Dalam pelaksanaan kampanye, tempat-tempat mana sajakah yang dilarang diadakan kampanye? Apakah CFD termasuk ke dalam tempat larangan kampanye pemilu? Jika peserta pemilu melanggarnya, adakah sanksinya? Lalu, apa saja tempat yang dilarang kampanye?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Kampanye pemilu merupakan bagian dari pendidikan politik masyarakat dan dilaksanakan secara bertanggung jawab. Pelaksanaan kampanye pemilu adalah kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu.
Dalam pelaksanaan kampanye, terdapat aturan dan larangan yang harus ditaati oleh pelaksana, peserta, maupun tim kampanye. Salah satunya adalah terdapat larangan untuk melakukan kampanye di tempat-tempat tertentu. Lantas, apa saja tempat yang dilarang untuk kampanye tersebut?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Pidana Jika Kampanye Pemilu di Tempat Terlarang yang dibuat oleh Dimas Hutomo, S.H., dan pertama kali dipublikasikan pada 27 Desember 2018.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Aturan Kampanye Pemilu
Kampanye pemilu merupakan salah satu tahapan penyelenggaraa pemilu. Menurut Pasal 1 angka 35 UU Pemilukampanye pemilu adalah kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu.
Kampanye pemilu merupakan bagian dari pendidikan politik masyarakat dan dilaksanakan secara bertanggung jawab. Pelaksanaan kampanye pemilu dilakukan secara serentak antara kampanye pemilu presiden dan wakil presiden dengan kampanye pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD.[1]
iklan media massa cetak, media massa elektronik, dan internet;
rapat umum;
debat pasangan calon tentang materi kampanye pasangan calon; dan
kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye pemilu dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Larangan dalam Kampanye Pemilu
Menurut Uu Nurul Huda dalam buku Hukum Partai Politik dan Pemilu Indonesia (hal. 272), dalam buku keempat UU Pemilu membedakan dua jenis masalah hukum pemilu:
Pelanggaran
Tindak pidana pemilu,
Pelanggaran administrasi pemilu, dan
Pelanggaran kode etik penyelenggaraan pemilu.
Perselisihan
Perselisihan antar peserta pemilu atau antar calon,
Perselisihan administrasi atau tata usaha negara pemilu, dan
Perselisihan hasil pemilu.
Lantas, apa saja larangan dalam kampanye pemilu? Menurut Pasal 280 ayat (1) UU Pemilu jo. Pasal 72 ayat (1) Peraturan KPU 20/2023 mengatur mengenai larangan dalam kampanye pada saat masa kampanye pemilu, yang dilakukan oleh pelaksana, peserta, maupun tim kampanye pemilu yaitu:
mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;
melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat;
mengganggu ketertiban umum;
mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau peserta pemilu yang lain;
merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta pemilu;
menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan;
membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut peserta pemilu yang bersangkutan; dan
menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu.
Tempat yang Dilarang untuk Kampanye Pemilu
Berdasarkan ketentuan mengenai larangan dalam kampanye pemilu dalam Pasal 280 ayat (1) UU Pemilu dan Pasal 72 ayat (1) Peraturan KPU 20/2023 sebagaimana disebutkan di atas, dapat diketahui bahwa tempat-tempat yang dilarang untuk kampanye adalah fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
Selain itu, kampanye pemilu juga dilarang dilaksanakan dengan menggunakan fasilitas gedung perwakilan pemerintah di luar negeri.[3]
Namun demikian, dalam Peraturan KPU 20/2023 jo. Putusan MK No. 65/PUU-XXI/2023(hal. 49) lebih lanjut dijelaskan bahwa fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan yaitu perguruan tinggi dapat digunakan untuk tempat kampanye sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye.[4] Adapun yang dimaksud dengan atribut kampanye adalah alat dan/atau perlengkapan yang memuat citra diri, visi, misi, dan program.[5]
Lebih lanjut, perlu diperhatikan bahwa penggunaan fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan untuk kampanye diperbolehkan sepanjang tidak mengakibatkan fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan terganggu fungsi atau peruntukannya, serta tidak melibatkan anak.[6] Penggunaan fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan untuk kampanye hendaknya mematuhi ketentuan dalam Pasal 72 dan Pasal 72A Peraturan KPU 20/2023.
Selain tempat-tempat yang disebutkan di atas, bahan kampanye pemilu (selebaran, brosur, pamflet, stiker, pakaian, kalender, dan lain-lain) yang dapat ditempel, dilarang ditempelkan di tempat umum sebagai berikut:[7]
tempat ibadah;
rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan;
tempat pendidikan, meliputi gedung dan/atau halaman sekolah dan/atau perguruan tinggi;
gedung atau fasilitas milik pemerintah;
jalan-jalan protokol;
jalan bebas hambatan;
sarana dan prasarana publik; dan/atau
taman dan pepohonan.
Perlu dicatat bahwa pada tempat-tempat umum seperti tempat ibadah, rumah sakit/tempat pelayanan kesehatan, tempat pendidikan, gedung/fasilitas milik pemerintah serta sarana dan prasarana publik termasuk pula halaman, pagar, dan/atau tembok.[8]
Adapun alat peraga kampanye pemilu (reklame, spanduk, umbul-umbul) dilarang dipasang pada tempat ibadah, rumah sakit/tempat pelayanan kesehatan, tempat pendidikan, gedung milik pemerintah, fasilitas tertentu milik pemerintah, dan fasilitas lainnya yang dapat mengganggu ketertiban umum.[9]
Mengenai pertanyaan Anda yaitu kampanye di car free day (“CFD”), sepanjang penelusuran kami ketentuan tersebut diatur di dalam Pasal 7 Pergub DKI Jakarta 12/2016yang menegaskan bahwa sepanjang jalur CFD atau hari bebas kendaraan bermotor (“HBKB”) hanya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan bertema lingkungan hidup, olahraga, seni dan budaya. HBKB tidak boleh dimanfaatkanuntuk kepentingan partai politik dan SARA serta orasi ajakan yang bersifat menghasut.
Dengan demikian, larangan kampanye di tempat-tempat tertentu seperti di CFD atau tempat lain yang tidak diatur secara spesifik di dalam UU Pemilu dan peraturan KPU tentang kampanye, umumnya hal tersebut diatur di dalam peraturan daerah atau peraturan gubernur/bupati/wali kota masing-masing daerah.
Sanksi Jika Melanggar Aturan Tempat Kampanye Pemilu
Lantas, apa sanksi bagi peserta atau tim kampanye yang melanggar larangan tempat kampanye? Jika dilihat dalam ketentuan Pasal 280 ayat (4) UU Pemilu, pelanggaran terhadap larangan ketentuan pada ayat (1) huruf c, huruf f, huruf g, huruf i, dan huruf j, dan ayat (2) merupakan tindak pidana pemilu.
Dengan demikian, kegiatan kampanye yang menggunakan fasilitas negara, tempat pendidikan, dan tempat ibadah untuk berkampanye merupakan perbuatan yang dilarang dalam masa kampanye, namun bukan merupakan tindak pidana pemilu. Perbuatan tersebut dapat kita sebut sebagai pelanggaran atas ketentuan larangan pemilu (pelanggaran).
Hal senada juga disampaikan oleh Uu Nurul Huda (hal. 272), dalam kegiatan pemilihan umum pelanggaran secara konsep didefinisikan sebagai perbuatan pidana yang tergolong tidak seberat kejahatan atau dapat diartikan sebagai perbuatan yang melanggar peraturan dan perundang-undangan dalam pemilu.
Lain halnya menurut Meidy Yafeth Tinangon yang berpendapat bahwa pelanggaran penggunaan tempat yang dilarang untuk kampanye yaitu menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran administratif dan juga pidana.[10] Pelanggaran administratif pemilu meliputi pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilu. Pelanggaran administratif ini tidak termasuk tindak pidana pemilu dan pelanggaran kode etik.[11]
Terhadap tindakan pelanggaran administratif tersebut, laporannya diterima, diperiksa, dikaji, dan diputus pelanggaran administratif pemilu oleh Badan Pengawas Pemilu (“Bawaslu”). Adapun putusan Bawaslu atas pelanggaran administratif pemilu adalah berupa perbaikan administrasi terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, teguran tertulis, tidak diikutkan pada tahapan tertentu dalam penyelenggaraan pemilu, dan sanksi administratif lainnya.[12]
Selain itu, dalam konteks kampanye pemilu, apabila terdapat bukti permulaan yang cukup bahwa pelaksana kampanye, peserta kampanye, atau tim kampanye melakukan pelanggaran kampanye sebagaimana dimaksud Pasal 280 ayat (1) UU Pemilu yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan kampanye pemilu di tingkat kelurahan/desa dan kecamatan, maka pelaksanaan kampanye dapat dihentikan bahkan dilarang dilakukan.[13]
Namun demikian, apabila pelaksana, peserta, atau tim kampanye dengan sengaja (dolus) melakukan pelanggaran dengan melakukan kampanye di tempat yang dilarang yaitu menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, maka dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Untuk menentukan kampanye di tempat yang dilarang tersebut termasuk ke dalam tindak pidana atau bukan, maka hal tersebut merupakan wewenang dari Sentra Penegakan Hukum Terpadu (“Gakkumdu”) dan pengadilan.[14]
Atas laporan dugaan tindak pidana pemilu tersebut, diteruskan oleh Bawaslu, Bawaslu provinsi, kabupaten/kota, dan/atau panitia pengawas pemilihan umum (panwaslu) kecamatan kepada kepolisian. Dugaan tindak pidana tersebut diteruskan maksimal 1x24 jam sejak Bawaslu, Bawaslu provinsi, kabupaten/kota dan/atau panwaslu kecamatan menyatakan bahwa perbuatan atau tindakan tersebut diduga merupakan tindak pidana pemilu, setelah berkoordinasi dengan kepolisian, kejaksaan agung dalam Gakkumdu.[15]
Adapun sanksi pidana melakukan kegiatan kampanye yang menggunakan fasilitas negara, tempat pendidikan dan tempat ibadah untuk berkampanye dapat dipidana berdasarkan Pasal 521 UU Pemilu yang berbunyi:
Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, atau huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Khusus terkait dengan kampanye di CFD, dalam Pergub DKI Jakarta 12/2016 tidak diatur mengenai sanksi apabila terdapat kampanye yang dilakukan di CFD. Ketentuan dalam Pasal 13 ayat (1) huruf c Pergub DKI Jakarta 12/2016 hanya menegaskan bahwa Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta akan melakukan pengawasan dan pengendalian kegiatan untuk kepentingan partai politik.
Dengan demikian, menurut hemat kami, pelanggaran terhadap kampanye di CFD akan diperiksa dan dikaji oleh Bawaslu, apakah termasuk ke dalam pelanggaran administratif atau suatu tindak pidana.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.