Perusahaan kami masih menggunakan KBLI lama dan belum memiliki NIB. Apakah mengubah KBLI lama menjadi KBLI 2017 harus melalui Notaris atau dapat langsung ke DPMPSTP? Apakah hal tersebut termasuk mengubah anggaran dasar? Sekedar informasi, perusahaan kami berdiri tahun 2016.
Lembaga OSS akan memproses dan menerbitkan Nomor Induk Berusaha (“NIB”) bagi Perseroan Terbatas yang maksud dan tujuan serta kegiatan usahanya belum menggunakan KBLI 2017, dengan catatan bahwa Perseroan Terbatas tersebut dalam jangka waktu 1 (satu) tahun wajib menyesuaikan maksud dan tujuan serta kegiatan usahanya sesuai KBLI 2017 melalui Sistem Administrasi Badan Hukum Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umumsesuai mekanisme yang diatur pada ketentuan peraturan perundang-undangan tentang Perseroan Terbatas.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Lembaga OSS akan memproses dan menerbitkan Nomor Induk Berusaha (“NIB”) bagi Perseroan Terbatas yang maksud dan tujuan serta kegiatan usahanya belum menggunakan KBLI 2017, dengan catatan bahwa Perseroan Terbatas tersebut dalam jangka waktu 1 (satu) tahun wajib menyesuaikan maksud dan tujuan serta kegiatan usahanya sesuai KBLI 2017 melalui Sistem Administrasi Badan Hukum Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umumsesuai mekanisme yang diatur pada ketentuan peraturan perundang-undangan tentang Perseroan Terbatas.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Dalam pelaksanaannya, NIB berbentuk 13 (tiga belas) digit angka acak yang diberi pengaman dan disertai dengan Tanda Tangan Elektronik.[1] NIB juga berlaku sebagai identitas berusaha dan digunakan oleh pelaku usaha untuk mendapatkan Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional termasuk untuk pemenuhan persyaratan Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional.[2]
NIB sendiri tidak bisa dipisahkan dari sistem perizinan terbaru yang diluncurkan oleh pemerintah berdasarkan PP 24/2018. Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission(“OSS”)adalah perizinan berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota kepada pelaku usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.[3]
Untuk mendapatkan NIB, maka pelaku usaha non-perseorangan baik badan usaha maupun badan hukum harus mengisi identitas berikut:[4]
nama dan/atau nomor pengesahan akta pendirian atau nomor pendaftaran;
bidang usaha;
jenis penanaman modal;
negara asal penanaman modal, dalam hal terdapat penanaman modal asing;
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 22 ayat (2) huruf b PP 24/2018 di atas, salah satu syarat untuk mendapatkan NIB adalah mengisi data bidang usaha. Dalam Penjelasan Pasal 22 ayat (2) huruf b PP 24/2018, disebutkan bahwa “bidang usaha” yaitu bidang usaha yang diatur dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (“KBLI”).Dengan kata lain, jika tidak mencantumkan KBLI dengan benar, maka pelaku usaha non-perseorangan kemungkinan besar tidak akan mendapatkan NIB.
Sebagaimana kita tahu bahwa perbedaan KBLI 2017 dan KBLI sebelum 2017 terletak pada jumlah digit angka. Pada KBLI 2017 jumlah angka untuk menjelaskan bidang usaha sebanyak 5 digit angka, sementara pada KBLI sebelum 2017 hanya sebanyak 4 digit angka. Perbedaan inilah yang kemudian sering menjadi permasalahan ketika hendak mendapatkan NIB dari sistem OSS.
Berdasarkan pengalaman Easybiz, permasalahan bukan hanya pada perbedaan jumlah digit angka saja. Pada praktiknya, ada juga perbedaan jenis izin pada bidang usaha berdasarkan KBLI 2017 dan KBLI sebelum 2017. Misalnya saja pada bidang usaha periklanan dengan kode 7310 pada KBLI sebelum 2017 jenis izinnya berupa Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Namun dalam KBLI 2017 versi OSS, kodenya menjadi 73100 dan jenis izin yang harus dimiliki adalah Tanda Daftar Usaha Pariwisata (“TDUP”).
Salah satu poin dari pengumuman bersama tersebut adalah pengakuan mengenai adanyaperbedaan data Perseroan Terbatas dalam Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) dengan Sistem OSS Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dikarenakan Sistem OSS menggunakan KBLI 2017 sedangkan SABH menggunakan KBLI sebelum KBLI 2017 yang mengakibatkan ketidaksesuaian data antara Kementerian Hukum dan HAM dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sehingga berdampak pada tidak dapat diprosesnya NIB pada Sistem OSS.
Kemudian pada Poin e Pengumuman Bersama dijelaskan bahwa untuk mengatasi hal tersebut maka Kementerian Hukum dan HAM RI Cq. Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Cq. Lembaga OSS akan memproses dan menerbitkan NIB bagi Perseroan Terbatas yang maksud dan tujuan serta kegiatan usahanya belum menggunakan KBLI 2017, dengan catatan bahwa Perseroan Terbatas tersebut dalam jangka waktu 1 (satu) tahun wajib menyesuaikan maksud dan tujuan serta kegiatan usahanya sesuai KBLI 2017 melalui SABH Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum sesuai mekanisme yang diatur pada ketentuan peraturan perundang-undangan tentang Perseroan Terbatas.
Maksud dan tujuan sebuah perseroan terbatas (“PT”), umumnya dicantumkan dalam Pasal 3 dalam Akta Pendirian Perusahaan. Pasal 3 ayat (1) dalam Akta Pendirian Perusahaan misalnya wajib mencantumkan maksud dan tujuan yang harus diisi sesuai dengan KBLI 2017. Dalam Pasal 3 ayat (2), maksud dan tujuan terebut diuraikan sesuai dengan deskripsi bidang usaha dalam KBLI 2017. Jika maksud dan tujuan dalam Akta Pendirian Perusahaan tersebut belum sesuai dengan KBLI 2017 atau diisi dengan KBLI sebelum 2017, maka harus disesuaikan dalam waktu 1 tahun sebagaimana ketentuan dalam Pengumuman Bersama di atas.
Selain menyesuaikan dalam Akta Pendirian Perusahaan, proses menginput data ke dalam sistem Administrasi Hukum Umum juga harus diperhatikan. Karena proses ini ada dalam kewenangan notaris pembuat Akta Pendirian Perusahaan, maka pelaku usaha harus memastikan bahwa kode KBLI yang di-input oleh notaris sesuai dengan kegiatan usaha yang dilakukan perusahaan dan telah sesuai dengan KBLI 2017.
Adapun penyesuaian dalam Akta Pendirian Perusahaan yang harus dilakukan tetap wajib melalui perubahan anggaran dasar perseroan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas(“UU PT”), dimana perubahan maksud dan tujuan merupakan perubahan anggaran dasar yang harus mendapat persetujuan Menteri (Menteri Hukum dan HAM).[5]