Berkaitan dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberatasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, kami memiliki beberapa pertanyaan berikut ini: 1. Apakah PP ini berlaku bagi korporasi/PT yang pemegang sahamnya adalah orang perorangan saja dan bukan untuk korporasi/PT yang pemegang sahamnya adalah PT? Mohon penjelasannya. 2. Beberapa pasal dalam peraturan menjelaskan mengenai Instansi Berwenang/Instansi Pemerintah. Namun, tidak jelas instansi pemerintah mana yang ditunjuk menjalankan PP ini. Jadi sebenarnya instansi pemerintah yang mana yang ditunjuk menjalankan PP ini? 3. Pada pasal 24, disebutkan bahwa jika korporasi tidak melaksanakan ketentuan sesuai PP ini, maka akan dikenakan sanksi. Namun, tidak ada sanksi yang jelas terkait pelanggaran PP ini. Jadi sebenarnya apa sanksi yang akan dikenakan oleh pemerintah jika peraturan ini dilanggar? Oleh karena itu, kami mohon bantuan dan penjelasannya atas pertanyaan kami tersebut di atas. Terima kasih.
Namun ada pendapat ahli yang menyatakan bahwa definisi mengenai Pemilik Manfaat/Beneficial Owner (“BO”) pada Perpres 13/2018 belum secara eksplisit mendefinisikan apakah suatu perusahaan (tanggung jawab hukum) dapat dirujuk sebagai BO.
Mengenai instansi berwenang dan sanksi, lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Namun ada pendapat ahli yang menyatakan bahwa definisi mengenai Pemilik Manfaat/Beneficial Owner (“BO”) pada Perpres 13/2018 belum secara eksplisit mendefinisikan apakah suatu perusahaan (tanggung jawab hukum) dapat dirujuk sebagai BO.
Mengenai instansi berwenang dan sanksi, lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Pertama-tama perlu dipahami bahwa Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.[1]
Selanjutnya, Pemilik Manfaat adalah orang perseorangan yang dapat menunjuk atau memberhentikan direksi, dewan komisaris, pengurus, pembina, atau pengawas pada Korporasi, memiliki kemampuan untuk mengendalikan Korporasi, berhak atas dan/atau menerima manfaat dari Korporasi baik langsung maupun tidak langsung, merupakan pemilik sebenarnya dari dana atau saham Korporasi dan/atau memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Perpres 13/2018.[2]
Pengaturan dalam Perpres 13/2018 melingkupi penerapan prinsip mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi, meliputi:[3]
Perpres 13/2018 mewajibkan setiap Korporasi untuk menetapkan Pemilik Manfaat dari Korporasi. Pemilik Manfaat dari Korporasi paling sedikit merupakan 1 (satu) personil yang memiliki masing-masing kriteria sesuai dengan bentuk Korporasi.[4]
Selain itu, Pasal 14 Perpres 13/2018 juga mewajibkan korporasi menerapkan prinsip mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi:
Korporasi wajib menerapkan prinsip mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi.
Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menunjuk pejabat atau pegawai untuk:
melaksanakan penerapan prinsip mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi; dan
menyediakan informasi mengenai Korporasi dan Pemilik Manfaat dari Korporasi atas dasar permintaan Instansi Berwenang dan instansi penegak hukum.
Oleh karena Anda menanyakan mengenai Korporasi dengan bentuk perseroan terbatas (“PT”), maka kami akan membatasi pembahasan dengan fokus kepada korporasi berbentuk PT.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Perpres 13/2018, Pemilik Manfaat dari PT merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria:
memiliki saham lebih dari 25% (dua puluh lima persen) pada PT sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar;
memiliki hak suara lebih dari 25% (dua puluh lima persen) pada PT sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar;
menerima keuntungan atau laba lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari keuntungan atau laba yang diperoleh PT per tahun;
memiliki kewenangan untuk mengangkat, menggantikan, atau memberhentikan anggota direksi dan anggota dewan komisaris;
memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan PT tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun;
menerima manfaat dari PT; dan/atau
merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas kepemilikan saham PT.
Orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada huruf e, huruf f, dan huruf g di atas merupakan orang perseorangan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d.[5]
Keberlakuan Perpres 13/2018 bagi PT
Melihat pertanyaan pertama Anda mengenai apakah Perpres 13/2018 berlaku bagi korporasi/PT yang pemegang sahamnya adalah orang perorangan saja, dan bukan untuk korporasi/PT yang pemegang sahamnya adalah PT? Kami akan menjelaskan sebagai berikut.
Transparency and beneficial ownership of legal persons
Countries should take measures to prevent the misuse of legal persons for money laundering or terrorist financing. Countries should ensure that there is adequate, accurate and timely information on the beneficial ownership and control of legal persons that can be obtained or accessed in a timely fashion by competent authorities. In particular, countries that have legal persons that are able to issue bearer shares or bearer share warrants, or which allow nominee shareholders or nominee directors, should take effective measures to ensure that they are not misused for money laundering or terrorist financing. Countries should consider measures to facilitate access to beneficial ownership and control information by financial institutions and DNFBPs undertaking the requirements set out in Recommendations 10 and 22.
Selain itu, perlu diperhatikan juga definisi dari Pemilik Manfaat atau beneficial owner berdasarkan FATF Recommendations (hal. 111) sebagai berikut:
Beneficial owner refers to the natural person(s) who ultimately owns or controls a customer and/or the natural person on whose behalf a transaction is being conducted. It also includes those persons who exercise ultimate effective control over a legal person or arrangement.
Reference to “ultimately owns or controls” and “ultimate effective control” refer to situations in which ownership/control is exercised through a chain of ownership or by means of control other than direct control.
Menurut hemat kami, Pemilik Manfaat yang dimaksud bukanlah hanya orang perseorangan yang memegang kendali langsung, melainkan mencakup juga orang perseorangan yang mengendalikan perusahan secara tidak langsung. Jika diilustrasikan adalah sebagai berikut:
Perusahaan A dimiliki sahamnya oleh:
Perusahaan B sebesar 80 %; dan
Mr. X sebesar 20%.
70% saham dari Perusahaan B dimiliki oleh Mr. Y.
Maka dari itu, Mr. Y dapat dikategorikan sebagai Pemilik Manfaat juga karena memiliki saham lebih dari 25%, yaitu 80 x 70% = 56%.
Jadi Perpres 13/2018 bukan hanya berlaku atas PT yang pemegang sahamnya merupakan perorangan, melainkan juga PT yang pemegang sahamnya merupakan badan hukum/PT. Tetapi perlu diperhatikan bahwa fokus dari Perpres 13/2018 adalah untuk mengenali Pemilik Manfaat sebagaimana telah dijabarkan sebelumnya.
Namun, terdapat pendapat dari Roy M. Adhityaputra, Partner dari Schinder Law Firmpada acara Talks! Hukumonline dengan topik “Beneficial Ownership Disclosure dalam Bisnis dan Pencegahan Tindak Pidana Pasca Diterbitkannya Perpres No.13 Tahun 2018” bahwa definisi mengenai BO pada Perpres 13/2018 belum secara eksplisit mendefinisikan apakah suatu perusahaan (tanggung jawab hukum) dapat dirujuk sebagai BO, namun, definisi "pemilik sebenarnya dari aset atau modal saham" secara eksplisit mengacu pada seorang pribadi.
Instansi Berwenang
Dalam Pasal 1 angka 3 Perpres 13/2018 dijelaskan definisi dari Instansi Berwenang sebagai berikut:
Instansi Berwenang adalah instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah yang memiliki kewenangan pendaftaran, pengesahan, persetujuan, pemberitahuan, perizinan usaha, atau pembubaran Korporasi, atau lembaga yang memiliki kewenangan pengawasan dan pengaturan bidang usaha Korporasi.
Melihat pertanyaan Anda mengenai instansi pemerintah mana yang dimaksud dalam Perpres 13/2018 ini, untuk itu dapat dilihat dalam Pasal 13 ayat (1) dan ayat (3) Perpres 13/2018
Selain Pemilik Manfaat yang telah ditetapkan oleh Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Instansi Berwenang dapat menetapkan Pemilik Manfaat lain.
…
Instansi Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum untuk perseroan terbatas, yayasan, dan perkumpulan;
Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koperasi dan usaha kecil dan menengah untuk koperasi;
Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan untuk persekutuan komanditer, persekutuan firma, dan bentuk korporasi lainnya; dan
lembaga yang memiliki kewenangan pengawasan dan pengaturan bidang usaha Korporasi.
Jadi jika melihat aturan di atas, dapat diketahui bahwa Instansi Berwenang yang dimaksud meliputi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Perdagangan, Bank Inonesia, serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sanksi
Mengenai sanksi, dalam Pasal 24 Perpres 13/2018 dijelaskan bahwa Korporasi yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 14, dan Pasal 18 sampai dengan Pasal 22 Perpres 13/2018 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan bahan presentasi yang disampaikan oleh Dr. Yunus Husein yang merupakan Kepala PPATK periode 2002-2011 & Ketua Tim Penyusun Perpres 13/2018 pada acara Diseminasi Perpres 13/2018, bahwa berdasarkan Peraturan Presiden ini, penerapan pengenaan sanksi administratif oleh Otoritas Berwenang mengacu perundang-undangan yang mengatur kewenangan Otoritas Berwenang dalam mengenakan sanksi administratif, antara lain: