Apa perbedaan permohonan dan gugatan? Mohon jelaskan perbedaan gugatan dan permohonan ini secara singkat beserta contohnya, terima kasih.
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Salah satu perbedaan gugatan dan permohonan yaitu dalam gugatan ada suatu sengketa atau konflik yang harus diselesaikan dan diputus oleh pengadilan. Sedangkan, dalam permohonan tidak ada sengketa sehingga hakim mengeluarkan suatu penetapan. Selain itu, apa perbedaan antara gugatan dan permohonan?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Sovia Hasanah, S.H., dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 16 September 2016 kemudian dimutakhirkan pertama kali pada 26 Mei 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Pengertian Gugatan
Gugatan adalah tuntutan hak yang mengandung sengketa, di mana sekurang-kurangnya terdapat dua pihak, yaitu penggugat dan tergugat. Ciri khas dari gugatan adalah bersifat berbalasan, berhubung tergugat kemungkinan besar akan membalas lagi gugatan dari penggugat.[1]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Adapun M. Yahya Harahap dalam Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan (hal. 46 – 47) menjelaskan bahwa gugatan mengandung sengketa di antara kedua belah pihak atau lebih. Permasalahan yang diajukan dan diminta untuk diselesaikan dalam gugatan merupakan sengketa atau perselisihan di antara para pihak. Penyelesaian sengketa di pengadilan ini melalui proses sanggah-menyanggah dalam bentuk replik dan duplik. Dalam perundang-undangan, istilah yang digunakan adalah gugatan perdata atau gugatan saja.
Contoh gugatan yaitu gugatan sengketa warisan, sengketa jual beli tanah, sengketa sewa menyewa rumah, dan sebagainya.[2]
Adapun syarat gugatan ada dua, yaitu syarat materiil dan syarat formil. Syarat materiil yaitu syarat yang berkaitan dengan isi atau materi yang harus dimuat dalam surat gugatan, yang terdiri atas identitas para pihak, posita, petitum. Sedangkan syarat formil adalah syarat untuk memenuhi ketentuan tata tertib beracara yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, seperti tidak melanggar kompetensi absolut maupun relatif.[3] Selengkapnya mengenai gugatan perdata dan syaratnya dapat disimak dalam artikel Bagaimana Cara Membuat Surat Gugatan Perdata?
Pengertian Permohonan
Permohonan adalah tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa, di mana hanya terdapat satu pihak saja yang disebut sebagai pemohon. Tidak ada sengketa di sini maksudnya tidak ada perselisihan, yang bersangkutan tidak minta peradilan atau keputusan dari hakim, melainkan minta ketetapan dari hakim tentang status dari suatu hal, sehingga mendapatkan kepastian hukum yang harus dihormati dan diakui oleh semua orang.[4]
Terkait dengan permohonan ini, Retnowulan Sutantio dalam buku Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek menjelaskan bahwa dalam perkara yang disebut permohonantidak ada sengketa, hakim mengeluarkan suatu penetapan atau lazimnya yang disebut dengan putusan declaratoir yaitu putusan yang bersifat menetapkan, menerangkan saja (hal. 10)
Sementara Yahya menjelaskan bahwa permohonan atau gugatan voluntair adalah permasalahan perdata yang diajukan dalam bentuk permohonan yang ditandatangani pemohon atau kuasanya yang ditujukan kepada ketua Pengadilan Negeri (hal. 29).
Ciri khas dari permohonan adalah bersifat reflektif yaitu hanya demi kepentingan pihaknya sendiri tanpa melibatkan pihak lain. Contohnya: permohonan melakukan adopsi, konsinyasi, ganti nama, menjadi wali, dan sebagainya.[5]
Karena proses permohonan hanya berupa pemenuhan administratif saja, maka tidak ada proses mengadili seperti sidang gugatan. Sehingga, sepanjang syarat-syarat administratifnya terpenuhi, besar kemungkinan permohonan yang diajukan akan dikabulkan.[6]
Perbedaan antara Gugatan dan Permohonan
Lebih lanjut sebagaimana telah kami sarikan, Yahya menjelaskan perbedaan gugatan dan permohonan antara lain sebagai berikut.[7]
PERMOHONAN
GUGATAN
â— Masalah yang diajukan bersifat kepentingan sepihak saja.
â— Permasalahan yang dimohon pada prinsipnya tanpa sengketa dengan pihak lain.
â— Tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan, tetapi bersifat bebas murni dan mutlak satu pihak (ex-parte).
â— Hakim mengeluarkan suatu penetapan.
â— Masalah yang diajukan mengandung sengketa.
â— Terjadi sengketa di antara para pihak, di antara 2 pihak atau lebih.
â— Pihak yang satu berkedudukan sebagai penggugat dan pihak yang lainnya berkedudukan sebagai tergugat.
â— Hakim mengeluarkan putusan untuk dijatuhkan kepada pihak yang berperkara.
Contoh Gugatan dan Permohonan di Pengadilan Agama
Mengenai pertanyaan Anda berikutnya, Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, shadaqah; dan ekonomi syariah.[8]
Adapun contoh yang Anda tanyakan, misalnya dalam kasus waris, tergolong sebagai gugatan apabila mengandung sengketa waris, di mana ada dua pihak atau lebih yang saling berselisih terkait harta waris. Tetapi, akan disebut permohonan apabila seseorang memohon penetapan ahli waris ke Pengadilan Agama (tidak ada sengketa).
Sri Wardah dan Bambang Sutiyoso. Hukum Acara Perdata dan Perkembangannya di Indonesia. Yogyakarta: Gama Media, 2007;
Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika, 2005;
Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Prakte Bandung: Mandar Maju, 1995.
[1] Sri Wardah dan Bambang Sutiyoso. Hukum Acara Perdata dan Perkembangannya di Indonesia. Yogyakarta: Gama Media, 2007, hal. 31
[2] Sri Wardah dan Bambang Sutiyoso. Hukum Acara Perdata dan Perkembangannya di Indonesia. Yogyakarta: Gama Media, 2007, hal. 31
[3] Sri Wardah dan Bambang Sutiyoso. Hukum Acara Perdata dan Perkembangannya di Indonesia. Yogyakarta: Gama Media, 2007, hal. 31
[4] Sri Wardah dan Bambang Sutiyoso. Hukum Acara Perdata dan Perkembangannya di Indonesia. Yogyakarta: Gama Media, 2007, hal. 30 dan 32
[5] Sri Wardah dan Bambang Sutiyoso. Hukum Acara Perdata dan Perkembangannya di Indonesia. Yogyakarta: Gama Media, 2007, hal. 30–31
[6] Sri Wardah dan Bambang Sutiyoso. Hukum Acara Perdata dan Perkembangannya di Indonesia. Yogyakarta: Gama Media, 2007, hal. 31
[7] M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Sinar Grafika. Jakarta: 2005, hal. 29, 47, dan 797