Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Perlunya Perjanjian Dibuat Secara Tertulis

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Perlunya Perjanjian Dibuat Secara Tertulis

Perlunya Perjanjian Dibuat Secara Tertulis
Bimo Prasetio, S.H. & Asharyanto, S.H.I.SMART Attorneys at Law
SMART Attorneys at Law
Bacaan 10 Menit
Perlunya Perjanjian Dibuat Secara Tertulis

PERTANYAAN

Toko sering mengalami kerugian manakala barang kiriman dari perusahaan rusak. Keluhan kadang tidak ditanggapi oleh perusahaan karena tidak adanya perjanjian. Adakah UU yang dapat toko gunakan untuk memperkarakan perusahaan apabila toko menempuh upaya hukum atas kerugian yang dialami karena biasanya bukan saja kerugian materi tetapi toko merasakan adanya kerugian nonmateri?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Merujuk pada pertanyaan yang diberikan oleh Saudara, kami memahami bahwa Saudara telah sepakat dengan pihak lain (distributor), berdasarkan persetujuan, namun kesepakatan tersebut tidak dibuat dalam suatu perjanjian. Kesepakatan mana yang merupakan perbuatan dari masing-masing pihak dan mengakibatkan pihak-pihak dimaksud berkewajiban untuk memberikan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.

     

    Berdasarkan hal di atas bahwa suatu persetujuan sudah cukup membuktikan bahwa telah terjadi hubungan keperdataan, dimana suatu perikatan telah timbul yang diakibatkan suatu perbuatan hukum (rechtshandeling)antara satu orang atau lebih sebagaimana diatur dalam Pasal 1313 dan Pasal 1314 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) yang menyatakan:

    KLINIK TERKAIT

    Bagaimana Pembuatan Kontrak yang Benar Secara Hukum?

    Bagaimana Pembuatan Kontrak yang Benar Secara Hukum?
     
    Pasal 1313

    Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.

     
    Pasal 1313

    Suatu persetujuan diadakan dengan cuma-cuma atau dengan memberatkan. Suatu persetujuan cuma-cuma adalah suatu persetujuan, bahwa pihak yang satu akan memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima imbalan. Suatu persetujuan memberatkan adalah suatu persetujuan yang mewajibkan tiap pihak untuk memberikan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     
     

    Selanjutnya, dapat dipahami bahwa suatu persetujuan sudah dapat membuktikan adanya kewajiban dan hak (akibat hukum) yang ditimbul dari pihak-pihak yang bersepakat.

     

    Perjanjian sebaiknya tertulis

    Apakah suatu perjanjian harus dilakukan secara tertulis? Pada dasarnya, perjanjian tidak harus dibuat secara tertulis, kecuali diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, misalnya:

    1.    Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dibuat secara tertulis, sesuai dengan Pasal 57 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sebagaimana diatur pada Pasal tersebut, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang tidak dibuat secara tertulis akan memiliki akibat hukum yaitu berubahnya status Perjanjian menjadi Perjanjian Waktu Tidak Tertentu; dan

    2.    Perjanjian lain yang memerlukan Perjanjian yang dibuat secara tertulis adalah Perjanjian atas pemindahan hak atas saham yang dilakukan dengan akta pemindahan hak, sesuai Pasal 56 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

     

    Perjanjian yang dibuat secara lisan/tidak tertulis pun tetap mengikat para pihak, dan tidak menghilangkan, baik hak dan kewajiban dari pihak yang bersepakat. Namun, untuk kemudahan pembuktian, acuan bekerja sama dan melaksanakan transaksi, sebaiknya dibuat secara tertulis. Hal ini juga dimaksudkan, agar apabila terdapat perbedaan pendapat dapat kembali mengacu kepada perjanjian yang telah disepakati.

     

    Perlu dipahami bahwa suatu persetujuan wajib dilakukan dengan iktikad baik bagi mereka yang melakukannya, dan karenanya sifat mengikat dari persetujuan tersebut adalah pasti dan wajib. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPer dan Pasal 1339 KUHPer, yang menyatakan:

     
    Pasal 1338

    Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.

     
    Pasal 1339

    Persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya, melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan, atau undang-undang.

     

    Upaya Hukum meminta ganti rugi

    Selanjutnya, mengenai kelalaian yang dilakukan oleh salah satu pihak maka perbuatan tersebut dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan cidera janji (Wanprestasi) ataupun Perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Berikut kami sampaikan sekilas perbedaannya:

     

    Cidera janji (Wanprestasi), merupakan suatu keadaan tidak terlaksananya suatu perjanjian dikarenakan kesalahan/kelalaian para pihak atau salah satu pihak. Bentuk Cidera janji (Wanprestasi) berupa:

    a). Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukan;

    b). Melaksanakan apa yang diperjanjikan tapi tidak sempurna;

    c). Melaksanakan apa yang dijanjikan tapi tidak tepat waktu; dan

    d). Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

     

    Perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), merupakan setiap perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan pembuat yang bersalah untuk mengganti kerugian sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1365 KUHPer.

     

    Melawan hukum secara sempit dapat diartikan sebagai melanggar hukum atau undang-undang. Namun, pengertian tersebut telah lebih dinamis. Hal mana pelanggaran terhadap norma kepatutan, keadilan atau kebiasaan di masyarakat juga dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum, sepanjang perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian bagi pihak lain. Oleh karena itu perbuatan tersebut haruslah berupa kerugian yang ditimbulkan karena disebabkan karena perbuatan yang melawan hukum, yang antara lain:

    ·         Melanggar hak orang lain;

    ·         Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;

    ·         Bertentangan dengan kesusilaan; dan

    ·         Bertentangan dengan kepentingan umum.

    ·         Kerugian dan perbuatan itu harus ada hubungannya yang langsung;

    ·         Kerugian itu disebabkan karena kesalahan pembuat.

    ·         Kesalahan adalah apabila pada pelaku ada kesengajaan atau kealpaan (kelalaian)

     

    Selain hal-hal di atas, suatu perbuatan melawan hukum dapat tidak hanya terdiri atas satu perbuatan, tetapi juga dalam tidak berbuat sesuatu. Sebagaimana KUHPer menentukan bahwa setiap orang tidak saja bertanggungjawab terhadap kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga terhadap kerugian yang ditimbulkan karena perbuatan orang-orang yang ditanggungnya, atau karena barang-barang yang berada dibawah pengawasannya.

     

    Oleh karenanya, Saudara perlu lebih berhati-hati dalam menerima barang yang diberikan oleh pihak distributor. Yang kami maksudkan berhati-hati disini adalah Saudara wajib untuk memeriksa barang kiriman tersebut, dan dalam hal pada saat pemeriksaan ditemukan barang yang cacat atau tidak sesuai dengan yang diperjanjikan pada awal kesepakatan maka Saudara berhak untuk menolak barang dimaksud.

     

    Namun, apabila Saudara tidak melakukan penolakan atas barang yang cacat tersebut maka dapat dikatakan Saudara telah menyetujui pembelian barang tersebut (persetujuan diam-diam). Sehingga, menjadi sulit bagi Saudara untuk meminta ganti rugi atas kesalahan pengiriman barang.

     

    Apabila Saudara mendapati barang yang dikirim tidak sesuai pesanan, maka Saudara dapat menolaknya dan menuntut atas dasar terjadinya wanprestasi. Mengingat barang yang diberikan tidak sesuai dengan yang dipesan.

     

    Selain dari pada itu, Saudara dapat juga memberikan surat teguran ataupun surat tertulis yang menyatakan bahwa barang tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi yang diperjanjikan dan meminta:

     

    a). Pemenuhan atas prestasi oleh distributor;

    b). Pemenuhan atas prestasi dan ganti rugi oleh distributor; dan

    c). Ditributor membayar ganti rugi; ataupun

    d). Melakukan pembatalan atas kerjasama yang telah terjalin.

     

    Namun, apabila Saudara menerima barang yang tidak sesuai pesanan tersebut, maka sejatinya itu merupakan kesepakatan baru antara Saudara dengan Distributor. Mengingat, barang yang anda terima bukanlah barang yang dipesan, sehingga kami sarankan untuk menegosiasikan harganya kembali jika Saudara hendak menerima barang tersebut. Umumnya, hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menghindari kerugian yang lebih besar dan waktu yang mendesak atas keperluan barang tersebut, sekalipun spesifikasinya tidak sesuai dengan kebutuhan awal.

     

    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat dan dapat menjawab pertanyaan yang Saudara ajukan. Terima kasih.

     

    Catatan editor: Baris pertama paragraf keempat artikel jawaban ini telah disempurnakan pada 30 April 2013. Daftar dasar hukum artikel jawaban ini juga telah disesuaikan.

     
    Dasar hukum:

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek Voor Indonesie atau BW, Staatsblad 1847 No. 23).

    2.    Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

    3.    Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

    Tags

    cidera janji
    perbuatan melawan hukum

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Pemindahan Kepemilikan Perusahaan (Akuisisi) oleh Pemegang Saham

    23 Jun 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!