan dirugikan secara langsung,” ujarnya.
Bagi pemerintah, klarifikasi dan penjelasan perlu diberikan ke publik akibat maraknya informasi pemberitaan yang keliru secara fundamental. Khususnya terkait pasal perzinaan dan kohabitasi yang dinilai berpotensi membawa dampak negatif pada sektor pariwisata dan investasi di Indonesia. Dalam naskah KUHP Nasional, pengaturan larangan perzinaan dan kohabitasi diatur dalam Pasal 411 dan 412.
|
Dosen hukum pidana Fakultas Hukum (FH) Universitas Trisakti itu menerangkan, sejatinya tak ada perubahan substantif terkait pasal yang mengatur kohabitasi bila dibandingkan dengan Pasal 284 KUHP peninggalan kolonial Belanda. Hanya saja bedanya, terletak pada penambahan pihak yang berhak mengadu atau membuat laporan. Lagian, bila akhirnya terbukti melakukan tindak pidana perzinaan atau kohabitasi, masih terdapat alternatif berupa sanksi denda yang tak lebih dari Rp10 juta
“Jadi sebenarnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kalau selama ini turis dan investor bisa nyaman berada di Indonesia, maka kondisi ini juga tidak akan berubah,” ujarnya.