Dalam masa memerangi COVID-19 ini dapat timbul ancaman yang membahayakan perekonomian nasional khususnya bagi sektor perbankan maupun debitur-debitur bank. Apakah pemerintah sudah menyiapkan skema atau program tertentu untuk memulihkan perekonomian?
Dalam PP 23/2020, diatur pemulihan ekonomi nasional bagi sektor perbankan serta kepada debitur perbankan dan perusahaan pembiayaan dengan persyaratan tertentu.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Program Pemulihan Ekonomi Nasional (Program PEN)
Program PEN adalah rangkaian kegiatan untuk pemulihan perekonomian nasional yang merupakan bagian dari kebijakan keuangan negara yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk mempercepat penanganan pandemi COVID-19 dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.[1]
Untuk melaksanakan program PEN ini, pemerintah dapat melakukan:[2]
Penanaman Modal Negara (“PMN”);
penempatan dana;
investasi pemerintah; dan/ atau
penjaminan.
Selain di atas, untuk memulihkan ekonomi nasional, pemerintah juga dapat melakukan kebijakan melalui belanja negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[3]
Program PEN dapat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau sumber lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[4]
Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami akan menerangkan mengenai program PEN terkait penempatan dana dan belanja negara untuk debitur perbankan dan perusahaan pembiayaan.
Penempatan Dana untuk Perbankan
Pemerintah dapat melakukan penempatan dana yang ditujukan untuk memberikan dukungan likuiditas kepada perbankan yang melakukanrestrukturisasi kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit/pembiayaan modal kerja.[5]
Penempatan dana tersebut dilakukan kepada bank peserta yang paling sedikit memiliki kriteria, sebagai berikut:[6]
merupakan bank umum yang berbadan hukum Indonesia, beroperasi di wilayah Indonesia, dan paling sedikit 51% saham dimiliki oleh Warga Negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia;
merupakan bank kategori sehat berdasarkan penilaian tingkat kesehatan bank oleh Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”); dan
termasuk dalam kategori 15 bank beraset terbesar.
Selanjutnya, bank peserta ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan informasi Ketua Dewan Komisioner OJK mengenai kriteria di atas.[7]
Bank peserta berfungsi menyediakan dana penyangga likuiditas bagi bank pelaksana yang membutuhkan dana penyangga likuiditas setelah melakukan:[8]
restrukturisasi kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit/pembiayaan modal kerja; dan/atau
tambahan kredit/pembiayaan bagi Bank Perkreditan Rakyat/ Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dan perusahaan pembiayaan yang melakukan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit/ pembiayaan modal kerja.
Bank peserta yang bertindak sebagai bank pelaksana menerima dana penyangga likuiditas dari penempatan dana pemerintah.[9]
Bank pelaksana kemudian memberikan dukungan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit/pembiayaan modal kerja kepada usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan koperasi.[10]
Bank peserta dapat memberikan dana penyangga likuiditas kepada bank pelaksana, bila bank pelaksana tersebut:[11]
merupakan bank kategori sehat berdasarkan penilaian tingkat kesehatan bank oleh OJK; dan
memiliki Surat Berharga Negara, Sertifikat Deposito Bank Indonesia, Sertifikat Bank Indonesia, Sukuk Bank Indonesia, dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang belum direpokan tidak lebih dari 6% dari dana pihak ketiga.
Transaksi antara bank pelaksana dengan bank peserta diatur dalam suatu perjanjian antara kedua belah pihak.[12]
Belanja Negara untuk Debitur Perbankan dan Perusahaan Pembiayaan
Program PEN melalui belanja negara termasuk tetapi tidak terbatas pada pemberian subsidi bunga kepada debitur perbankan, perusahaan pembiayaan, dan lembaga penyalur program kredit pemerintah yang memenuhi persyaratan.[13]
Debitur perbankan dan perusahaan pembiayaan harus memenuhi persyaratan, paling sedikit:[14]
merupakan usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan/atau koperasi dengan plafon kredit paling tinggi Rp10 miliar;
tidak termasuk daftar hitam nasional;
memiliki kategori performing loan lancar (kolektibilitas 1 atau 2); dan
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau mendaftar untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Lebih lanjut, ketentuan mengenai mekanisme penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban pemberian subsidi, dan persyaratan debitur diatur dalam peraturan menteri keuangan.[15]
Kami telah mengkompilasi berbagai topik hukum yang sering ditanyakan mengenai dampak wabah Covid-19 terhadap kehidupan sehari-hari mulai dari kesehatan, bisnis, ketenagakerjaan, profesi, pelayanan publik, dan lain-lain. Informasi ini dapat Anda dapatkan di tautan berikut covid19.hukumonline.com.