Empat tahun sudah Peraturan Presiden (Perpres) No. 125 Tahun 2016 berlaku. Perpres tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri ini dimaksudkan sebagai kebijakan darurat setelah Indonesia menjadi tempat transit pengungsi dan pencari suaka dari beberapa negara lain.
Pengungsi adalah orang asing yang berada di wilayah Indonesia disebabkan ketakutan yang beralasan akan persekusi dengan alasan ras, suku, agama, kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial tertentu, dan pendapat politik yang berbeda serta tidak menginginkan perlindungan dari negara asalnya dan/atau telah mendapatkan status pencari suaka atau status pengungsi dari PBB melalui Komisariat Tinggi Urusan Pengungsi (UNHCR) di Indonesia.
Pada 2015, sekitar 1.300 pengungsi terdampar di perairan Aceh dan ditemukan nelayan. Setelah mendapat restu dari penglima laot, kapal pengungsi ditarik ke daratan. Pertemuan tripartit antara Indonesia, Malaysia dan Thailand sempat digelar untuk membahas nasib pengungsi tersebut.
Sejak saat itu, Indonesia menjadi tempat singgah para pengungsi, khususnya dari Afghanistan dan Myanmar. Pada tahun 2020 lalu, nelayan kembali menemukan 396 pengungsi terdampar di perairan Aceh. Bertahun-tahun nasib sebagian pengungsi itu belum jelas, hingga mereka melakukan demo pada 19 Januari lalu di Jakarta. Pendemo, umumnya pengungsi Afghanistan, meminta mereka diperlakukan sebagaimana hukum internasional, terutama dalam pemenuhan hak-hak pengungsi.