Salam, saya mau tanya, adakah hukum yang mengatur penggunaan pengeras suara oleh masjid. Jika masjid tersebut sangat mengganggu (sehari minimal 5 jam menggunakan pengeras suara), apakah saya bisa menuntut, ke mana? Kemudian, adakah batasan berapa desibel speaker masjid? Terima kasih.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran ketiga dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 4 Maret 2014, yang pertama kali dimutakhirkan pada 27 April 2021, dan kedua kalinya dimutakhirkan pada 24 Februari 2022.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Aturan Pengeras Suara Masjid Secara Umum
Untuk menjawab pertanyaan Anda, sebenarnya penggunaan pengeras suara masjid diatur dalam Instruksi Dirjen Bimas Islam 101/1978yang tahun 2018 lalu ditindaklanjuti pelaksanaannya melalui SE Dirjen Bimas Islam B.3940/DJ.III/HK.00.7/08/2018. Kemudian, baru-baru ini Menteri Agama menerbitkan SE Menag 1/2024yang didasari oleh SE Menag 05/2022tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala dan SE Menag 09/2023tentang pedoman ceramah keagamaan. Pada dasarnya surat edaran terbaru tersebut tidak memuat aturan baru terkait pengeras suara masjid, melainkan hanya mempertegas dua surat edaran sebelumnya.
Umat Islam diimbau untuk tetap menjaga ukhuwah islamiyah dan toleransi dalam menyikapi potensi perbedaan penetapan 1 Ramadan 1445 Hijriah/2024 Masehi.[1] Selain itu, umat Islam juga dianjurkan untuk mengisi dan meningkatkan syiar pada bulan Ramadan serta untuk pelaksanaan takbiran Idulfitri berpedoman pada SE Menag 5/2022.[2] Kemudian materi ceramah Ramadan dan khutbah Idulfitri disampaikan dengan mengutamakan toleransi, persatuan dan kesatuan bangsa, serta tidak bermuatan politik praktis sesuai dengan SE Menag 9/2023.[3]
Kemudian lebih lanjut apa pengeras suara di masjid? Yang dimaksud dengan pengeras suara adalah perlengkapan teknik yang terdiri dari mikrofon, amplifier, loud speaker, dan kabel-kabel tempat mengalirnya arus .[4]
Dalam lampiran Instruksi Dirjen Bimas Islam 101/1978 dijelaskan syarat-syarat penggunaan pengeras suara antara lain yaitu tidak boleh terlalu meninggikan suara do’a, dzikir, dan sholat karena pelanggaran seperti ini bukan menimbulkan simpati melainkan keheranan bahwa umat beragama sendiri tidak menaati ajaran agamanya. Lebih lanjut, suara yang memang harus ditinggikan adalah adzan sebagai tanda telah tiba waktu shalat.[5]
Selain itu, dijelaskan pula dalam SE Menag 05/2022 bahwa suara yang dipancarkan melalui pengeras suara perlu diperhatikan kualitas dan kelayakannya, yakni memenuhi persyaratan suara yang bagus atau tidak sumbang dan pelafazan secara baik dan benar.[6]
Aturan Penggunaan Pengeras Suara dalam Kegiatan Beragama di Masjid
Menjawab pertanyaan Anda, penggunaan pengeras suara masjid pada waktu tertentu secara terperinci adalah sebagai berikut:[7]
Subuh
Sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur’an atau solawat/tarhim dapat menggunakan pengeras suara luar dalam jangka waktu paling lama 10 menit.
Pelaksanaan salat subuh, zikir, doa, dan kuliah subuh menggunakan pengeras suara dalam.
Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya
Sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur’an atau solawat/tarhim dapat menggunakan pengeras suara luar dalam jangka waktu paling lama 5 menit; dan
Sesudah azan dikumandangkan, yang digunakan pengeras suara dalam.
Jum’at
Sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur’an atau solawat/tarhim dapat menggunakan pengeras suara luar dalam jangka waktu paling lama 10 menit; dan
Penyampaian pengumuman mengenai petugas Jum’at, hasil infak sedekah, pelaksanaan khutbah Jum’at, salat, zikir, dan doa, menggunakan pengeras suara dalam.
Kegiatan Syiar Ramadan, gema takbir Idulfitri, Idul Adha, dan upacara hari besar Islam:
Penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan baik dalam pelaksanaan salat tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarrus Al-Qur’an menggunakan pengeras suara dalam;
Takbir pada tanggal 1 Syawal/10 Zulhijjah di masjid/musala dapat dilakukan dengan menggunakan pengeras suara luar sampai dengan pukul 22.00 waktu setempat dan dapat dilanjutkan dengan pengeras suara dalam.
Pelaksanaan salat Idulfitri dan Idul Adha dapat dilakukan dengan menggunakan pengeras suara luar;
Takbir Idul Adha di hari Tasyrik pada tanggal 11 sampai dengan 13 Zulhijjah dapat dikumandangkan setelah pelaksanaan salat rawatib secara berturut-turut dengan menggunakan pengeras suara dalam; dan
Upacara peringatan hari besar Islam atau pengajian menggunakan pengeras suara dalam, kecuali apabila pengunjung tablig melimpah ke luar arena masjid/musala dapat menggunakan pengeras suara luar.
Dari sini dapat kita ketahui bahwa penggunaan pengeras suara masjid telah diatur secara terperinci. Apabila dalam 1 harinya sebuah masjid seperti yang Anda tanyakan menggunakan pengeras suara minimal sebanyak 5 jam, maka perlu dilihat lagi ketentuan di atas, apakah diperuntukkan sebagaimana mestinya, seperti saat waktu menjelang subuh yang menggunakan pengeras suara paling awal 10 menit sebelum waktunya.
Sayangnya, baik Instruksi Dirjen Bimas Islam ataupun SE Menag hanya memberikan pedoman dasar penggunaan pengeras suara masjid, akan tetapi tidak memuat sanksi di dalamnya. Oleh karena itu, menurut hemat kami, Anda sebaiknya membicarakan masalah ini baik-baik dengan pihak pengelola masjid secara kekeluargaan. Baik secara langsung maupun melalui pengurus lingkungan setempat sambil mengacu pada pedoman ini.
Jika upaya secara baik-baik telah dilakukan namun belum ada perubahan, langkah hukum dengan mengajukan gugatan perdata atas dasar perbuatan melawan hukum sebagaimana dijelaskan dalam Perbedaan Perbuatan Melawan Hukum dalam Hukum Perdata dan Pidana. Namun satu hal yang harus disadari sejak awal sebelum mengajukan gugatan adalah adanya kemungkinan pro-kontra yang akan muncul di masyarakat mengingat isu ini cukup sensitif.
Selain soal ketentuan waktu penggunaan di atas, hal-hal lain yang perlu dihindari dalam penggunaan pengeras suara yaitu:[8]
Mengetuk-ngetuk pengeras suara, sebab secara teknis hal ini dapat mempercepat kerusakan peralatan di dalamnya yang rawan.
Kata-kata seperti: percobaan-percobaan, satu-dua, dan seterusnya.
Berbatuk atau mendehem melalui pengeras suara.
Membiarkan suara kaset sampai lewat dari yang dimaksud atau memutar kaset (Al-Qur’an, Ceramah) yang sudah tidak betul suaranya.
Membiarkan digunakan oleh anak-anak untuk bercerita macam-macam.
Menggunakan pengeras suara untuk memanggil nama seorang atau mengajak bangun (di luar panggilan adzan).
Selain itu, menjawab pertanyaan berapa desibel speaker masjid? Sebenarnya pemasangan dan penggunaan pengeras suara harus memperhatikan beberapa hal berikut ini:[9]
Pemasangan pengeras suara dipisahkan antara pengeras suara yang difungsikan ke luar dengan pengeras suara yang difungsikan ke dalam masjid/musala;
Untuk mendapatkan hasil suara yang optimal, hendaknya dilakukan pengaturan akustik yang baik;
Volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan. Namun berapa desibel speaker masjid? Volume pengeras suara paling besar 100 desibel (dB); dan
Dalam hal penggunaan pengeras suara dengan pemutaran rekaman, hendaknya memperhatikan kualitas rekaman, waktu, dan bacaan akhir ayat, solawat/tarhim.
Sebagai informasi, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan aturan pengeras suara ini menjadi tanggung jawab Kementerian Agama secara berjenjang dan dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah dan organisasi kemasyarakatan Islam.[10]
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.