Gugatan in rem adalah suatu upaya hukum yang dilakukan oleh aparatur negara, dalam hal ini kejaksaan, untuk menuntut harta benda dari si terdakwa, keluarga atau kroni-kroninya yang diperoleh dari hasil kejahatan yang belum tersentuh dalam perkara pidana. Bagaimana ketentuan gugatan in rem ini?
Â
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Â
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Arti Gugatan In Rem yang dibuat oleh Togar S.M. Sijabat, S.H., M.H., dan pertama kali dipublikasikan pada 17 November 2016.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Â
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Â
Arti Gugatan In Rem
Disarikan dari buku yang berjudul Hukum Pertanahan di Belanda dan Indonesia, in rem merupakan perihal sesuatu (barang). In rem artinya sebuah hak yang memiliki prioritas terhadap hak-hak kebendaan.[1]Gugatan in rem adalah suatu upaya hukum yang dilakukan oleh aparatur negara, dalam hal ini kejaksaan, untuk menuntut harta benda dari si terdakwa, keluarga atau kroni-kroninya yang diperoleh dari hasil kejahatan yang belum tersentuh dalam perkara pidana. Upaya ini sering disebut sebagai upaya memiskinkan terdakwa, keluarga atau kroni-kroninya.
Disarikan dari artikel Sita Perdata, Terobosan Baru dalam RUU Tipikor disebutkan keunggulan dari sita in rem menunggu seseorang menyandang status tersangka. Sita in rem lebih mudah dibanding dengan penyitaan. Sebab, aset seseorang bisa disita meski pemeriksaan masih dalam tahap penyelidikan. Bila berdasarkan penyitaan yang diatur KUHAP seseorang harus ditetapkan sebagai tersangka dulu, namun dalam gugatan in rem, penetapan status semacam itu tidak perlu.
Sebagai informasi, istilah in rem dapat kita temukan dalam RUU Perampasan Aset Terkait dengan Tindak Pidana Tahun 2023, yakni dikenal sebagai perampasan aset secara perdata (civil forfeiture) yang bersifat in rem.[2] Perampasan aset yang bersifat in rem adalah suatu tindakan hukum untuk melawan aset itu sendiri, bukan terhadap individu (in personam) seperti dalam perkara pidana.
Â
Gugatan In Rem dalam KUHP dan UU 1/2023
Namun sebenarnya upaya memiskinkan ini dapat Anda temukan pengaturannya dalam Pasal 10 huruf b angka 2 KUHPlama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku menyebutkan bahwa salah satu jenis hukuman pidana yang diatur adalah perampasan barang-barang tertentu. Biasanya barang-barang milik terdakwa atau yang diperoleh dari hasil kejahatan terdakwa.
Kemudian dalam UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[3]Â yaitu tahun 2026 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan, yakni pada tahun 2026, juga mengenal upaya memiskinkan tersebut yang diatur dalam beberapa pasal sebagai berikut:
Â
Pasal 66 ayat (1) huruf b UU 1/2023
Pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf b terdiri atas:
pencabutan hak tertentu;
perampasan Barang tertentu dan/atau tagihan;
pengumuman putusan hakim;
pembayaran ganti rugi;
pencabutan izin tertentu; dan
pemenuhan kewajiban adat setempat.
Â
Pasal 91 UU 1/2023
Pidana tambahan berupa perampasan Barang tertentu dan/atau tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf b yang dapat dirampas meliputi Barang tertentu dan/atau tagihan:
yang dipergunakan untuk mewujudkan atau mempersiapkan Tindak Pidana;
yang khusus dibuat atau diperuntukkan mewujudkan Tindak Pidana;
yang berhubungan dengan terwujudnya Tindak Pidana;
milik terpidana atau orang lain yang diperoleh dari Tindak Pidana;
dari keuntungan ekonomi yang diperoleh, baik secara langsung maupun tidak langsung dari Tindak Pidana; dan/atau
yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
Â
Pasal 92 ayat (1) UU 1/2023
Pidana tambahan berupa perampasan Barang tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dapat dijatuhkan atas Barang yang tidak disita dengan menentukan bahwa Barang tersebut harus diserahkan atau diganti dengan sejumlah uang menurut taksiran hakim sesuai dengan harga pasar.
Selain pasal-pasal UU 1/2023 di atas, perampasan barang tertentu juga diatur dalam Pasal 116 tentang pidana tambahan bagi anak, Pasal 120 tentang pidana tambahan bagi korporasi, Pasal 129 dan Pasal 130 tentang perbarengan tindak pidana, dan Pasal 141 tentang pelaksanaan pidana perampasan barang tertentu jika terpidana meninggal dunia.
Â
Contoh Kasus
Guna mempermudah pemahaman Anda, penulis sebelumnya mencontohkan misalnya seorang bandar narkotika telah dihukum pidana penjara selama 20 tahun dan barang bukti telah dimusnahkan. Namun diketahui bahwa si narapidana masih memiliki harta kekayaan yang dibuat atas nama keluarga atau kroni-kroninya yang masih belum bisa dibuktikan ketika perkara pidana berjalan.
Kejaksaan sebagai pengacara negara, selain mengeksekusi terdakwa untuk melaksanakan hukuman pidana penjara, juga melakukan gugatan perdata kepada terdakwa, keluarga terdakwa atau kroni-kroni terdakwa agar harta yang diperoleh dari hasil kejahatan itu dirampas untuk negara.[4] Tujuannya agar si terdakwa, keluarga terdakwa, dan kroni-kroninya akan jatuh miskin sehingga tidak akan mengulangi perbuatan kejahatan lagi.