Akan ada beberapa mahasiswa (S2) yang hendak "magang" di perusahaan dalam rangka memenuhi tuntutan akademis (tugas akhir). Sepengetahuan saya, magang itu adalah "pelatihan kerja terpadu dalam rangka menguasai suatu keterampilan tertentu atas dasar perjanjian pemagangan secara tertulis antara peserta dengan pengusaha". Pertanyaan saya adalah: 1. Apakah dapat dinamakan "pemagangan" apabila para peserta tersebut hanya dalam rangka memenuhi tuntutan akademis? 2. Apakah boleh peserta magang tidak diturutsertakan dalam program Jamsostek? 3. Apakah menyalahi undang-undang, apabila sertifikasi kompetensi kerja magang diubah menjadi surat keterangan riset?
�
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Esensi Perjanjian Pemagangan Agar Tidak Menyalahi Aturan yang dibuat oleh Shanti Rachmadsyah, S.H. dan pernah dipublikasikan padaSelasa, 31 Agustus 2010.
Pemagangan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) dimaksudkan untuk pelatihan kerja dan peningkatan kompetensi kerja, bukan untuk tujuan akademis atau pemenuhan kurikulum/persyaratan suatu profesi tertentu. Pemagangan mahasiswa S2 untuk memenuhi tuntutan akademis (tugas akhir) adalah magang yang dilakukan untuk tujuan akademis atau pemenuhan kurikulum dan bukan pemagangan sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan.
Jika yang Anda maksud adalah peserta magang dalam konteks pemagangan dalam UU Ketenagakerjaan, peserta magang berhak atas hak-hak antara lain memperoleh uang saku dan/atau uang transpor, memperoleh jaminan sosial tenaga kerja, memperoleh sertifikat apabila lulus di akhir program.
Adapun sanksi jika perusahaan selain penyelenggara negara tidak melaksanakan kewajiban mendaftarkan pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS adalah sanksi administratif.
Sedangkan, produk dari pemagangan dalam rangka persyaratan akademis atau pemenuhan kurikulum/persyaratan suatu profesi tertentu, adalah sertifikat magang untuk persyaratan minimal (minimum requirement) suatu jabatan atau profesi.
Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
1.Di Indonesia, dikenal berbagai macam bentuk pemagangan (magang) yakni pemagangan dalam rangka pelatihan kerja, pemagangan untuk tujuan akademis, dan magang untuk pemenuhan kurikulum atau persyaratan suatu profesi tertentu.
Dalam konteks Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”), pemagangan merupakan sub-sistem dari pelatihan kerja. Pemagangan dalam rangka pelatihan kerja tersebut dapat dibedakan lagi berdasarkan wilayahnya, yakni:
Pemagangan adalahbagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.[1]
Sedangkan pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan.[2]
Jadi, pemagangan dalam UU Ketenagakerjaan dimaksudkan untuk pelatihan kerja dan peningkatan kompetensi kerja, bukan untuk tujuan akademis atau pemenuhan kurikulum/persyaratan suatu profesi tertentu.
Hal serupa juga disebutkan dalam Pedoman untuk Pengusaha: Program Pemagangandi Indonesia yang diterbitkan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) atas dukungan dan kerjasama dengan Organisasi Perburuhan Internasional (International Labour Organization) Bureau for Employers' Activities (ILO ACT/EMP). Dalam pedoman tersebut dikatakan bahwa pemagangan pada dasarnya merupakan pelatihan yang dilaksanakan oleh perusahaan kepada calon tenaga kerja di lokasi kerja untuk mendapatkan keterampilan tertentu. Bagi perusahaan, tujuan pemagangan adalah untuk mendapatkan tenaga kerja yang memiliki keterampilan sesuai dengan kualifikasi yang diperlukan oleh perusahaan. Sementara itu, peserta pemagangan mengikutinya untuk mendapatkan keterampilan yang diperlukan untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan keterampilan yang didapatkannya dalam pemagangan. Maka pemagangan bukan merupakan relasi pemberi kerja dan pencari kerja, namun relasi antara pencari keterampilan dengan penyedia keterampilan yang dilakukan di lingkungan pekerjaan. Pemagangan juga bukan merupakan pelatihan yang diberikan perusahaan kepada siswa sekolah sebagai prasyarat untuk mendapat keterampilan tertentu sebagai salah satu prasyarat kurikulum pendidikan.
Hal serupa juga dijelaskan oleh Kementerian Ketenagakerjaan dalam menjawab pertanyaan pada situs Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR), yaitu dalam hal pemagangan oleh mahasiswa yang bersangkutan dilaksanakan dalam rangka memenuhi persyaratan akademis yang merupakan bagian kurikulum pendidikan, maka mahasiswa yang bersangkutan tidak dapat diklasifikasikan sebagai peserta magang dalam negeri.
Pemagangan untuk tujuan akademis, pemenuhan kurikulum atau persyaratan suatu profesi tertentu, contohnya adalah:
Dengan demikian, menurut kami pemagangan mahasiswa S2 untuk memenuhi tuntutan akademis (tugas akhir) tersebut adalah magang yang dilakukan untuk tujuan akademis atau pemenuhan kurikulum dan bukan pemagangan sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan.
2.Jika yang Anda maksud adalah peserta magang dalam konteks pemagangan dalam UU Ketenagakerjaan, berdasarkan Pasal 22 ayat (2) UU Ketenagakerjaan beserta penjelasannya, peserta magang berhak atas hak-hak antara lain memperoleh uang saku dan/atau uang transpor, memperoleh jaminan sosial tenaga kerja, memperoleh sertifikat apabila lulus di akhir program.
Jaminan sosial yang didapat oleh peserta pemagangan dalam negeri adalah jaminan kecelakaan kerja dan kematian.[3] Sedangkan untuk peserta pemagangan di luar negeri, mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan lain: asuransi kecelakaan, kesehatan, kematian, fasilitas keselamatan dan kesehatan kerja.[4]
Dengan UU BPJS ini dibentuk 2 (dua) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (“BPJS”), yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.[5]
Pada dasarnya, setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, wajib menjadi Peserta program Jaminan Sosial.[6]
Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS, sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti dan pekerja berhak untuk mendaftarkan diri sebagai peserta program jaminan sosial atas tanggungan pemberi kerja apabila pemberi kerja telah nyata-nyata tidak mendaftarkan pekerjanya pada BPJS.[7]
Adapun sanksi jika perusahaan selain penyelenggara negara tidak melaksanakan kewajiban mendaftarkan pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS adalah sanksi administratif.[8]
c.tidak mendapat pelayanan publik tertentu. -> dilakukan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah atas permintaan BPJS.
Sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu yang dikenai kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara meliputi:[10]
a.perizinan terkait usaha;
b.izin yang diperlukan dalam mengikuti tender proyek;
c.izin memperkerjakan tenaga kerja asing;
d.izin perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; atau
e.Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
3.Kami kurang paham yang dimaksud dengan surat keterangan riset dalam perusahaan Anda. Akan tetapi, produk akhir dari pemagangan dalam rangka pelatihan kerja adalah sertifikasi kompetensi kerja. Hal ini diakui dalam Pasal 23 UU Ketenagakerjaan:
Tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan berhak atas pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga sertifikasi.
Selain dalam UU Ketenagakerjaan, Pasal 12 ayat (1) huruf d Permenaker 36/2016 dan Pasal 20 ayat (1) huruf e Permenaker 08/2008 juga mengatur mengenai hak peserta magang, yang salah satunya adalah memperoleh sertifikat apabila telah menyelesaikan program pemagangan.
Sedangkan, produk dari pemagangan dalam rangka persyaratan akademis atau pemenuhan kurikulum/persyaratan suatu profesi tertentu, adalah sertifikat magang untuk persyaratan minimal (minimum requirement) suatu jabatan atau profesi.
Jadi, perusahaan wajib memberikan suatu sertifikat mengenai hasil pemagangan yang dilakukan oleh peserta magang tersebut. Apabila ternyata yang diperlukan oleh peserta magang tersebut adalah pengakuan bahwa mereka telah melakukan magang di tempat Anda, menurut kami surat keterangan riset saja tidak cukup. Perusahaan Anda harus memberikan sertifikat yang mengakui bahwa benar mereka telah melakukan magang di perusahaan Anda.
Terkait kontrak magang dalam rangka persyaratan akademis atau pemenuhan kurikulum/persyaratan suatu profesi tertentu, ketentuannya sangat bergantung pada persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur masing-masing profesi tersebut. Sedangkan, perjanjian pemagangan dalam rangka pelatihan kerja, diatur dalam Pasal 22 UU Ketenagakerjaan jo. Pasal 10 Permenaker 36/2016 dan Pasal 17 ayat (6) Permenaker 08/2008, yakni sekurang-kurangnya memuat hak dan kewajiban peserta dan pengusaha serta jangka waktu pemagangan.