KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Dapatkah Pembayaran Uang Pengganti oleh Koruptor Menghapus Pidana Pokoknya?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Dapatkah Pembayaran Uang Pengganti oleh Koruptor Menghapus Pidana Pokoknya?

Dapatkah Pembayaran Uang Pengganti oleh Koruptor Menghapus Pidana Pokoknya?
Albert Aries, S.H., M.H.Albert Aries & Partners
Albert Aries & Partners
Bacaan 10 Menit
Dapatkah Pembayaran Uang Pengganti oleh Koruptor Menghapus Pidana Pokoknya?

PERTANYAAN

Saya ingin bertanya mengenai penjatuhan pidana korupsi. Jika terdakwa yang telah bersalah kemudian dia mengembalikan kerugian keuangan negara, dapatkah diputus dengan hukuman pidana tambahan saja? Bisakah pengembalian/pembayaran kerugian keuangan negara secara penuh oleh terdakwa menghapus pidana pokoknya? Jika bisa, apa alasannya dan dasar hukumnya? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Intisari:

    KLINIK TERKAIT

    Tugas Panitera dan Kode Etik yang Wajib Dipatuhi

    Tugas Panitera dan Kode Etik yang Wajib Dipatuhi

     

     

    Dalam hal terdakwa tindak pidana korupsi telah terbukti secara sah dan meyakinkan tanpa disertai adanya alasan penghapus pidana (strafuitluitingsgronden), maka pidana pokok akan dijatuhkan terhadap terdakwa. Sedangkan penjatuhan pidana tambahan hanya bersifat opsional.

     

    Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana.

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak ulasan di bawah ini.

     

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Ulasan:

     

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Sebelumnya kami perlu menjelaskan lebih dahulu mengenai jenis-jenis pidana menurut ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), yang terdiri atas:

    a. Pidana Pokok:

    1.    pidana mati;

    2.    pidana penjara;

    3.    pidana kurungan;

    4.    pidana denda;

    5.    pidana tutupan.

    b. Pidana Tambahan

    1.    pencabutan hak-hak tertentu;

    2.    perampasan barang-barang tertentu;

    3.    pengumuman putusan hakim.

     

    Pidana Tambahan Selain di KUHP Menurut UU Tipikor

    Dalam tindak pidana korupsi sebagai tindak pidana khusus (speciale delicten), selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 KUHP, maka dalam  Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Tipikor”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, diatur juga 4 (empat) pidana tambahan yang lain dengan maksud memberikan efek jera, yaitu:

    1.    Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut;

    2.    Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi;

    3.    Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun;hukumonline.com

    4.   Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana.

     

    Pidana Pokok Menurut UU Tipikor

    Menjawab pertanyaan pertama Anda, yang menanyakan apakah terdakwa yang mengembalikan kerugian keuangan negara dapat dijatuhi hukuman pidana tambahan saja, maka sesuai penelusuran kami dalam UU Tipikor terdapat pidana pokok, di antaranya berupa pidana mati, pidana penjara dan pidana denda. Dalam penjatuhan pidana penjara pada tindak  pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14 UU Tipikor juga dikenal ancaman minimum pidana penjara, misalnya minimal 4 tahun untuk pelanggaran Pasal 2 UU Tipikor.

     

    Dengan demikian, dalam hal terdakwa tindak pidana korupsi telah terbukti secara sah dan meyakinkan tanpa disertai adanya alasan penghapus pidana (strafuitluitingsgronden), maka pidana pokok akan dijatuhkan terhadap terdakwa, sedangkan penjatuhan pidana tambahan sebagaimana dimaksud Pasal 18 UU Tipikor hanya bersifat opsional.[1]

     

    Apakah Pembayaran Uang Pengganti dapat Menghapus Pidana Pokok?

    Selanjutnya, menjawab pertanyaan kedua Anda yang menanyakan apakah pengembalian/pembayaran kerugian keuangan negara secara penuh oleh terdakwa dapat menghapus pidana pokoknya, maka berlaku ketentuan Pasal  4 UU Tipikor yang berbunyi:

    Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.

     

    Pengembalian kerugian keuangan negara ini hanya dapat menjadi faktor yang meringankan, dengan catatan dan dalam konteks apabila tindak pidana korupsi tersebut sudah diproses secara hukum.

     

    Pasca dijatuhkannya Putusan Mahkamah Konstitusi (“MK”) Nomor 25/PUU-XIV/2016 terkait Pasal 2 dan 3 UU Tipikor yang pada intinya menghapus kata “dapat” dalam frasa “yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara” sebagai salah satu unsur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor, telah menyisakan polemik di kalangan praktisi dan akademisi yang memperdebatkan apakah putusan MK tersebut dapat menganulir amanat pembuat undang-undang dalam ketentuan Pasal 4 UU Tipikor dan juga mengubah tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud Pasal 2 dan Pasal 3 yang sebelumnya merupakan delik formil menjadi delik materiil.

     

    Menurut hemat kami, apabila ternyata kerugian negara telah terjadi, namun unsur-unsur pasal lainnya, misalnya unsur melawan hukum (wederechttelijk) dalam Pasal 2 UU Tipikor tidak terpenuhi, maka Pasal 32 ayat (1) UU Tipikor sebenarnya telah menyediakan jalan keluarnya yaitu penyidik segera menyerahkan berkas perkara tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara untuk mengajukan gugatan perdata, yang selengkapnya berbunyi:

    Dalam hal penyidik menemukan dan berpendapat bahwa satu atau lebih unsur tindak pidana korupsi tidak terdapat cukup bukti, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara untuk dilakukan gugatan perdata atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk mengajukan gugatan.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

    2.   Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

     

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016

     

     



    [1] Vide: Pasal 17 UU Tipikor

    Tags

    tindak pidana korupsi
    pengadilan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Balik Nama Sertifikat Tanah karena Jual Beli

    24 Jun 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!